Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Marah Tidak Menguntungkan

Lukas 9:51-56

Setiap orang bisa marah. Ada yang marah karena niat baiknya tidak mendapat tanggapan positif, ada pula yang marah karena merasa diperlakukan tidak adil. Perasaan ini wajar, tetapi yang sering menjadi masalah adalah tindakan yang menyusul setelahnya. Tidak jarang, kemarahan membuat seseorang mengutuk, mengancam, bahkan berdoa agar Tuhan menghukum orang yang membuatnya marah.

Kisah serupa terjadi pada Yakobus dan Yohanes. Mereka begitu marah kepada orang-orang Samaria di sebuah desa hingga meminta persetujuan Yesus untuk memanggil api dari langit dan membinasakan mereka (ay. 54). Kemarahan ini dipicu oleh penolakan orang-orang Samaria ketika Yesus ingin melewati desa mereka menuju Yerusalem (ay. 53).

Bagi kita, alasan ini mungkin terdengar membingungkan. Namun, pada masa itu hubungan orang Yahudi dan orang Samaria memang penuh ketegangan (Yoh. 4:9). Orang Yahudi beribadah di Yerusalem, sedangkan orang Samaria di Gunung Gerizim (Yoh. 4:20). Maka, penolakan terhadap Yesus—yang adalah orang Yahudi—saat Ia hendak melewati wilayah mereka menuju Yerusalem bisa dianggap wajar dalam konteks hubungan kedua bangsa tersebut.

Meski demikian, marah sampai meminta Tuhan menghukum orang lain bukanlah sikap yang berkenan di hadapan-Nya. Sebelumnya, Yesus telah menegur murid-murid-Nya untuk tidak melawan mereka yang bukan musuh mereka (Luk. 9:50). Kini, Ia juga menegur mereka agar tidak mengutuk sekalipun kepada orang yang menolak Dia (ay. 55).

Kemarahan yang mendorong kita untuk mengutuk hanya membuat kita terjebak pada kepentingan diri sendiri dan bersikeras mempertahankan hal-hal yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Ia tidak menghendaki pembelaan dengan amarah. Sebaliknya, Yesus mengajar, “Kasihilah musuh-musuhmu” (Luk. 6:27).

Kiranya kita saling mendoakan, agar setiap orang mampu saling memahami dan bersama-sama mencari solusi dalam damai.

Share:

🤝 Kawan, Bukan Lawan

Firman Tuhan mengajar kita melihat sesama sebagai kawan, bukan lawan—hidup dalam damai, bukan permusuhan, mencerminkan kasih Kristus.

"Barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu." – Lukas 9:50


🔍 Siapa yang Di Pihak Kita?

Bayangkan seseorang sedang melayani, melakukan kebaikan, bahkan mengusir setan dalam nama Yesus—tapi... dia bukan dari ‘lingkaran kita’.
Reaksi spontan Yohanes waktu itu cukup bisa dimengerti.

“Guru, dia bukan dari kelompok kita. Kami sudah melarang dia!”

Bukankah kita pun sering berpikir serupa?
“Dia bukan dari gereja kita.”
“Dia bukan dari pelayanan kita.”
“Dia bukan dari tradisi atau cara kita.”

Namun Yesus menjawab dengan mengejutkan:

“Jangan kamu cegah dia!”

🤲 Pelayanan Bukan Milik Eksklusif

Yesus mengingatkan para murid—and kita hari ini—bahwa pelayanan bukan tentang grup, label, atau pengakuan dari manusia.
Selama seseorang sungguh-sungguh melayani dalam nama Yesus, dengan maksud menyatakan kasih, membagikan kebaikan, dan menyebarkan terang Kristus, maka dia adalah kawan sepelayanan.

Tuhan Yesus tidak sedang mencari loyalitas terhadap kelompok—Dia mencari hati yang tulus dan tangan yang mau melayani.

🧍‍♂️🧍‍♀️ Saat Pelayanan Jadi Ajang Kompetisi

Di zaman sekarang, tidak jarang kita menjadikan pelayanan sebagai “wilayah kekuasaan”.

