Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar: gema sauara ilahi
Tampilkan postingan dengan label gema sauara ilahi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gema sauara ilahi. Tampilkan semua postingan

HATI YANG MELEKAT

 *Dinamika hidup ilahi ditentukan oleh kualitas hubungan kita dengan Tuhan, yaitu sejauh mana hati kita melekat kepada-Nya.

#* Karena itu, pikiran kita harus senantiasa tertuju kepada Tuhan. Tentu, kita tetap harus menyediakan waktu untuk keluarga, pekerjaan, dan tanggung jawab lainnya, tetapi fokus utama hidup kita adalah Tuhan, hingga hal itu menjadi ritme yang tetap dalam kehidupan.

#Memang, waktu kita banyak tersita oleh pekerjaan dan upaya mencari nafkah. Namun, pasti ada celah waktu untuk memiliki “me time” bersama Tuhan, dan itulah yang harus menjadi prioritas. Kita perlu berani mengorbankan tontonan yang tidak bermanfaat, serta pertemuan-pertemuan yang tidak membangun, agar hidup kita digarami oleh kehadiran Tuhan. Barulah kita dapat berkata: “Tuhan dan Kerajaan-Mu adalah segenap hidupku.”

# Sekiranya kita diberi usia hidup seribu tahun dan menjalani kehidupan dengan kebiasaan seperti ini, mungkin belum tentu cukup untuk mengenal dan mengalami Allah yang tidak terbatas. Apalagi kita hanya memiliki waktu hidup sekitar 70 hingga 100 tahun. Memang, terkadang kita merasa belum sungguh-sungguh mengalami Tuhan, padahal kita telah berusaha dengan segenap hati untuk mencari-Nya. Kita juga kerap merasa pertumbuhan rohani kita sangat lambat. Secara jujur, perasaan tersebut bisa membuat kita menjadi tawar hati.

#Di sinilah dibutuhkan ketekunan dan kesabaran. Kita harus tetap mencari Tuhan. Apalagi ketika kita berada dalam kondisi sulit, dan seolah-olah Tuhan tidak peduli terhadap pergumulan hidup kita—padahal kita sudah berusaha hidup suci, berdoa, bahkan berpuasa. Namun, keadaan hidup kita tetap tampak berantakan, dan Tuhan seakan menutup mata terhadap permasalahan kita. Dalam situasi seperti ini, kita dituntut untuk tetap tekun. Ini merupakan bagian dari proses pendewasaan rohani.

#  Karena itu, kita harus berani mempercayai bahwa hanya Tuhan yang benar-benar berharga. Tidak ada yang lebih bernilai dibandingkan Tuhan. 

#Jika kita mencermati tokoh-tokoh besar dalam Alkitab, sering kali Tuhan membawa mereka kepada kondisi-kondisi yang sangat kritis. Orang-orang besar pasti mengalami hal ini. Misalnya: Abraham harus menunggu kelahiran anaknya selama 25 tahun, lalu diperintahkan untuk mempersembahkan Ishak. Yusuf dijerumuskan ke dalam sumur, lalu ke penjara, atas tuduhan palsu. Musa harus menghadapi Laut Kolzum dengan bukit di kiri-kanannya dan laut di hadapannya. Daniel harus masuk ke gua singa. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego harus menghadapi dapur api yang menyala-nyala. Mereka adalah pribadi-pribadi besar, kekasih TUHAN, yang pada akhirnya akan bersama Yang Mahabesar dan Mahamulia, Elohim YAHWEH, di Kerajaan Surga.

#   Lalu, pertanyaannya: Apakah kita juga memiliki hak istimewa seperti mereka? Jawabannya: ya, tetapi hal itu bergantung pada kita. Tuhan pasti menyediakan opsi atau pilihan, namun bergantung pada seberapa besar keberanian kita untuk membayar harga dari pilihan itu. Maka dari itu, kita harus memiliki jiwa nekat secara rohani, bukan nekat buta, tetapi nekat yang lahir dari kerinduan untuk memilih yang terbaik.

# dinamika hidup anak-anak Allah yang berjalan bersama Tuhan sejak di bumi akan berlanjut di dalam kekekalan.

Hikmat Yang Saya dapatkan dari perenungan hari ini.

DINAMIKA HIDUP ILAHI DITENTUKAN OLEH KUALITAS HUBUNGAN KITA DENGAN TUHAN, YAITU SEJAUH MANA HATI KITA MELEKAT KEPADA-NYA.

Pokok Doa:

Puji syukur atas kuasa Tuhan yang melampaui segala kuasa, dan mohon penyertaan-Nya yang melindungi kita senantiasa.

