Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

✝️ Mengikuti Model

 

Ibrani 11:1–7


“Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”
(Ibrani 11:6a)


👀 Anak-Anak dan Gaya Meniru

Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat setiap hari. Cara bicara, berjalan, tertawa, bahkan kebiasaan-kebiasaan kecil dari orang tuanya. Tanpa sadar, anak membentuk hidupnya melalui model yang konsisten hadir di sekitarnya.

Kitab Ibrani mengajak kita melakukan hal serupa, bukan dalam konteks duniawi, tetapi dalam iman dan pengharapan kepada Allah yang hidup.


🙏 Iman yang Berelasi

Penulis Ibrani menyebut tiga tokoh penting: Habel, Henokh, dan Nuh. Ketiganya bukanlah tokoh yang penuh aksi besar atau spektakuler, namun mereka memiliki iman yang berelasi dengan Allah.

  • Habel mempersembahkan korban yang terbaik, dan Allah menerimanya (ay. 4).

  • Henokh hidup bergaul dengan Allah dan tidak mengalami kematian (ay. 5).

  • Nuh membangun bahtera karena percaya pada firman Allah—meski belum ada tanda-tanda air bah (ay. 7).

Mereka tidak menunggu bukti, tetapi hidup dalam kepercayaan dan taat kepada kehendak Allah. Iman mereka aktif, bukan pasif. Mereka menjadi teladan hidup yang menyenangkan hati Allah.


✝️ Iman dalam Kristus: Model Tertinggi

Walaupun Habel, Henokh, dan Nuh menjadi model iman yang luar biasa, penulis Ibrani ingin menunjukkan bahwa ada model yang lebih tinggi, yaitu Kristus Yesus sendiri.

Yesus adalah teladan iman yang sempurna, karena:

  • Ia taat sepenuhnya kepada kehendak Bapa,

  • Ia menjalani penderitaan dan kematian salib,

  • Ia menjadi penggenapan dari semua janji Allah.

Dalam Kristus, kita tidak hanya menemukan model iman, tetapi juga pribadi yang memampukan kita hidup dalam iman.


🔍 Refleksi dan Aplikasi

  • Siapa yang menjadi model iman dalam hidup saya?

  • Apakah saya memiliki relasi yang hidup dan aktif dengan Allah?

  • Apakah saya menjalani hidup yang menyenangkan hati Allah seperti Habel, Henokh, dan Nuh?

Iman bukan sekadar percaya di kepala, tetapi hidup yang didekatkan kepada Allah, mencari Dia, mendengar suara-Nya, dan taat melakukan kehendak-Nya. Maukah kita terus bertumbuh mengikuti model iman yang sejati, yaitu Yesus Kristus?


🙏 Doa Penutup

Ya Tuhan,
Ajarku memiliki iman yang hidup dan aktif,
seperti Habel, Henokh, dan Nuh,
yang mencari dan menyenangkan hati-Mu.
Tolong aku agar menjadikan Kristus sebagai teladan utama,
dan hidup dalam relasi yang erat dengan-Mu setiap hari.
Amin.

Share:

✝️ Setia, Bukan Khianat

"Setia, Bukan Khianat" mengajak kita melalui firman Tuhan untuk hidup dalam kesetiaan kepada Allah, menjauhi pengkhianatan, dan teguh di jalan-Nya.

Ibrani 10:19-39


“Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.”
(Ibrani 10:36)


🔪 Keteladanan Buruk dari Sejarah

Marcus Junius Brutus—tokoh Romawi kuno—masuk dalam sejarah sebagai pengkhianat karena ia membunuh Yulius Kaisar, orang yang pernah mengampuninya. Tindakannya lahir dari kekecewaan dan ambisi pribadi. Brutus menjadi simbol klasik pengkhianatan atas kasih dan kepercayaan.

Sayangnya, seperti Brutus, ketidaksetiaan juga dapat muncul dalam kehidupan orang percaya, bahkan setelah menerima anugerah besar dari Allah.


✝️ Teguh dalam Iman karena Kurban Kristus

Penulis Ibrani mengajak kita untuk setia dan tidak berbalik dari iman, sebab Kristus telah membuka jalan baru melalui kurban-Nya (ay. 19–20). Ia menyucikan kita, memberi akses langsung kepada hadirat Allah, dan menjadikan kita umat yang layak beribadah (ay. 21–23).

