Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar: sabda allah
Tampilkan postingan dengan label sabda allah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sabda allah. Tampilkan semua postingan

Allah Memelihara Orang yang Tak Bersalah

Allah bukan hanya adil, tetapi juga penuh kasih. Enam kota perlindungan disediakan agar orang yang membunuh tanpa sengaja tidak langsung dibalas dengan kematian. Di sana, mereka aman sampai mendapat pengadilan yang adil.

Keadilan Allah tidak tergesa-gesa menghukum. Ia memberi ruang untuk kebenaran terungkap, agar orang yang tidak bersalah tidak diperlakukan seperti orang jahat. Itulah kasih Allah — melindungi, bukan membinasakan.

Hidup ini pun kadang menuduh kita tanpa alasan. Namun, Allah tahu hati yang bersih. Ia menjadi tempat perlindungan kita ketika kita tidak dimengerti atau disalahpahami.

Mari belajar dari kota perlindungan ini: Allah selalu menyediakan tempat aman bagi orang yang tulus. Datanglah kepada-Nya — Dialah perlindungan sejati bagi setiap orang yang tidak bersalah. 🙏

Share:

Renungan Harian " Pemeliharaan Allah terhadap Hamba-Nya "

Allah tidak pernah menugaskan tanpa memelihara. Suku Lewi memang tidak menerima tanah pusaka, tetapi Allah menyediakan kota-kota untuk mereka tinggali, lengkap dengan tanah penggembalaan. Mereka melayani Tuhan, dan Tuhan sendirilah yang menjadi bagian mereka.

Pemeliharaan Allah nyata — bukan hanya dalam bentuk makanan atau tempat tinggal, tetapi juga jaminan hidup bagi mereka yang melayani-Nya. Allah menggerakkan umat untuk berbagi agar pelayanan tetap berjalan.

Begitu pula hari ini. Allah tetap setia memelihara setiap hamba-Nya — para pelayan, gembala, dan pekerja-Nya — melalui cara-cara yang sering kali sederhana, tetapi penuh kasih. Ia tahu kebutuhan kita bahkan sebelum kita memintanya.

Mari percaya, bahwa setiap panggilan yang datang dari Allah selalu disertai dengan pemeliharaan yang cukup dari-Nya. Tuhan tidak pernah lalai menjaga hamba-hamba-Nya. 🙏

Share:

Renungan Harian " Kepemimpinan yang Majemuk "

Allah mengajarkan bahwa keadilan dan keseimbangan dalam kepemimpinan lahir dari kebersamaan yang majemuk. Saat membagikan tanah Kanaan, Tuhan tidak hanya melibatkan Musa dan Yosua, tetapi juga Eleazar sang imam dan satu pemimpin dari tiap suku Israel. Semua diajak terlibat agar setiap suku merasa dihargai dan tidak ada yang diabaikan.

Kepemimpinan yang majemuk mencerminkan hikmat Allah. Ia tahu bahwa perbedaan bukan penghalang, tetapi sarana untuk menghadirkan keadilan. Melalui kebersamaan, keputusan menjadi lebih bijak dan diterima oleh semua pihak.

Dalam gereja maupun organisasi, kita pun dipanggil untuk membangun kepemimpinan yang melibatkan banyak suara — tua dan muda, laki-laki dan perempuan, dari latar yang beragam. Saat semua merasa didengar, keharmonisan pun terjaga.

Mari belajar dari Tuhan yang menghargai setiap bagian tubuh Kristus. Kepemimpinan yang majemuk bukan sekadar strategi manusia, melainkan cerminan keadilan dan kasih Allah yang bekerja di tengah umat-Nya. 🤝

Share:

Jangan Remehkan Rutinitas

Hidup tidak selalu diisi dengan peristiwa besar dan ajaib. Sebagian besar waktu kita justru dipenuhi oleh hal-hal yang tampak biasa—pekerjaan harian, tanggung jawab keluarga, rutinitas pelayanan. Namun, jangan remehkan hal-hal kecil itu, sebab Allah sering bekerja melalui yang biasa untuk membentuk iman kita.

Bangsa Israel juga mengalami hal serupa. Dalam perjalanan 40 tahun di padang gurun, Allah memerintahkan Musa mencatat setiap tempat persinggahan mereka. Banyak nama tempat yang tidak terkenal, namun semuanya penting—karena di sanalah Allah menyertai, menegur, dan memproses umat-Nya.

Begitu pula dengan kita. Allah hadir bukan hanya di “Ramses” dan “Laut Teberau” kehidupan kita—momen besar dan menakjubkan—tetapi juga di “Mara” dan “Elim” kita, di tengah rutinitas yang terasa biasa. Setiap hari adalah bagian dari karya besar Allah membentuk karakter dan iman kita.

Jadi, jangan remehkan rutinitas. Di balik hal-hal sederhana yang kita jalani hari ini, Allah sedang bekerja mempersiapkan kita bagi rencana-Nya yang mulia. 🌅

Share:

Renungan Harian🌾 Semua Menikmati Hasil Jerih Payah

 

📖 Ayat Renungan:

“Sebab seorang menerima upah dari jerih payahnya.”
Pengkhotbah 3:13b


Biasanya, orang yang bekerja keraslah yang menikmati hasil jerih payahnya. Namun, firman Tuhan hari ini mengajarkan sesuatu yang lebih dalam: Allah ingin agar berkat yang diperoleh juga dinikmati oleh mereka yang turut mendukung, meski tidak terlibat langsung.

