Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Firman Tuhan : Cerdaslah (Hikmat)

Apakah perikop ini digunakan untuk menegaskan bahwa orang Kristen harus membayar pajak? Ya, orang Kristen memang perlu membayar pajak — itu bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara. Tetapi, apakah ayat ini berbicara tentang itu? Belum tentu. Kita perlu melihat konteksnya.

Pada masa itu, pajak kepada Kaisar Roma adalah simbol penjajahan. Uang pajak dipakai untuk membiayai tentara yang menindas bangsa Israel. Jadi, membayar pajak berarti mendukung penindasan, tetapi menolak berarti memberontak kepada kekaisaran. Inilah dilema besar rakyat Yahudi — dan inilah yang dipakai para tokoh agama untuk menjebak Yesus.

Jika Yesus berkata “bayarlah pajak kepada Kaisar”, rakyat akan membenci-Nya.
Jika Yesus berkata “jangan bayar pajak”, mereka akan menuduh-Nya memberontak melawan Roma.
Apa pun jawabannya, Yesus akan jatuh.

Namun, Yesus tidak terjebak. Dengan penuh hikmat, Ia meminta mereka menunjukkan mata uang pajak — denarius — dan bertanya: “Gambar dan tulisan siapa di sini?” Mereka menjawab: “Kaisar.” Maka Yesus berkata:

“Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi milik Allah.” (ayat 25)

Sebuah jawaban yang begitu sederhana, tetapi sangat dalam.
Yesus tidak sedang bicara soal kewajiban pajak semata. Ia sedang menyingkapkan kepalsuan dan kelicikan hati manusia yang ingin menjerat-Nya. Ia menegaskan bahwa manusia tidak boleh mencampuradukkan apa yang menjadi milik dunia dengan apa yang menjadi milik Allah.

💡 Ilustrasi :
Bayangkan seseorang yang berdebat di media sosial tentang pajak, politik, atau keadilan. Banyak orang sibuk membuktikan siapa yang benar, siapa yang salah — tetapi sedikit yang benar-benar berani hidup jujur, adil, dan penuh kasih.
Yesus tidak mau terseret dalam permainan debat semu. Ia menunjukkan hikmat surgawi — bukan sekadar pintar berbicara, melainkan bijak dalam membaca hati manusia dan menolak manipulasi.

Yesus ingin pengikut-Nya memiliki hikmat yang lahir dari kebenaran dan kasih. Hikmat yang tidak membalas kelicikan dengan kelicikan, tetapi dengan kecerdasan yang penuh kasih.
Hikmat yang tahu kapan harus berbicara, kapan harus diam.
Hikmat yang berani menghadapi kejahatan, tetapi tetap berakar pada kebaikan.

  • Apakah kita menggunakan kecerdasan untuk menipu atau untuk melayani Tuhan?

  • Apakah kita bijak dalam menyikapi persoalan dunia, atau mudah terseret dalam permainan orang yang ingin menjatuhkan kita?

Mari kita belajar dari Yesus yang tidak membalas kejahatan dengan kelicikan, tetapi dengan hikmat yang kudus.
Cerdaslah, bukan hanya agar kita selamat dari jebakan manusia, tetapi supaya hidup kita memuliakan Tuhan.

Doa

Tuhan, berilah kami hikmat surgawi seperti yang Engkau miliki.
Ajarlah kami berpikir jernih, berbicara dengan kasih, dan bertindak dengan benar.
Jauhkan kami dari kelicikan dan tipu daya dunia ini.
Biarlah kecerdasan kami menjadi alat untuk menyatakan kebenaran dan kasih-Mu.
Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa.
Amin.

Share:

"Firman Tuhan" : Manusia Bukanlah Benda

Firman Tuhan: Dunia modern sering mereduksi manusia menjadi alat. Renungan ini mengingatkan: manusia bukan benda yang dihargai karena fungsi/manfaat, tapi ciptaan berharga yang layak dikasihi dan dihormati martabatnya.
Lukas 20:9–19
Di zaman modern ini, manusia sering dipandang bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai alat. Dunia kerja menilai seseorang dari seberapa besar “kontribusi” dan “produktivitas”-nya. Di media sosial, orang dihargai dari jumlah pengikut dan suka yang dimiliki. Bahkan dalam pertemanan, ada yang menjalin hubungan karena “ada maunya”. Tanpa sadar, kita hidup di tengah budaya yang memperlakukan sesama seperti benda — digunakan saat menguntungkan, lalu dilupakan ketika tak lagi bermanfaat.