Tiga sikap penting ditawarkan:

  1. Mendekat kepada Allah dengan hati yang tulus

  2. Berpegang pada pengharapan tanpa goyah

  3. Saling memperhatikan untuk mendorong kepada kasih dan perbuatan baik

Komunitas iman adalah tempat saling dukung, bukan saling jatuhkan. Orang percaya tidak boleh hidup sendiri, tetapi harus bertumbuh dalam ibadah dan kasih bersama (ay. 24–25).


⚠️ Peringatan Keras dan Harapan Pasti

Mereka yang sengaja berdosa setelah menerima kebenaran telah menginjak-injak kurban Kristus (ay. 26–31). Ini bukan tentang kejatuhan sesaat, tetapi sikap keras kepala menolak kasih karunia. Itulah bentuk pengkhianatan spiritual—menjadi Brutus rohani, yang mengkhianati kasih Sang Penebus.

Namun, penulis juga mengingatkan bahwa:

  • Allah tidak melupakan kesetiaan kita (ay. 32–34)

  • Ada janji yang pasti bagi yang bertahan (ay. 35–36)

  • Orang benar akan hidup oleh iman (ay. 38)


❤️ Refleksi dan Aplikasi

Renungan ini mengajak kita bertanya:

  • Apakah aku benar-benar setia kepada Kristus, atau masih condong kepada ambisiku sendiri?

  • Apakah aku menghargai pengorbanan Kristus dalam hidup sehari-hari?

  • Apakah aku membangun komunitas iman, atau berjalan sendiri?

Kesetiaan bukan sekadar bertahan dalam hal baik, tetapi juga taat dalam penderitaan. Jangan seperti Brutus yang mengkhianati karena kecewa dan ego. Marilah kita menjadi pribadi yang tetap setia sampai akhir, meski tantangan datang silih berganti.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Engkau telah memberikan hidup-Mu bagiku.
Ampuni aku bila sering kali aku lebih mementingkan diriku sendiri daripada kesetiaan kepada-Mu.
Tolong aku untuk hidup setia, mendekat kepada-Mu, dan bertekun dalam panggilan hidupku.
Jadikan aku saksi-Mu di tengah dunia ini.
Amin.

Share:

✝️ Pengampunan Sempurna

"Pengampunan Sempurna" menegaskan lewat firman Tuhan bahwa hanya melalui Yesus Kristus, kita menerima pengampunan sejati yang menyucikan dan membebaskan dosa.

Ibrani 10:1-18


“Tetapi Kristus, setelah Ia mempersembahkan satu kurban karena dosa, untuk selama-lamanya duduk di sebelah kanan Allah.”
(Ibrani 10:12)


🔁 Kurban yang Tidak Sempurna

Sistem kurban dalam Perjanjian Lama menjadi pengingat akan dosa, bukan solusi tuntas bagi dosa (ay. 1–3). Setiap tahun, kurban harus diulang—bukan karena kurang kesungguhan, tetapi karena kurban itu tidak mampu menyucikan hati manusia secara menyeluruh. Ritual itu membuktikan bahwa manusia berdosa tidak bisa menyelesaikan masalah dosa dengan kekuatannya sendiri.

Kurban itu penting, namun hanya sebuah bayangan, bukan wujud nyata dari keselamatan. Ia hanya menunjuk kepada satu kurban yang sempurna, yakni Yesus Kristus.


✝️ Kurban Kristus: Satu Kali untuk Selamanya

Yesus datang ke dunia sebagai penggenapan kehendak Allah. Ia tidak membawa darah binatang, tetapi mempersembahkan diri-Nya sendiri. Kurban Kristus:

  • Tidak perlu diulang (ay. 10, 14)

  • Menyucikan sepenuhnya (ay. 14)

  • Membawa pengampunan yang kekal (ay. 17)

  • Menghasilkan relasi baru antara Allah dan manusia (ay. 16)

Inilah inti dari Perjanjian Baru—bukan hukum di atas batu, melainkan hukum kasih dalam hati, yang dimeteraikan oleh Roh Kudus (ay. 15–16). Transformasi yang sejati adalah perubahan dari dalam, bukan sekadar penyesuaian lahiriah.