Dalam Bilangan 31, ketika bangsa Israel menang atas orang Midian, mereka memperoleh banyak jarahan. Allah kemudian memerintahkan agar hasil itu dibagi dua:

  • Setengah untuk para prajurit yang berperang.

  • Setengah lagi untuk seluruh umat Israel yang tinggal di perkemahan (ayat 27).

Namun, pembagian itu tidak berhenti di situ. Dari bagian prajurit, sebagian kecil diberikan kepada para imam sebagai persembahan khusus kepada TUHAN (ayat 28–29). Dari bagian umat Israel, sebagian juga diberikan kepada orang Lewi yang melayani di Kemah Suci (ayat 30).

Dengan kata lain, semua orang mendapat bagian—yang berperang, yang melayani, dan yang menantikan di perkemahan. Allah ingin mengingatkan bahwa kemenangan dan keberhasilan bukan hanya hasil kerja satu pihak saja, tetapi hasil kerjasama seluruh komunitas umat Allah.

Prinsip ini juga berlaku bagi kita. Dunia sering menilai keberhasilan berdasarkan siapa yang bekerja paling keras atau paling terlihat. Namun Allah melihat lebih luas. Ia tahu bahwa di balik setiap keberhasilan, ada banyak tangan yang ikut menopang: keluarga yang berdoa, rekan kerja yang mendukung, teman yang memberi semangat, atau gereja yang menuntun dalam doa.

Maka, ketika kita menerima berkat dari hasil kerja kita, mari belajar untuk berbagi.
Berbagi dengan mereka yang mendukung kita, dan mempersembahkan sebagian bagi pekerjaan Tuhan di gereja. Sebab setiap keberhasilan sejatinya adalah kerja bersama, dan semua kemuliaan tetap milik Allah.

Renungkanlah hari ini:

Apakah aku sudah belajar berbagi dari apa yang Tuhan percayakan kepadaku?
Sudahkah aku mengucap syukur dengan memberi kembali kepada Tuhan dan sesama?

🙏 Doa Penutup:
Tuhan, terima kasih untuk setiap berkat dan keberhasilan yang Kau izinkan kualami. Ajar aku untuk tidak menyimpannya bagi diriku sendiri, tetapi membagikannya dengan penuh kasih kepada sesamaku dan kepada-Mu melalui gereja-Mu. Biarlah setiap hasil jerih payahku menjadi sarana untuk memuliakan nama-Mu.
Amin.

Share:

Renungan Harian 🌿 Jangan Menjadi Batu Sandungan












📖 Ayat Renungan:

“Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.”
Matius 18:7

Allah kita adalah Allah yang penuh kasih dan keadilan. Kasih-Nya begitu besar, tetapi Ia juga tidak tinggal diam ketika umat-Nya disesatkan atau disakiti. Karena itulah, dalam kisah Bilangan 31, Allah memerintahkan Musa untuk menuntut balas kepada orang Midian.

Setiap suku Israel mengirim seribu orang untuk berperang, dan mereka berhasil mengalahkan bangsa Midian. Lima raja mereka tewas, termasuk Bileam bin Beor—nabi yang dulu berusaha mengutuk Israel demi uang, tetapi gagal karena Allah melindungi umat-Nya.

Namun Bileam tidak berhenti di situ. Ia mencari jalan lain untuk menjatuhkan Israel: menasihati orang Midian agar memakai perempuan mereka untuk menyesatkan laki-laki Israel, hingga mereka menyembah Baal-Peor. Dan strategi itu berhasil. Banyak orang Israel jatuh ke dalam dosa, dan murka Allah pun menyala—24.000 orang tewas karena pelanggaran itu.

Allah menghukum bukan hanya mereka yang berdosa, tetapi juga mereka yang menjadi penyebab orang lain berdosa. Ia serius terhadap segala bentuk penyesatan, baik disengaja maupun tidak.

Yesus sendiri menegaskan bahwa lebih baik seseorang tenggelam di laut dengan batu kilangan di lehernya daripada membuat seorang kecil yang percaya kepada-Nya jatuh dalam dosa (Matius 18:6). Rasul Paulus pun mengingatkan agar kita berhati-hati, jangan sampai kebebasan kita menjadi batu sandungan bagi orang lain (1 Korintus 8:9).

Renungan ini mengajak kita merenung:
Apakah hidup kita menolong orang lain semakin mengenal Tuhan?
Ataukah sikap, perkataan, atau tindakan kita justru membuat orang lain menjauh dari-Nya?

Kadang tanpa sadar, komentar tajam, candaan yang menyinggung, atau perilaku yang tidak konsisten bisa membuat orang lain kecewa pada iman. Allah ingin kita hidup dengan hati yang lembut dan peka, agar melalui hidup kita, orang lain dapat melihat kasih Kristus yang nyata.

Jangan biarkan hidup kita menjadi batu sandungan, tetapi jadikanlah hidup kita batu pijakan yang menuntun orang lain semakin dekat kepada Allah.

🙏 Doa Penutup:
Tuhan Yesus, ajar aku untuk berhati-hati dalam setiap perkataan dan tindakanku. Jadikan hidupku cerminan kasih dan kebenaran-Mu, bukan batu sandungan bagi sesamaku. Biarlah melalui hidupku, orang lain semakin mengenal Engkau dan merasakan kasih-Mu yang nyata.
Amin.