Mengalir dalam kehidupan kita semua. Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu Studi mu. Tokomu Usaha mu. Kantor mu, MOU mu, Pelanggan mu Rumah mu. Keluargamu. Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendampingmu 

Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami.. saya sadar bertambahnya hari harimu . Bertambahnya juga hikmat ku, supaya kami tetap kuat dan selalu ada terobosan  dan proses  untuk sukses

Share:

Marah Tidak Menguntungkan

Lukas 9:51-56

Setiap orang bisa marah. Ada yang marah karena niat baiknya tidak mendapat tanggapan positif, ada pula yang marah karena merasa diperlakukan tidak adil. Perasaan ini wajar, tetapi yang sering menjadi masalah adalah tindakan yang menyusul setelahnya. Tidak jarang, kemarahan membuat seseorang mengutuk, mengancam, bahkan berdoa agar Tuhan menghukum orang yang membuatnya marah.

Kisah serupa terjadi pada Yakobus dan Yohanes. Mereka begitu marah kepada orang-orang Samaria di sebuah desa hingga meminta persetujuan Yesus untuk memanggil api dari langit dan membinasakan mereka (ay. 54). Kemarahan ini dipicu oleh penolakan orang-orang Samaria ketika Yesus ingin melewati desa mereka menuju Yerusalem (ay. 53).

Bagi kita, alasan ini mungkin terdengar membingungkan. Namun, pada masa itu hubungan orang Yahudi dan orang Samaria memang penuh ketegangan (Yoh. 4:9). Orang Yahudi beribadah di Yerusalem, sedangkan orang Samaria di Gunung Gerizim (Yoh. 4:20). Maka, penolakan terhadap Yesus—yang adalah orang Yahudi—saat Ia hendak melewati wilayah mereka menuju Yerusalem bisa dianggap wajar dalam konteks hubungan kedua bangsa tersebut.

Meski demikian, marah sampai meminta Tuhan menghukum orang lain bukanlah sikap yang berkenan di hadapan-Nya. Sebelumnya, Yesus telah menegur murid-murid-Nya untuk tidak melawan mereka yang bukan musuh mereka (Luk. 9:50). Kini, Ia juga menegur mereka agar tidak mengutuk sekalipun kepada orang yang menolak Dia (ay. 55).

Kemarahan yang mendorong kita untuk mengutuk hanya membuat kita terjebak pada kepentingan diri sendiri dan bersikeras mempertahankan hal-hal yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Ia tidak menghendaki pembelaan dengan amarah. Sebaliknya, Yesus mengajar, “Kasihilah musuh-musuhmu” (Luk. 6:27).

Kiranya kita saling mendoakan, agar setiap orang mampu saling memahami dan bersama-sama mencari solusi dalam damai.

Share:

🙏 Sekadar Takjub atau Sungguh Mengerti?

 
Renungkan firman Tuhan: Apakah kita hanya sekadar takjub, atau sungguh mengerti dan menghidupi kebenaran-Nya dalam kehidupan setiap hari?

"Dengarkan dan camkanlah segala perkataan-Ku ini..."
— Lukas 9:44

🤩 Takjub, Tapi Tidak Mengerti

Yesus baru saja melakukan mukjizat luar biasa—mengusir roh jahat dari seorang anak. Orang banyak takjub. Mereka kagum dan heran akan kuasa Allah.

Namun menariknya, di tengah kekaguman orang banyak, Yesus tidak merayakan pujian mereka. Justru Ia berkata sesuatu yang tidak sesuai dengan suasana hati mereka:

“Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”

Mengapa Yesus berbicara soal penderitaan di tengah perayaan dan kekaguman?

Karena takjub bukanlah tanda iman yang sejati.

🎯 Dari Takjub ke Pemahaman

Yesus mengajak para murid—dan juga kita—untuk naik satu level dalam relasi kita dengan Dia.
Bukan sekadar kagum dengan karya-Nya, tetapi mengerti maksud dan jalan-Nya, termasuk penderitaan salib.

Ini adalah ajakan untuk mendengar lebih dalam, merenungkan lebih sungguh, dan memahami kehendak-Nya meski itu tidak selalu menyenangkan atau sesuai ekspektasi kita.

❓Refleksi: Bagaimana Kita Merespons Firman?

  • Apakah kita hanya menikmati bagian-bagian firman yang menghibur dan menguatkan, tetapi enggan menyelami bagian yang menantang dan menyakitkan?

  • Apakah kita berani bertanya dan mencari tahu ketika tidak mengerti, atau hanya diam dan akhirnya lupa?

  • Apakah kita hanya terpesona oleh kuasa-Nya, tapi tidak benar-benar mengenal hati-Nya?

🌱 Iman yang Bertumbuh adalah Iman yang Mau Belajar

Iman yang sejati tidak berhenti di perasaan takjub.
Iman sejati bertumbuh lewat pemahaman, ujian, dan ketaatan dalam kehidupan nyata.