🙌 Hidup dalam Pengampunan

Kita tidak lagi perlu hidup dalam rasa bersalah dan ketakutan. Kristus telah:

  • Menghapus dosa-dosa kita

  • Memulihkan hubungan kita dengan Allah

  • Membuka jalan baru kepada kekudusan

Keyakinan akan pengampunan ini bukan membuat kita bebas berdosa, tetapi justru mendorong kita hidup dalam kekudusan. Karena kita telah dikuduskan, maka kita pun dipanggil untuk:

  • Meninggalkan pola hidup lama (bdk. 2Kor. 5:17)

  • Hidup untuk kemuliaan Allah (bdk. Kol. 3:17)

  • Menjadi kesaksian nyata di tengah dunia


🕊️ Refleksi

Ketika Anda merenungkan karya Kristus:

  • Apakah Anda masih terikat rasa bersalah dan masa lalu?

  • Apakah Anda sungguh hidup sebagai orang yang telah diampuni dan dikuduskan?

Kristus tidak hanya menyelamatkan kita, tetapi juga memberi kita identitas baru sebagai anak-anak Allah. Mari kita hidup seturut dengan anugerah besar itu.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah menjadi kurban yang sempurna, satu kali untuk selamanya.
Ampunilah kami jika kami masih sering terjebak dalam rasa bersalah dan hidup yang lama.
Tolong kami untuk hidup dalam kekudusan dan mempersembahkan hidup kami bagi kemuliaan-Mu.
Biarlah kasih karunia-Mu terus mengubah kami dari hari ke hari.
Amin.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 22 Juni 2025

Share:

📘 Naik Kelas

 

"Naik Kelas" mengajak kita melalui firman Tuhan untuk bertumbuh dalam iman, meninggalkan hal-hal lama, dan melangkah ke tingkat rohani yang lebih dewasa.

Ibrani 9:11-28


“...Kristus telah datang sebagai Imam Besar ... dan telah mendapatkan penebusan yang kekal.”
(Ibrani 9:11-12, ringkasan)


🎓 Tanda Pertumbuhan Iman

Setiap kali murid naik kelas, ia menanggalkan buku-buku lama dan mulai belajar hal-hal baru yang lebih menantang. Proses ini menandai pertumbuhan dan kemajuan dalam perjalanan pendidikannya.

Demikian pula dalam kehidupan iman, kita dipanggil untuk naik kelas—meninggalkan kefahaman lama yang terbatas, dan melangkah dalam pemahaman yang lebih dalam tentang kasih karunia dalam Kristus. Kitab Ibrani menjelaskan bahwa Perjanjian Lama dengan segala ritusnya memiliki banyak keterbatasan:

  • Bergantung pada manusia berdosa (ay. 11, 24)

  • Memberi pelepasan sementara (ay. 12)

  • Hanya menyucikan secara lahiriah (ay. 13)

  • Mengharuskan kurban berulang (ay. 15–18, 25–26)

Namun kini, Kristus hadir sebagai Imam Besar Agung, mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban sempurna, satu kali untuk selamanya. Melalui darah-Nya, kita menerima penebusan yang kekal (ay. 12, 26).


🙌 Ibadah yang Relasional

Perjanjian Baru bukan sekadar menggantikan Perjanjian Lama, tapi membawa kita kepada hubungan yang lebih dalam dan nyata dengan Allah yang hidup. Ibadah bukan lagi sekadar ritual, tetapi relasi yang hidup. Ini tercermin dalam:

  1. Bebas dari belenggu aturan lahiriah
    Kita beribadah bukan karena kewajiban, tapi karena kerinduan.

  2. Mengenali dosa dan bertobat
    Kristus menyucikan hati nurani kita agar kita layak berjumpa dengan Allah (ay. 14, 26).

  3. Menerima warisan kekal oleh kasih karunia
    Bukan karena usaha atau jasa kita, tetapi karena anugerah Allah (ay. 15–18, 28).


✝️ Naik Kelas dalam Iman

“Naik kelas” dalam iman berarti meninggalkan cara hidup yang lama dan menjalani hidup baru bersama Kristus. Dia adalah:

  • Imam Besar kita—yang menjadi pengantara dan pembela kita

  • Kurban yang kekal—yang menyucikan kita dari segala dosa

Dalam Dia, kita memiliki jaminan keselamatan kekal bukan hanya untuk masa depan, tapi juga untuk menjalani hidup yang bermakna hari ini.