Share:

Renungan Harian : Nazar dan Kepemimpinan Laki-laki

Nazar adalah janji pribadi yang diucapkan langsung kepada Allah — sebuah komitmen yang sakral. Ketika seorang laki-laki bernazar, ia bertanggung jawab penuh untuk menepatinya (ay. 1–2). Namun, bagi seorang perempuan, nazarnya baru berlaku jika ayah atau suaminya tidak melarangnya (ay. 3–8). Jika ia seorang janda atau perempuan yang telah diceraikan, maka nazarnya berlaku bagi dirinya sendiri (ay. 9).

Peraturan ini bukan soal membatasi, tetapi menegaskan tanggung jawab dan kepemimpinan dalam keluarga. Allah menempatkan laki-laki — baik ayah maupun suami — sebagai pemimpin rohani dalam rumah tangga, yang turut bertanggung jawab atas keputusan-keputusan penting, termasuk nazar yang diucapkan di hadapan Tuhan.

Nazar bukan sekadar janji biasa. Alkitab menegaskan,

“Tepatilah nazarmu kepada Allah. Lebih baik engkau tidak bernazar daripada bernazar tetapi tidak menepatinya.” (Pkh. 5:3–4)

Janji kepada Tuhan bukan sesuatu yang bisa ditarik kembali ketika situasi berubah. Karena itu, kita perlu berhati-hati sebelum mengucapkan nazar. Jangan sampai janji yang dibuat karena emosi sesaat justru menjadi beban yang berat, seperti yang pernah dialami Yefta (Hak. 11:29–40).

Nazar adalah wujud kesungguhan hati kita di hadapan Allah. Sekali kita bernazar dan Tuhan mengabulkan permohonan kita, maka janji itu harus ditepati. Melalui hukum tentang nazar ini, Tuhan juga mengingatkan kita tentang pentingnya kepemimpinan rohani laki-laki dalam keluarga — bukan sekadar otoritas, tetapi tanggung jawab untuk menuntun keluarga hidup dalam kehendak Tuhan.

Mari kita belajar menghargai nazar sebagai bentuk kasih dan komitmen kepada Allah. Bagi para laki-laki, jadilah pemimpin yang bijak — yang mendengar, menuntun, dan melindungi keluarga sesuai firman Tuhan.

Dan bagi kita semua, marilah kita mengingat: setiap kata yang keluar dari mulut kita di hadapan Tuhan memiliki nilai kekal. Karena itu, biarlah setiap janji kita menjadi bukti kasih, ketaatan, dan kesetiaan kepada-Nya.

Pokok Doa

Tuhan, terima kasih atas kuasa-Mu yang melampaui segalanya. Sertai kami dalam setiap langkah — dalam keluarga, pekerjaan, pelayanan, dan usaha kami. Kiranya berkat-Mu mengalir atas rumah tangga kami, anak cucu kami, serta setiap pekerjaan tangan kami. Tambahkan hikmat dan kekuatan agar kami hidup dalam pimpinan-Mu, menepati setiap janji, dan berjalan seturut kehendak-Mu.
Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.

Share:

Pengakuan yang Jujur

Dua penjahat disalibkan di sisi kanan dan kiri Yesus. Pemandangan itu menjadi pengingat bahwa Yesus, yang sama sekali tidak bersalah, diperlakukan seolah-olah Ia adalah seorang penjahat. Dunia menempatkan Dia di antara orang berdosa — padahal Dialah yang datang untuk menyelamatkan mereka.

Para pemimpin agama mengejek-Nya dengan sinis:

“Orang lain Ia selamatkan, biarlah Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri jika Ia benar Mesias, orang pilihan Allah!”
Prajurit-prajurit pun menambah hinaan dengan menawarkan anggur asam. Di atas kepala-Nya, mereka menulis, “Inilah Raja orang Yahudi” — tulisan yang mereka maksudkan sebagai ejekan, tapi sesungguhnya adalah kebenaran. Tanpa mereka sadari, mereka telah mengakui bahwa Yesus memang Raja — bukan hanya bagi orang Yahudi, tapi bagi seluruh dunia.

Di tengah olokan itu, dua suara terdengar dari salib di samping-Nya. Satu penjahat ikut menghina, sementara yang lain mulai menyadari siapa yang sedang disalib di tengah mereka. Dengan hati yang hancur, ia berkata,

“Kita memang pantas menerima hukuman ini, tetapi Ia tidak berbuat salah apa pun.”

Dalam kejujuran dan penyesalan itu, penjahat tersebut berani beriman,

“Yesus, ingatlah akan aku apabila Engkau datang sebagai Raja.”

Dan Yesus menjawab dengan kasih yang tak terbayangkan,

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”

Betapa luar biasanya kasih dan pengampunan Yesus. Di tengah penderitaan-Nya, Ia masih membuka pintu keselamatan bagi seorang berdosa yang jujur mengakui kesalahannya.

Kita pun diundang untuk memiliki hati seperti penjahat itu — hati yang berani mengakui dosa, menyesal, dan percaya bahwa Yesus sanggup mengampuni.
Tak ada dosa yang terlalu besar bagi-Nya, asalkan kita datang dengan kejujuran dan kerendahan hati.

Yesus adalah Raja yang penuh kasih. Ia tidak hanya berkuasa, tetapi juga rela mengampuni.
Pengakuan yang jujur membuka jalan bagi pengampunan dan hidup yang baru di dalam Dia.