Inilah realitas yang juga diungkap Yesus dalam perumpamaan tentang para penggarap kebun anggur. Para ahli Taurat dan imam kepala digambarkan seperti pekerja yang tidak tahu berterima kasih. Mereka menikmati hasil kebun, tetapi menolak memberi bagian kepada pemilik yang sah (ayat 10).

Sang tuan bersabar luar biasa — ia mengutus hambanya tiga kali untuk menagih haknya. Tetapi, para penggarap malah menganiaya dan membunuh mereka (ayat 12). Bahkan ketika anak sang tuan sendiri diutus, mereka tetap tega membunuhnya demi menguasai kebun itu (ayat 15).

Yesus menyampaikan kisah ini sebagai peringatan keras bagi para pemimpin agama yang telah kehilangan kasih dan nurani. Mereka sibuk mempertahankan posisi dan pengaruh, sampai rela meniadakan kebenaran dan mengorbankan orang lain.

Pesan Yesus tetap relevan hingga kini. Dunia modern memuja efisiensi dan hasil — tetapi Tuhan mengingatkan kita: manusia bukanlah mesin, melainkan makhluk yang memiliki martabat dan kasih.

💡 Ilustrasi Modern:
Bayangkan seorang pegawai yang bekerja keras, memberi yang terbaik, tetapi begitu usianya menua, ia “dipensiunkan” tanpa penghargaan. Atau seorang teman yang hanya dicari saat butuh bantuan, lalu dilupakan setelahnya.
Budaya seperti ini membuat manusia hanya dihargai karena fungsinya, bukan karena keberadaannya. Padahal, Allah tidak memandang manusia dari seberapa bergunanya dia, melainkan karena setiap manusia adalah ciptaan-Nya yang berharga.

Renungan ini mengajak kita bertanya dengan jujur:

  • Apakah saya menghargai orang lain karena mereka berharga di mata Tuhan, atau karena mereka berguna bagi saya?

  • Apakah saya memandang sesama dengan kasih, atau dengan kacamata kepentingan pribadi?

Mari kita belajar dari Yesus yang tidak memperlakukan siapa pun sebagai alat, melainkan sebagai pribadi yang dikasihi.
Manusia bukanlah benda, bukan sumber daya, bukan objek.
Manusia adalah ciptaan Allah — yang pantas dikasihi, dihormati, dan dijaga martabatnya.

Doa

Tuhan yang penuh kasih, ampunilah kami jika kami pernah memperlakukan sesama sebagai alat untuk kepentingan kami sendiri.
Ajarlah kami melihat setiap orang sebagai pribadi yang Engkau ciptakan dengan kasih dan tujuan ilahi.
Bentuklah hati kami agar selalu menghargai, mengasihi, dan melayani sesama sebagaimana Engkau mengasihi kami.
Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa.
Amin.

Share:

Firman Tuhan : Punya “Orang Kuat”

Lukas 20:1–8

Punya relasi dengan “orang kuat” sering dianggap sebuah kebanggaan. Banyak orang merasa lebih tenang bila di belakangnya ada sosok berkuasa — entah karena jabatan, uang, atau pengaruh. Kalau ada masalah, orang kuat itu bisa diandalkan. Orang lain pun akan berpikir dua kali untuk berurusan dengan dirinya.

Mungkin hal inilah yang ada di benak para imam kepala, ahli Taurat, dan tua-tua di Bait Allah. Mereka melihat Yesus berani mengajar dan bertindak dengan otoritas besar. Maka mereka bertanya-tanya, “Siapa orang kuat di balik Yesus?” Jika Yesus hanya seorang biasa, dari mana datangnya kuasa sebesar itu?

Pertanyaan mereka tampak sopan, tetapi sebenarnya penuh jebakan. Mereka bukan sungguh ingin tahu, melainkan ingin mencari celah untuk menjatuhkan-Nya. Namun Yesus tahu isi hati mereka. Ia tidak terpancing menjawab, melainkan justru mengembalikan pertanyaan itu agar mereka merenung sendiri.