  • Persaingan antar gereja.

  • Kecurigaan terhadap kelompok lain.

  • Pengkotakan siapa yang “asli” pelayan dan siapa yang “palsu”.

Tapi Yesus tidak pernah membatasi kasih-Nya hanya untuk satu golongan. Ia justru membuka pelayanan-Nya untuk semua orang yang bersedia melayani dalam kasih dan kebenaran.

❓ Refleksi: Apakah Kita Kawan atau Lawan?

  • Apakah kita mudah menghakimi pelayanan orang lain hanya karena caranya berbeda?

  • Apakah kita melihat sesama pelayan dari komunitas lain sebagai ancaman?

  • Ataukah kita bersedia bekerja sama, saling mendoakan, dan memperkuat satu sama lain?

✨ Pelayanan yang Menyatukan

Yesus memanggil kita untuk menjadi satu tubuh.
Bukan membangun “tembok perbedaan”, tetapi jembatan kesatuan.
Bukan berlomba-lomba menunjukkan siapa yang paling rohani, tapi bersama-sama menunjukkan kasih Kristus kepada dunia.

🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, sering kali kami mengkotak-kotakkan siapa yang layak dan tidak layak melayani atas nama-Mu.
Ampuni kami yang merasa pelayanan adalah milik kelompok kami saja.
Ajari kami untuk membuka hati, melihat saudara kami yang juga melayani-Mu dengan tulus.
Bentuk kami menjadi satu tubuh, satu iman, satu kasih, dan satu tujuan: memuliakan Engkau. Amin.

Share:

👶 Nilai Diri: Belajar dari Anak Kecil

 

Firman Tuhan mengajarkan bahwa anak kecil mencerminkan kerendahan hati dan ketulusan—dua nilai diri yang penting dalam kerajaan Allah.
📖 Lukas 9:46–48

“Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku...”
— Lukas 9:48


🙄 Siapa yang Terbesar?

Murid-murid Yesus sedang sibuk berdebat:
“Siapa yang paling hebat di antara kita?”
Pertanyaan ini terasa akrab, bukan? Kita pun—disadari atau tidak—sering bertanya hal yang sama dalam hati:

“Apakah aku cukup dihargai? Apakah orang lain mengakui aku? Mengapa bukan aku yang lebih diutamakan?”

Dunia mengajar kita untuk menjadi yang paling menonjol. Tapi Yesus menampilkan sosok yang tak disangka sebagai ilustrasi terbesar:
Seorang anak kecil.


👧 Apa Istimewanya Anak Kecil?

Di mata dunia, anak kecil sering dianggap:

  • Tidak penting.

  • Tidak punya suara.

  • Tidak bisa diandalkan.

Namun Yesus melihat mereka berbeda. Bagi-Nya, anak kecil bukan pengganggu, tapi teladan kerendahan hati dan ketulusan.

Yesus berkata,

“Siapa yang menyambut anak kecil ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Artinya, menghormati yang dianggap kecil adalah bentuk nyata dari menghormati Kristus sendiri.


🔄 Paradoks Nilai Diri

Nilai sejati seorang murid bukan diukur dari gelar, jabatan, atau pujian orang, tetapi dari kesediaan untuk merendahkan diri seperti anak kecil.

Dunia berkata:
“Naiklah ke atas.”
Tapi Yesus berkata:
“Turunlah ke bawah, dan angkatlah orang lain.”


❓ Refleksi: Bagaimana Kita Menilai Orang?

  • Apakah kita hanya menghormati orang yang “berpengaruh”?

  • Apakah kita mudah mengabaikan mereka yang kecil, lemah, atau tidak sesuai “standar” kita?

  • Apakah kita bersedia “menyambut anak kecil”—bukan hanya secara harfiah, tapi juga menyambut mereka yang dipandang kecil dalam masyarakat?