Share:

Renungan Harian: Tangisilah Dirimu Sendiri

📖 Bacaan Alkitab:

Lukas 23:27–28

“Sejumlah besar orang mengikuti Yesus; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai putri-putri Yerusalem, janganlah menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu.’”

🌿 Renungan

Dalam perjalanan menuju Golgota, Yesus yang sudah lemah dan penuh luka diiringi oleh perempuan-perempuan Yerusalem. Mereka menangis melihat penderitaan yang menimpa-Nya — tubuh yang berlumur darah, langkah yang tertatih di bawah beban salib. Hati mereka hancur oleh belas kasihan, namun mereka tak kuasa berbuat apa-apa.

Namun di tengah tangisan itu, Yesus justru berhenti dan berkata,

“Janganlah menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri.”

Kata-kata ini begitu lembut, tetapi juga tajam dan penuh makna. Yesus tidak menolak belas kasihan mereka, tetapi Ia ingin mengarahkan air mata mereka ke tempat yang lebih tepat — bukan pada penderitaan-Nya, melainkan pada keadaan rohani mereka sendiri.

Yesus tahu bahwa salib bukan akhir, melainkan jalan menuju keselamatan. Ia sedang menjalankan rencana kasih Bapa untuk menebus dunia. Tetapi bangsa Israel, dengan hati yang keras dan penuh kesombongan, justru menolak Dia. Itulah yang sesungguhnya perlu ditangisi — dosa, keangkuhan, dan ketidaktaatan manusia.

Sahabat, sering kali kita pun menitikkan air mata atas hal-hal duniawi: kesedihan, kehilangan, atau kegagalan. Tetapi jarang sekali kita menangisi dosa kita sendiri — sikap hati yang jauh dari Tuhan, keangkuhan yang membuat kita merasa benar, atau kebiasaan berdosa yang kita biarkan tumbuh dalam diam.

Yesus memanggil kita hari ini dengan suara kasih yang sama:
“Jangan hanya menangisi penderitaan-Ku. Tangisilah dirimu — akui dosamu, bertobatlah, dan biarkan Aku memulihkanmu.”

Air mata pertobatan adalah tanda hati yang hidup. Ketika kita sungguh menyesal dan berbalik kepada Tuhan, Ia menyambut kita dengan pengampunan dan kasih yang tidak pernah habis.

Jadi, mari kita tangisi bukan karena rasa bersalah yang menekan, tetapi karena kasih Allah yang begitu besar telah menyelamatkan kita. Biarlah tangisan kita menjadi awal dari perubahan hidup, langkah menuju pemulihan, dan wujud kasih yang sejati kepada Tuhan Yesus yang sudah menebus kita dengan darah-Nya.

💭 Perenungan Pribadi

  • Apakah aku lebih sering menangisi penderitaanku, daripada dosa-dosaku sendiri?

  • Adakah bagian dalam hidupku yang masih keras dan belum mau diubahkan oleh Tuhan?

  • Hari ini, apa langkah kecil yang bisa aku ambil untuk bertobat dan mendekat kepada Yesus?

🙏 Doa

Tuhan Yesus yang penuh kasih,
sering kali aku lebih sibuk menangisi hal-hal duniawi dan melupakan dosa-dosaku sendiri. Ampunilah aku, Tuhan. Lembutkan hatiku agar mau menangisi dosaku dan berbalik kepada-Mu.
Terima kasih karena Engkau sudah menanggung salib dan membuka jalan keselamatan bagiku.
Biarlah setiap air mata yang jatuh bukan karena keputusasaan, tetapi karena syukur dan pertobatan yang lahir dari kasih-Mu.
Dalam nama Yesus aku berdoa,
Amin.

Share:

Tidak Memiliki Kesalahan

“Tiga kali Pilatus berkata, ‘Kejahatan apa yang telah dilakukan orang ini? Aku tidak menemukan kesalahan apa pun pada-Nya.’

Kata-kata itu bukan hanya pengakuan seorang pemimpin, tetapi juga penegasan kebenaran: Yesus benar-benar tidak bersalah.

Bahkan Raja Herodes pun tak mendapati kesalahan pada-Nya. Semua bukti menunjukkan bahwa Yesus tidak layak dihukum mati. Namun, tekanan dari para imam kepala dan ahli Taurat begitu kuat. Mereka berteriak meminta kematian Yesus — dan Pilatus akhirnya menyerah. Ia membebaskan Barabas, seorang pemberontak dan pembunuh, tetapi menyerahkan Yesus kepada kehendak mereka.

Di sinilah tampak kelemahan Pilatus sebagai pemimpin. Ia tahu apa yang benar, tetapi ia tidak berani mempertahankannya. Demi menjaga jabatan dan ketenangan politiknya, ia menutup mata terhadap keadilan. Ia memilih mengikuti arus suara orang banyak daripada mengikuti suara hati nuraninya.

Yesus — yang benar dan tak bercela — akhirnya harus menanggung akibat dari keputusan yang tidak adil itu. Ia dihukum mati bukan karena kesalahan-Nya, melainkan karena dosa manusia. Namun justru lewat ketidakadilan itulah, rencana keselamatan Allah dinyatakan.

Yesus rela menanggung hukuman yang bukan milik-Nya, supaya kita yang berdosa boleh dibenarkan. Bila Ia memiliki kesalahan, Ia tak mungkin bisa menjadi Penebus kita. Tapi karena Ia suci dan sempurna, pengorbanan-Nya sah untuk menebus dosa seluruh manusia.