🔍 Refleksi

Siapa yang memimpin hidup kita hari ini?
Apakah kita masih hidup dalam sistem iman yang penuh beban dan ketakutan?
Ataukah kita sudah naik kelas—hidup dalam kasih karunia, dalam relasi pribadi dengan Kristus?


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah mempersembahkan diri-Mu sebagai kurban pendamaian yang sempurna.
Tolong kami untuk terus bertumbuh dalam iman, meninggalkan hal-hal lama, dan hidup dalam relasi yang benar dengan-Mu.
Biarlah hidup kami menjadi bukti nyata dari kasih karunia dan keselamatan yang telah Engkau berikan.
Amin.

Share:

✝️ Yesus Kurban Pendamai


 Ibrani 9:1–14

“Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar … Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus … dan telah mendapatkan penebusan yang kekal.”
(Ibrani 9:11-12)


🕊️ Pendamaian yang Sempurna

Dalam Perjanjian Lama, Kemah Suci dibagi menjadi dua bagian: Tempat Kudus dan Tempat Mahakudus. Hanya imam besar yang boleh masuk ke Tempat Mahakudus, itupun hanya setahun sekali, membawa darah korban untuk menyucikan dirinya dan seluruh bangsa (ay. 7-10). Sistem ini menunjukkan bahwa dosa adalah pemisah antara manusia dan Allah—bahwa akses kepada Allah tidak bisa sembarangan, tetapi melalui darah dan pengudusan.


✝️ Kristus: Imam Besar Sekaligus Kurban

Yesus Kristus datang sebagai Imam Besar yang sejati, tetapi juga sekaligus kurban pendamaian itu sendiri. Ia tidak mempersembahkan darah binatang, tetapi mempersembahkan diri-Nya—satu kali untuk selamanya. Tirai pemisah yang dulu menghalangi umat memasuki hadirat Allah tersobek saat Yesus wafat di salib (lih. Mat. 27:51), menandakan bahwa akses kepada Allah kini terbuka bagi setiap orang percaya.

Kini, kita tidak lagi datang kepada Allah dengan rasa takut, tetapi dengan syukur, kasih, dan sukacita. Ibadah kita bukan sekadar mengikuti ritual, tetapi merupakan relasi langsung yang hidup bersama Allah yang kudus, karena Kristus telah membuka jalan.


🔄 Hidup Baru dalam Kristus

Jika Yesus telah menyerahkan hidup-Nya bagi kita, maka tanggapan kita seharusnya bukan kembali hidup dalam dosa. Kita dipanggil untuk hidup dalam pertobatan, meninggalkan cara hidup yang lama, dan menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah.

Karena itu, mari:

  • Jangan terikat hanya pada rutinitas agama atau formalitas ibadah,

  • Tapi bangunlah relasi yang sejati dan dalam dengan Allah.

Melalui Kristus, kita memperoleh pengampunan dan penebusan yang kekal. Hidup kita kini menjadi tempat ibadah sejati: tubuh, hati, dan jiwa yang mempersembahkan pujian kepada-Nya.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah menjadi Kurban Pendamaian bagi dosa kami.
Ampunilah kami bila selama ini kami menjalani ibadah hanya sebagai kewajiban.
Tolong kami untuk mengalami relasi yang hidup dan sejati dengan-Mu.
Pimpinlah kami agar hidup kami menjadi persembahan yang berkenan bagi Allah.
Biarlah hidup kami menyatakan kasih dan pengampunan-Mu di tengah dunia ini.
Amin.

Share:

💖 Hadirkan Kasih-Nya

"Hadirkan Kasih-Nya" mengajak kita melalui firman Tuhan untuk menjadi saluran kasih Allah dalam perkataan, tindakan, dan sikap kepada sesama setiap hari.

Ibrani 8:1–13


“Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.”
(Ibrani 8:10)


🌟 Perjanjian Baru: Kasih yang Hidup

Kitab Ibrani menegaskan bahwa Yesus Kristus membawa Perjanjian Baru yang jauh lebih sempurna dari yang lama. Ia bukan imam biasa yang melayani di tempat buatan tangan manusia, melainkan Imam Besar agung yang melayani di tempat kudus surgawi—kemah sejati yang dibuat oleh Allah sendiri (ay. 1-2).

Bukan hanya tempat pelayanan-Nya yang lebih mulia, tetapi korban yang dibawa-Nya juga sempurna. Ia tidak mempersembahkan darah binatang, melainkan mengorbankan diri-Nya sendiri—tindakan kasih yang tiada banding.