Para murid waktu itu memang belum mengerti, karena waktunya belum tiba. Tapi yang menyedihkan adalah:

“Mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu.” (ay. 45)

Jangan diam dalam kebingungan.
Bertanyalah kepada Tuhan. Carilah hikmat-Nya. Ia tidak pernah menolak mereka yang haus akan kebenaran-Nya.

✨ Mari Belajar Mengerti

Iman bukan hanya soal merasa baik, melainkan mengerti siapa Tuhan, apa yang Dia kehendaki, dan bagaimana kita hidup di dalam-Nya.

➡ Jadilah murid yang tidak hanya “terpukau”, tetapi “terbuka”.
➡ Beranilah mendekat kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, ajari aku memahami jalan-Mu.”
➡ Dengarkan firman bukan sekadar sebagai hiburan rohani, tapi sebagai arah hidup.

🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, sering kali kami terpukau akan kuasa dan karya-Mu, tapi lambat memahami isi hati-Mu.
Ampunilah kami yang hanya ingin hal-hal menyenangkan, namun enggan mendengar tentang salib.
Ajari kami untuk menjadi murid-Mu yang peka, yang tidak hanya takjub, tetapi juga mengerti dan taat.
Kami rindu mengenal-Mu lebih dalam, dan hidup dalam firman-Mu setiap hari. Amin.

Share:

Bukan Orang Sembarangan

Imamat 8

Allah sendiri memilih Harun bersama anak-anaknya untuk menjadi imam. Walaupun demikian, mereka masih harus melewati beberapa tahapan sebelum secara resmi menerima jabatan tersebut.

Pada perikop ini, dijelaskan bahwa mereka harus melalui proses pembasuhan (6), pengenaan pakaian khusus (7-9, 13), upacara pengudusan (10-11), pengurapan (12), serta penumpangan tangan atas kurban (14, 18, 22) dan percikan minyak urapan serta darah (30).

Selain itu, mereka juga harus memakan daging kurban dan roti persembahan hingga habis (31-32) serta menetap di Kemah Pertemuan selama tujuh hari (33). Bagi kita, ini mungkin tampak rumit dan merepotkan, tetapi inilah "firman yang diperintahkan TUHAN" (5, 36).

Tanggung Jawab Pelayan Tuhan

Dari kisah ini, kita belajar bahwa tugas sebagai imam bukanlah tugas biasa. Tugas yang kudus harus dilaksanakan oleh orang-orang yang telah dikuduskan pula. Mereka bukan hanya orang yang dipilih Allah, tetapi juga harus menjalani proses yang telah ditetapkan oleh-Nya dengan ketaatan penuh.

Saat ini, kita juga adalah pelayan-pelayan Tuhan. Perlu disadari bahwa pelayanan bukan sekadar pilihan kita sendiri, tetapi panggilan Tuhan atas hidup kita. Bedanya, tahap-tahap yang harus kita lalui sekarang bukan lagi soal upacara pengudusan, tetapi tentang bagaimana kita menjaga kekudusan hidup.

Sebagai orang yang dipilih Tuhan, kita harus memastikan bahwa:

  1. Perkataan kita bersih – berbicara dengan kasih dan kebenaran.
  2. Cara berpakaian kita sopan – mencerminkan penghormatan terhadap tubuh yang adalah bait Allah.
  3. Perilaku kita benar – bertindak dengan jujur, adil, dan penuh kasih.
  4. Sikap kita rendah hati – tidak mencari kehormatan diri, tetapi memuliakan Tuhan.

Menjadi pelayan Tuhan bukanlah hal yang sembarangan. Kita adalah orang pilihan Tuhan yang dikuduskan-Nya untuk melaksanakan kehendak-Nya. Oleh karena itu, marilah kita hidup dengan penuh kesadaran akan panggilan ini dan tetap menjaga kekudusan dalam setiap aspek kehidupan kita.

Doa

_Tuhan yang kudus dan penuh kasih, terima kasih karena Engkau telah memilih kami untuk menjadi pelayan-Mu. Kami sadar bahwa ini bukan karena kehebatan kami, tetapi karena kasih dan anugerah-Mu.

Tolong kami untuk menjaga hidup kami tetap kudus dan berkenan di hadapan-Mu. Biarlah perkataan, sikap, dan perbuatan kami mencerminkan kemuliaan-Mu. Ajarlah kami untuk hidup dalam ketaatan, rendah hati, dan penuh kasih, sehingga setiap orang yang melihat kami dapat melihat Engkau di dalam kami.

Kami serahkan seluruh pelayanan dan kehidupan kami ke dalam tangan-Mu. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin._

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.