Ketika kita merenungkan hal ini, kita diingatkan untuk hidup dalam kebenaran, bukan dalam kompromi.
Jangan sampai kita menjadi seperti Pilatus — tahu yang benar, tetapi takut untuk menyatakannya.
Katakan ya jika itu benar, dan tidak jika itu salah.

Yesus telah memberi teladan: yang tidak bersalah rela menanggung kesalahan, supaya kita menjadi benar di hadapan Allah.

Share:

Musuh Jadi Sahabat

Dalam dunia ini, persahabatan sering dibangun karena kepentingan. Ketika ada tujuan yang sama, musuh pun bisa menjadi sahabat. Begitulah yang terjadi antara Pilatus dan Herodes.

Keduanya sebenarnya tidak akur, tetapi demi kepentingan politik—untuk menyingkirkan Yesus—mereka bekerja sama. Pilatus tidak menemukan kesalahan pada Yesus, namun karena tekanan dan ketakutan akan kehilangan dukungan rakyat, ia memilih jalan aman. Herodes pun ikut mempermainkan Yesus dan menjadikannya bahan olok-olok. Akhirnya, dua orang yang semula bermusuhan menjadi sahabat karena sama-sama ingin menyingkirkan Yesus.

Yesus tahu hati mereka. Ia tidak melawan, tidak membalas, melainkan tetap diam dan taat pada kehendak Bapa. Ia tidak menaruh dendam kepada mereka yang bersekongkol melawan-Nya. Justru dari sikap-Nya, kita belajar arti sahabat sejati—yang rela memberi diri, bahkan mengorbank

Share:

Mengenal dengan Sungguh-sungguh

Kita bisa mengenal seseorang dari kebiasaannya, tapi belum tentu tahu isi hatinya. Begitu juga dalam hal mengenal Yesus. Banyak orang tahu tentang Yesus, tapi tidak sungguh-sungguh mengenal-Nya.

Para imam dan ahli Taurat tahu tentang nubuat Mesias, tapi ketika Yesus hadir di hadapan mereka, mereka menolak. Mereka mencari kesalahan, bukan kebenaran. Mereka menginginkan Mesias yang sesuai harapan mereka—pemimpin politik, bukan Juruselamat dari dosa.

Yesus tahu isi hati mereka. Ia tidak perlu menjawab semua tuduhan, sebab Ia tahu bahwa hati mereka tertutup. Namun, di tengah penolakan, Yesus tetap menunjukkan siapa diri-Nya: Anak Allah yang datang menebus manusia. Ia tidak membela diri, karena misi-Nya bukan untuk menang dalam perdebatan, melainkan untuk menyelamatkan.

Yesus juga mengenal hati kita. Ia tahu kapan kita sungguh percaya, dan kapan iman kita hanya di bibir. Mengenal Yesus dengan sungguh-sungguh berarti percaya penuh kepada-Nya—bukan hanya tahu tentang Dia, tetapi hidup dalam kehendak-Nya setiap hari.

Hari ini, mari kita renungkan: sudahkah kita mengenal Yesus lebih dalam? Atau baru sekadar tahu nama-Nya?


🙏 Doa:
Tuhan Yesus, Engkau mengenal isi hati kami. Ampuni kami bila selama ini kami hanya tahu tentang-Mu, tapi belum sungguh mengenal-Mu. Ajarlah kami untuk semakin dekat, semakin percaya, dan semakin mengasihi-Mu setiap hari.
Amin.

Share:

Kekuatan Memandang

Cinta bisa dimulai dari tatapan mata. Tatapan yang hangat bisa menggerakkan hati—seperti ketika Yesus memandang Petrus setelah ayam berkokok. Pandangan itu tidak disertai kemarahan, melainkan kasih yang dalam. Seketika, hati Petrus hancur dan air matanya jatuh. Ia sadar, ia telah menyangkal Tuhannya.

Pandangan Yesus bukan pandangan menghakimi, tetapi pandangan yang mengampuni. Ia melihat lebih dalam daripada kesalahan kita. Ia menatap sampai ke hati, dan melalui tatapan kasih itu, Petrus dipulihkan. Dari rasa sesal lahirlah harapan baru.

Kita pun sering gagal, menyangkal, atau berpaling dari Tuhan lewat perkataan dan perbuatan kita. Namun Yesus tetap menatap kita dengan kasih yang sama—kasih yang mengundang pertobatan. Saat kita berani menatap kembali kepada-Nya, di sanalah kekuatan itu bekerja: kasih yang memulihkan, bukan menghukum.

Mari berhenti sejenak hari ini. Bayangkan Yesus memandang Anda dengan lembut. Biarkan kasih-Nya menembus hati, menyadarkan, dan memulihkan.

🙏 Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih untuk pandangan kasih-Mu yang tidak pernah menolak kami. Ampuni saat kami menyangkal Engkau lewat perkataan dan perbuatan kami. Pulihkan hati kami dengan kasih-Mu, dan tolong kami agar tetap setia memandang Engkau setiap hari.
Amin.

Share:

Taat kepada Kehendak Allah


Penangkapan Yesus menunjukkan berbagai reaksi manusia. Yudas mendekati-Nya dan mencium-Nya — tanda kasih yang berubah menjadi tanda pengkhianatan. Murid-murid lain bereaksi dengan emosi, bahkan salah satu dari mereka menyerang hingga memotong telinga hamba imam besar. Namun, Yesus memilih jalan berbeda: Ia menyembuhkan musuhnya dan berkata, “Cukuplah itu!”