Allah Menulis Hukum-Nya dalam Hati

Melalui Kristus, Allah tidak lagi hanya berbicara kepada manusia melalui hukum yang tertulis di loh batu, tetapi kini Ia menaruh hukum-Nya langsung dalam hati dan pikiran umat-Nya (ay. 10). Ini adalah relasi yang mendalam—hubungan antara Allah dan umat yang tidak hanya berdasar aturan, tetapi berakar pada kasih.


🔥 Persembahan Hidup bagi-Nya

Karena Kristus telah memberikan segalanya, hidup kita pun sepatutnya menjadi persembahan yang hidup. Kita telah ditebus dari dosa bukan untuk hidup bagi diri sendiri, melainkan untuk menyatakan kasih dan kemuliaan-Nya dalam segala sesuatu yang kita lakukan.

Tantangan bagi kita adalah:

  • Apakah kasih Kristus tercermin dalam hidup kita sehari-hari?

  • Sudahkah kita memberikan waktu, tenaga, dan hati untuk mengasihi dan membantu sesama?


🌿 Menghadirkan Kasih Kristus

Ketika kita bersedia mengorbankan kenyamanan demi menolong yang lemah, ketika kita memberi tanpa pamrih, mengampuni, mendoakan, dan menyemangati orang lain—saat itulah kasih Kristus hadir lewat hidup kita.

Dunia membutuhkan terang kasih-Nya. Jangan tunggu keadaan sempurna untuk menjadi berkat. Dalam keterbatasan pun, kasih bisa dihadirkan. Biarlah hidup kita menjadi alat yang Allah pakai untuk menyatakan kasih-Nya.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah mengikat Perjanjian Baru dengan kasih yang kekal.
Tulis hukum-Mu dalam hatiku, supaya aku hidup menyenangkan-Mu.
Pakailah hidupku untuk menyatakan kasih-Mu di tengah dunia ini.
Ajarku untuk rela berkorban, mengasihi dengan tulus, dan melayani dengan sukacita.
Biarlah hidupku menjadi persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan bagi-Mu.
Amin.

Share:

🙌 Ada yang Lebih Tinggi

 

Ibrani 7:11–28


“Ia sanggup menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah, sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.”
(Ibrani 7:25)


⚖️ Ketidaksempurnaan Sistem Lama

Kitab Ibrani menunjukkan dengan jelas: keimaman Lewi tidak mampu membawa manusia kepada kesempurnaan. Sekuat apa pun usaha mereka dalam menjalankan aturan dan persembahan korban, semuanya masih berada dalam batas-batas manusia. Imam-imam itu sendiri adalah orang-orang berdosa yang juga membutuhkan pengampunan. Maka muncul pertanyaan penting: adakah jalan yang lebih tinggi menuju kesempurnaan dan keselamatan?

Jawabannya adalah: Yesus Kristus. Ia hadir bukan mengikuti jejak keimaman Lewi, tetapi menurut peraturan Melkisedek—keimaman yang tidak berbasis garis keturunan, melainkan berdasarkan hidup yang kekal dan tak terbinasakan (ay. 16).


👑 Yesus: Imam Besar yang Kekal dan Kudus

Yesus bukan hanya pengantara yang lebih tinggi. Ia sempurna, tidak bercela, kudus, kekal, dan senantiasa hidup. Ia bukan imam yang perlu mempersembahkan korban berulang kali, sebab Ia telah mempersembahkan diri-Nya sendiri satu kali untuk selama-lamanya. Di dalam Dia, kita memiliki Imam Besar yang benar-benar bisa menyelamatkan kita secara sempurna (ay. 25).

Kita semua memiliki keterbatasan—baik dalam pelayanan, pekerjaan, maupun kehidupan rohani. Bahkan orang paling terampil pun tak luput dari kelemahan. Tanpa Kristus, kita hanya debu yang diberi napas. Maka jangan pernah menyandarkan hidup pada kehebatan diri sendiri.


🌿 Karya Kita, Namun Allah yang Mengerjakan

Ketika Allah memberi kita talenta dan tugas, Ia juga memberi kasih karunia untuk menyelesaikannya. Maka setiap pelayanan, pekerjaan, dan pengabdian bukanlah demi kebanggaan pribadi, melainkan sebagai bentuk penyembahan kepada Allah yang lebih tinggi dari segalanya.