✨ Jadilah Besar di Mata Allah

Kita diajak untuk tidak sibuk membesarkan diri, tapi belajar meninggikan orang lain.
Bukan mencari tempat terbaik, tapi memberi tempat bagi yang tak dianggap.
Inilah jalan murid Yesus:
rendah hati, penuh kasih, dan terbuka untuk semua.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, dunia kami mengajarkan untuk menjadi besar, tapi Engkau mengajar kami untuk menjadi kecil.
Ampuni kami yang sering mengukur nilai diri dari pengakuan manusia.
Ajari kami untuk menyambut mereka yang sering diabaikan, dan melihat nilai dalam setiap orang.
Kami rindu menjadi besar di mata-Mu, bukan di mata dunia. Amin.

Share:

🙏 Sekadar Takjub atau Sungguh Mengerti?

 
Renungkan firman Tuhan: Apakah kita hanya sekadar takjub, atau sungguh mengerti dan menghidupi kebenaran-Nya dalam kehidupan setiap hari?

"Dengarkan dan camkanlah segala perkataan-Ku ini..."
— Lukas 9:44

🤩 Takjub, Tapi Tidak Mengerti

Yesus baru saja melakukan mukjizat luar biasa—mengusir roh jahat dari seorang anak. Orang banyak takjub. Mereka kagum dan heran akan kuasa Allah.

Namun menariknya, di tengah kekaguman orang banyak, Yesus tidak merayakan pujian mereka. Justru Ia berkata sesuatu yang tidak sesuai dengan suasana hati mereka:

“Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”

Mengapa Yesus berbicara soal penderitaan di tengah perayaan dan kekaguman?

Karena takjub bukanlah tanda iman yang sejati.

🎯 Dari Takjub ke Pemahaman

Yesus mengajak para murid—dan juga kita—untuk naik satu level dalam relasi kita dengan Dia.
Bukan sekadar kagum dengan karya-Nya, tetapi mengerti maksud dan jalan-Nya, termasuk penderitaan salib.

Ini adalah ajakan untuk mendengar lebih dalam, merenungkan lebih sungguh, dan memahami kehendak-Nya meski itu tidak selalu menyenangkan atau sesuai ekspektasi kita.

❓Refleksi: Bagaimana Kita Merespons Firman?

  • Apakah kita hanya menikmati bagian-bagian firman yang menghibur dan menguatkan, tetapi enggan menyelami bagian yang menantang dan menyakitkan?

  • Apakah kita berani bertanya dan mencari tahu ketika tidak mengerti, atau hanya diam dan akhirnya lupa?

  • Apakah kita hanya terpesona oleh kuasa-Nya, tapi tidak benar-benar mengenal hati-Nya?

🌱 Iman yang Bertumbuh adalah Iman yang Mau Belajar

Iman yang sejati tidak berhenti di perasaan takjub.
Iman sejati bertumbuh lewat pemahaman, ujian, dan ketaatan dalam kehidupan nyata.

Para murid waktu itu memang belum mengerti, karena waktunya belum tiba. Tapi yang menyedihkan adalah:

“Mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu.” (ay. 45)

Jangan diam dalam kebingungan.
Bertanyalah kepada Tuhan. Carilah hikmat-Nya. Ia tidak pernah menolak mereka yang haus akan kebenaran-Nya.

✨ Mari Belajar Mengerti

Iman bukan hanya soal merasa baik, melainkan mengerti siapa Tuhan, apa yang Dia kehendaki, dan bagaimana kita hidup di dalam-Nya.

➡ Jadilah murid yang tidak hanya “terpukau”, tetapi “terbuka”.
➡ Beranilah mendekat kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, ajari aku memahami jalan-Mu.”
➡ Dengarkan firman bukan sekadar sebagai hiburan rohani, tapi sebagai arah hidup.

🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, sering kali kami terpukau akan kuasa dan karya-Mu, tapi lambat memahami isi hati-Mu.
Ampunilah kami yang hanya ingin hal-hal menyenangkan, namun enggan mendengar tentang salib.
Ajari kami untuk menjadi murid-Mu yang peka, yang tidak hanya takjub, tetapi juga mengerti dan taat.
Kami rindu mengenal-Mu lebih dalam, dan hidup dalam firman-Mu setiap hari. Amin.

Share:

Pujian Ibadah 10 Agustus 2025

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.