Yesus tidak melawan. Ia tahu semua itu bagian dari kehendak Bapa. Meskipun ditangkap, dikhianati, dan diperlakukan seperti penjahat, Ia tetap taat sepenuhnya kepada rencana Allah.

Ketaatan sejati tidak selalu mudah. Kadang kita pun menghadapi pengkhianatan, ketidakadilan, atau fitnah saat berpegang pada kebenaran. Namun, seperti Yesus, kita dipanggil untuk taat, bukan membalas — karena di balik penderitaan, Allah sedang menegakkan rencana-Nya yang indah.

Saat kejahatan tampak berkuasa, percayalah: kuasa kegelapan hanya sementara, tetapi ketaatan kepada Allah membawa kemenangan yang kekal.

🙏 Doa:
Tuhan, ajar aku untuk tetap taat kepada-Mu, bahkan ketika kebenaran membuatku menderita. Beri aku hati seperti Yesus yang setia dan penuh kasih. Amin.


Share:

Mendekat, Bukan Menjauh

Ketika Yesus menghadapi saat-saat paling berat di Bukit Zaitun, Ia tidak menjauh, tetapi mendekat kepada Bapa dalam doa. “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan,” pesan-Nya kepada murid-murid. Namun, mereka justru tertidur karena dukacita.

Yesus berlutut dan berdoa sungguh-sungguh hingga peluh-Nya seperti darah. Dalam doa itu, Ia tidak hanya memohon, tetapi juga berserah penuh kepada kehendak Bapa. Dari sanalah datang kekuatan untuk melangkah menuju salib.

Kita pun sering berada di titik lemah—takut, kecewa, lelah, atau tergoda. Saat itu, kita punya dua pilihan: menjauh karena takut, atau mendekat karena percaya. Doa menjadi “perisai rohani” yang menjaga agar kita tidak terseret ke dalam pencobaan.

Yesus menegaskan dua kali: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” Dua kali diulang karena begitu penting! Saat pencobaan datang, jangan menjauh dari Tuhan—justru mendekatlah dalam doa, sebab di sanalah kekuatan dan kemenangan dimulai.

🙏 Doa:
Tuhan Yesus, ajar aku untuk selalu mendekat kepada-Mu, terutama di saat pencobaan datang. Kuatkan imanku agar aku tetap setia dan menang bersama-Mu. Amin.

Share:

Gagal Paham tentang Mesias

Para rasul bertengkar mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Namun Yesus menegaskan bahwa yang terbesar justru harus menjadi seperti yang paling muda dan menjadi seperti pelayan (24–27). Ia juga menganugerahkan kerajaan kepada mereka agar kelak duduk semeja dan menghakimi dua belas suku Israel (29–30).
Yesus kemudian menyingkapkan bahwa Iblis telah menampi Simon seperti gandum, tetapi Ia sendiri telah berdoa agar iman Simon tidak gugur. Namun, Yesus juga menubuatkan bahwa Simon akan menyangkal-Nya tiga kali (34). Selanjutnya, Yesus menegaskan bahwa nubuat tentang diri-Nya harus digenapi, yaitu bahwa Ia akan terhitung di antara pemberontak (37). Ketika para rasul menunjukkan pedang dan bertanya apakah itu cukup, Yesus menjawab, “Cukup,” bukan untuk menganjurkan kekerasan, tetapi menegaskan bahwa penggenapan rencana Allah tidak memerlukan kekuatan manusia (38).

Meski telah lama bersama Yesus, para rasul masih salah memahami makna Mesias. Mereka membayangkan Mesias sebagai pemimpin politis yang akan membebaskan Israel dari penjajahan, bukan sebagai Hamba Allah yang datang untuk melayani dan menyerahkan diri bagi penebusan dosa manusia. Karena itu, Yesus meluruskan pemahaman mereka bahwa Mesias sejati datang untuk menderita, disalibkan, dan menebus dunia dari dosa.

Kesalahan yang sama sering terjadi hingga kini. Banyak orang, termasuk orang Kristen, masih gagal memahami karya penyelamatan Yesus. Mereka ingin keselamatan tanpa salib, kemuliaan tanpa penderitaan. Padahal, jalan salib adalah cara Allah yang penuh hikmat dan kasih untuk menebus manusia.

Bukankah sering kita temui bahwa orang yang dahulu direndahkan kemudian diangkat tinggi oleh Tuhan? Yusuf, misalnya—ia dijual dan dipenjara, tetapi akhirnya diangkat Allah menjadi penguasa kedua di Mesir. Begitu pula Yesus. Ia disalibkan, tetapi melalui kebangkitan-Nya, Allah meninggikan Dia dan mengaruniakan nama di atas segala nama (Flp. 2:8–11).

Inilah kebenaran tentang Mesias yang harus kita pahami dan sampaikan kepada dunia: Yesus Kristus adalah Mesias yang menderita, mati, dan bangkit untuk menyelamatkan manusia dari dosa.

Share:

Lakukan Sebagai Peringatan

Tiba saatnya Yesus merayakan perjamuan Paskah bersama murid-murid-Nya. Dengan kerinduan yang mendalam, Ia berkata, “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu sebelum Aku menderita.” (ayat 15).