Yesus, Sang Imam Kekal, menjadi Pengantara yang tak pernah berhenti memperjuangkan kita di hadapan Bapa. Dia tak hanya menjadi penghubung, tapi juga teladan, sumber kekuatan, dan jaminan pengharapan.


🔍 Refleksi: Siapa yang Kita Andalkan?

  • Apakah aku masih menyombongkan pencapaian dan kemampuan diri sendiri?

  • Sudahkah aku melihat bahwa semua hal baik yang aku lakukan hanya mungkin karena Kristus menopangku?

  • Apakah aku sudah meletakkan kepercayaanku sepenuhnya pada Imam Besar yang hidup kekal?


🙏 Doa 

Tuhan Yesus, Imam Besar yang kekal,
Engkaulah yang lebih tinggi dari semua kekuatan dan kemuliaan manusia.
Ajarku untuk selalu mengandalkan-Mu dan bukan kekuatanku sendiri.
Ketika aku melayani, bekerja, dan hidup, biarlah semua yang kulakukan bersumber dari kasih karunia-Mu.
Bimbing aku agar tetap rendah hati, tetap taat, dan tetap bergantung pada-Mu.
Karena hanya di dalam Engkau ada keselamatan yang sempurna.
Amin.

Share:

Respons dari Sebuah Berkat

Ibrani 7:1-10

Ketika seseorang menerima sesuatu yang tak pernah diharapkan sebelumnya, hal itu patut disyukuri sepenuh hati. Abraham tidak hanya memperoleh kemenangan dalam peperangan yang menguntungkan secara materi, tetapi juga menerima berkat rohani yang jauh lebih berharga. Berkat ini diberikan oleh Melkisedek, raja Salem yang juga menjabat sebagai imam Allah Yang Mahatinggi (1-2).  

Sikap Abraham dalam merespons berkat ini layak diteladani. Ia tidak merasa direndahkan, melainkan justru menunjukkan rasa syukur dengan memberikan persepuluhan dari hasil rampasan perangnya yang terbaik kepada Melkisedek (4). Tindakan ini membuktikan bahwa Abraham adalah pribadi yang tahu menghargai anugerah. Dengan mempersembahkan yang terbaik, ia mengakui bahwa Melkisedek, sebagai pemberi berkat, memiliki kedudukan lebih tinggi darinya (7).  

Kedudukan imam besar sangat dihormati dalam tradisi Yahudi. Imam besar dipilih secara khusus oleh Allah dari suku Lewi dan memiliki hak istimewa untuk masuk ke Tempat Mahakudus guna memohon pengampunan dosa. Keistimewaan Melkisedek terletak pada fakta bahwa ia menjadi imam meski bukan berasal dari keturunan Lewi.  

Karena Yesus Kristus adalah Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr. 7:17; bandingkan Mzm. 110:4), sudah sepatutnya kita menghormati-Nya dengan penuh syukur. Memberikan persepuluhan adalah bentuk respons kita atas berkat yang telah Allah berikan. Kisah Abraham dan Melkisedek mengajarkan pentingnya memberikan yang terbaik kepada Allah dan menghargai pemimpin rohani. Dalam kehidupan sehari-hari, memberi dengan tulus dan sukarela adalah wujud syukur dan kepercayaan kita kepada Allah. Oleh karena itu, marilah senantiasa bersyukur atas pengampunan, penyertaan, dan berkat-Nya yang tak terhingga.

Doa Penutup

Ya Allah, Bapa yang penuh kasih,
Kami bersyukur atas setiap berkat yang Engkau berikan, baik yang kami harapkan maupun yang datang sebagai anugerah tak terduga. Ajarlah kami seperti Abraham, yang dengan rendah hati dan penuh syukur mempersembahkan yang terbaik sebagai tanda hormat kepada-Mu. 
Tolong kami untuk selalu menghargai pemimpin rohani yang Engkau tempatkan dalam hidup kami. Mampukan kami memberi dengan tulus, bukan karena paksaan, tetapi sebagai respons atas kebaikan-Mu yang tak berkesudahan.
Yesus, Imam Besar kami menurut peraturan Melkisedek, terima kasih untuk pengampunan dan penyertaan-Mu. Bentuklah hati kami menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur, mengandalkan-Mu dalam segala hal.
Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.