Yesus mengambil cawan, mengucap syukur, lalu membagikannya kepada murid-murid. Kemudian Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya, dan berkata,

“Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku.” (ayat 19)

Dalam momen ini, Yesus menubuatkan penderitaan dan kematian-Nya. Tubuh dan darah-Nya menjadi tanda perjanjian baru — pembebasan umat Allah dari belenggu dosa. Paskah bukan lagi sekadar mengenang pembebasan Israel dari Mesir, tetapi pembebasan setiap manusia dari dosa melalui salib Kristus.

Namun di tengah perjamuan kudus itu, Yesus juga menyinggung pengkhianatan yang akan segera terjadi:

“Celakalah orang yang menyerahkan Anak Manusia itu.” (ayat 22)

Perkataan itu membuat para murid saling bertanya-tanya siapa di antara mereka yang dimaksud. Sebuah pengingat bahwa bahkan orang yang dekat dengan Yesus pun bisa tergelincir jika hatinya tidak dijaga.

Makna bagi Kita Saat Ini

Bagi kita hari ini, perintah Yesus “lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku” tetap berlaku. Melalui perjamuan kudus, kita mengingat karya penebusan Kristus — tubuh yang diserahkan dan darah yang tercurah untuk pengampunan dosa.
Roti dan anggur bukan sekadar simbol, tetapi sarana yang mengingatkan kita akan kasih yang begitu besar, yang memulihkan hubungan manusia dengan Allah.

Seperti halnya kita menyiapkan momen penting dalam hidup — seperti ulang tahun, pernikahan, atau peringatan nasional — dengan penuh kesungguhan, demikian pula kita perlu menyiapkan hati untuk perjamuan Tuhan. Kita tidak datang dengan rutinitas, tetapi dengan kerinduan untuk mengalami kasih dan anugerah-Nya yang memperbarui hidup.

Persiapan batin itu dapat dilakukan dengan:
🙏 doa,
📖 membaca dan merenungkan firman Tuhan,
🤝 berpuasa atau berbuat kasih kepada sesama yang membutuhkan.

Perjamuan Kudus adalah peringatan yang hidup — bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menghidupi karya Kristus hari ini. Setiap kali kita makan roti dan minum dari cawan, kita memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang kembali (1 Korintus 11:26).

Renungan Penutup:

Peringatan sejati bukan sekadar mengenang, tetapi menghidupi.
Ketika kita mengambil bagian dalam perjamuan Tuhan, kita mengingat kasih yang mengorbankan diri — dan dipanggil untuk hidup dengan kasih yang sama kepada sesama.

Share:

Persiapkan Paskah Sebaik-baiknya!

Lukas mencatat bagaimana Yesus bersama murid-murid-Nya mempersiapkan Perjamuan Paskah. Hari Raya Paskah adalah momen penting bagi bangsa Israel — peringatan akan pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir.

Yesus mengutus Petrus dan Yohanes untuk mempersiapkan perjamuan itu (ayat 7–8). Dengan mengikuti petunjuk Yesus, mereka menjumpai seorang pembawa kendi air yang menunjukkan ruangan tempat perjamuan diadakan (ayat 9–12). Segala sesuatu sudah tersedia — mereka tinggal menyiapkannya (ayat 13).

Peristiwa ini mengajarkan bahwa Tuhan selalu menyediakan apa yang kita butuhkan, bahkan sebelum kita menyadarinya. Tugas kita adalah taat dan percaya pada arahan-Nya. Murid-murid bekerja sama dalam persiapan ini — sebuah gambaran indah tentang pentingnya kerja sama dalam komunitas iman, di mana setiap orang memiliki peran penting untuk mendukung pelayanan Tuhan.

Lebih dari sekadar perjamuan, Paskah ini adalah bagian dari rencana besar Allah. Setiap detail yang diatur Yesus menunjukkan bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Karena itu, persiapan Paskah tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan, melainkan dengan hati yang sungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan.

Kita mempersiapkan Paskah dengan cara terbaik melalui firman dan doa. Firman menuntun kita memahami makna Paskah — karya penebusan Kristus. Doa menuntun hati kita untuk tetap terarah kepada Allah, agar kita tidak sibuk secara lahiriah namun kosong secara rohani.

Menjelang Paskah, marilah kita bertanya dalam hati:

Apakah aku sudah mempersiapkan hati untuk menyambut Kristus yang bangkit?
Apakah aku melibatkan Tuhan dalam setiap langkah persiapanku?

Mari rayakan Paskah bukan hanya sebagai tradisi, tetapi sebagai perjumpaan rohani yang hidup bersama Yesus. Persiapkanlah Paskah dengan sebaik-baiknya — dengan hati yang bersih, iman yang teguh, dan pengharapan yang diperbarui oleh kasih-Nya. ✝️

Share:

Negosiasi yang Tepat

Dalam hidup, negosiasi adalah hal yang wajar. Kita bernegosiasi di tempat kerja, di rumah, bahkan dalam hubungan sosial sehari-hari. Tujuannya sederhana: mencari kesepakatan yang terbaik bagi semua pihak. Namun, tidak semua negosiasi berujung baik — tergantung dari motif dan hati yang melatarbelakanginya.

Yudas Iskariot juga bernegosiasi. Namun, negosiasi yang ia lakukan bukan untuk kebaikan, melainkan untuk menuruti bujukan Iblis. Ia bersepakat dengan imam-imam kepala untuk menyerahkan Yesus — Gurunya sendiri — demi sejumlah uang. Baginya, kesepakatan itu “menguntungkan”. Namun di mata Tuhan, itu adalah pengkhianatan.

Yudas adalah murid yang telah melihat kasih, kuasa, dan mukjizat Yesus secara langsung. Ia hidup dekat dengan Sang Juruselamat, tetapi hatinya tidak benar-benar melekat pada-Nya. Hati yang tidak dijaga menjadi celah bagi Iblis untuk menanamkan tipu dayanya. Akhirnya, Yudas menukar kasih Yesus dengan keuntungan duniawi yang fana.

🌿 Refleksi

Sering kali, kita pun terjebak dalam “negosiasi kecil” yang tampak sepele.
Kita menawar waktu doa dengan alasan sibuk. Kita menunda membaca Alkitab karena lelah. Kita menukar kesetiaan rohani dengan kenyamanan pribadi. Tanpa sadar, kita sedang bernegosiasi dengan Iblis — bukan dengan Tuhan.

Keputusan kecil yang salah hari ini dapat membawa akibat besar di kemudian hari. Karena itu, kita perlu bijak memilih dengan siapa dan untuk apa kita “bernegosiasi”. Apakah untuk memuliakan Tuhan, atau demi kepentingan diri sendiri?

Penerapan

Mari belajar menempatkan Tuhan di posisi utama dalam setiap keputusan hidup kita.
Sebelum bertindak, tanyakan dalam hati:

“Apakah ini menyenangkan hati Tuhan?”

Jika jawabannya “tidak”, jangan lanjutkan. Karena negosiasi terbaik bukanlah yang menguntungkan diri, tetapi yang meneguhkan iman dan memuliakan Kristus.

🙏 Doa

Tuhan Yesus,
ajarilah kami untuk berhikmat dalam mengambil keputusan setiap hari.
Jauhkan kami dari godaan untuk berkompromi dengan dosa.
Bila hati kami mulai tergoda oleh hal-hal dunia, ingatkan kami akan kasih dan pengorbanan-Mu yang begitu besar.
Teguhkan kami agar selalu menomorsatukan Engkau dalam setiap pilihan hidup kami.
Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa.
Amin.

Share:

Firman Tuhan: "Jagalah Pikiranmu!"

Jagalah pikiran! Ketakutan & niat jahat (Lukas 22:1-2) berawal dari hati yang tak dijaga. Isi dengan Firman Tuhan agar damai sejahtera Kristus pimpin hati & langkahmu
📖 Lukas 22:1–2

Kita semua pasti pernah berada dalam situasi di mana rasa takut begitu kuat menguasai hati. Takut gagal, takut kehilangan, takut akan masa depan. Ketakutan yang tidak dikendalikan dapat membuat kita mengambil keputusan yang salah—bahkan bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Inilah yang terjadi pada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat ketika mereka bersekongkol mencari cara untuk membunuh Yesus. Ironisnya, hal itu terjadi menjelang hari raya Paskah, saat seharusnya mereka mempersiapkan diri untuk beribadah dan bersyukur atas karya penyelamatan Allah.

Orang-orang yang mestinya menjadi pembawa terang justru dikuasai oleh kegelapan hati. Mereka takut kehilangan kuasa dan pengaruh di hadapan rakyat, sehingga mereka lebih memilih menyingkirkan Yesus daripada menerima kebenaran yang Dia bawa. Dari sini kita belajar bahwa dosa sering kali dimulai dari pikiran dan niat hati yang tidak dijaga.

Ketakutan mereka tidak muncul tiba-tiba. Itu tumbuh perlahan dari benih iri hati, rasa terancam, dan keengganan mengakui kebenaran. Hati yang dibiarkan dipenuhi pikiran negatif akhirnya melahirkan tindakan jahat. Demikian pula dengan kita — ketika pikiran tidak dijaga, kita mudah tergoda untuk membenarkan diri sendiri, membenci orang lain, atau menolak suara Tuhan yang mengoreksi kita.

🌿 Refleksi Modern

Bayangkan sebuah taman yang indah. Bila kita membiarkan rumput liar tumbuh tanpa dikendalikan, perlahan taman itu akan tertutup semak dan kehilangan keindahannya. Begitu juga pikiran kita — bila dibiarkan dipenuhi ketakutan, iri, atau kemarahan, keindahan kasih Tuhan di hati kita akan tertutup. Karena itu, jagalah pikiranmu seperti seorang tukang kebun yang rajin mencabut gulma setiap hari.

Penerapan

Menjaga pikiran berarti menyaring apa yang kita izinkan masuk ke dalam hati dan pikiran kita.
Firman Tuhan, doa, dan persekutuan dengan orang percaya menolong kita agar pikiran selalu diarahkan kepada kebenaran dan kasih Kristus. Saat rasa takut mulai menguasai, ingatlah bahwa Tuhan memegang kendali atas segala hal. Ketika kita menyerahkan pikiran dan hati kepada-Nya, damai sejahtera Allah akan memelihara kita (Filipi 4:7).

🙏 Doa

Tuhan Yesus, tolong kami untuk menjaga pikiran dan hati kami di bawah kendali kasih-Mu.
Ketika ketakutan atau kekhawatiran mulai menguasai, ingatkan kami bahwa Engkau berdaulat atas hidup kami. Bersihkan hati kami dari iri, amarah, dan keinginan yang jahat.
Ajarlah kami berpikir seperti Engkau berpikir, agar setiap keputusan yang kami ambil menyenangkan hati-Mu.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa.
Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.