Dengan hikmat, Yesus membalikkan keadaan. Ia ingin menyadarkan mereka bahwa hidup dengan tipu muslihat hanya akan membuat hati gelisah dan takut. Orang yang selalu ingin menjatuhkan orang lain sesungguhnya sedang menggali lubang untuk dirinya sendiri.

Yesus menunjukkan bahwa otoritas sejati tidak berasal dari manusia, tetapi dari Allah. Ia tidak membutuhkan “orang kuat” untuk menopang-Nya, karena Ia sendiri bersandar sepenuhnya kepada Bapa.

Renungan ini mengingatkan kita:

  • Jangan menilai seseorang dari siapa “orang kuat” di belakangnya, tetapi dari integritas dan kebenaran hidupnya.

  • Jangan menggunakan kecerdikan untuk menjatuhkan orang lain, tetapi untuk membangun dan menyatakan kasih Allah.

  • Percayalah, orang yang berpihak pada kebenaran selalu berada di sisi Allah — dan Dialah satu-satunya “Orang Kuat” sejati dalam hidup kita.

Ketika kita berjalan bersama Tuhan, kita tak perlu mencari perlindungan manusia. Ia yang Mahakuasa adalah sandaran paling kokoh.


Doa

Tuhan, kami sering tergoda mencari perlindungan pada manusia yang berkuasa. Ampunilah kami bila lebih mengandalkan kekuatan dunia daripada kuasa-Mu. Ajarilah kami untuk hidup jujur, rendah hati, dan bersandar hanya pada-Mu. Jadikan kami pembawa kasih, bukan pembuat tipu daya. Engkaulah satu-satunya “Orang Kuat” kami — yang tak pernah gagal menolong dan melindungi. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.

Share:

Firman Tuhan : Brutalnya Tokoh Agama

Brutalnya tokoh agama di Bait Allah (Lukas 19:45–48). Mereka jadikan rumah doa sarang penyamun demi untung. Firman Tuhan menyingkap kemunafikan!
Lukas 19:45–48
Kejahatan yang paling mengerikan adalah ketika ia dilakukan di tempat paling sakral dan oleh orang-orang yang dianggap suci. Inilah yang terjadi di Bait Allah. Para imam kepala, ahli Taurat, dan orang-orang terkemuka di Israel berusaha mengakhiri hidup Yesus (ay. 48).

Mengapa? Karena Yesus mengguncang kenyamanan mereka. Ia menyingkap dosa yang selama ini ditutupi oleh jubah religius. Pelataran Bait Suci, tempat yang seharusnya dipakai bangsa-bangsa lain berdoa kepada Allah, malah mereka jadikan ajang bisnis demi keuntungan diri (ay. 45–46). Yesus menegur keras mereka: “Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun!”

Bayangkan, teguran Yesus bukan ditanggapi dengan pertobatan, melainkan dengan rencana pembunuhan. Orang-orang yang paling dihormati justru berusaha menyingkirkan Dia. Betapa ironisnya! Bait Allah yang semestinya suci ternodai, bukan oleh bangsa asing, melainkan oleh tokoh agamanya sendiri.

Renungan ini mengingatkan kita:

  1. Bahaya kekuasaan agama. Ketika jabatan rohani lebih dipandang sebagai alat kuasa, maka yang seharusnya melayani umat justru memperalat umat demi keuntungan diri.

  2. Hati yang keras. Teguran Yesus bukannya melembutkan hati, malah memicu kebencian. Demikian juga kita, bisa saja ketika firman menegur, kita justru menolak dan mencari pembenaran diri.

  3. Ibadah yang murni. Tuhan tidak mencari gedung megah, liturgi indah, atau kegiatan ramai bila hati umat-Nya penuh kemunafikan. Tuhan mencari hati yang tulus, doa yang sungguh, dan hidup yang mau diubah.

Yesus tetap mengajar di Bait Allah (ay. 47), artinya Ia tidak mundur menghadapi kebusukan agama. Dia hadir untuk menegakkan kebenaran meski berhadapan dengan kuasa yang mengerikan.

Mari kita bercermin. Apakah kita juga kadang menyalahgunakan iman untuk kepentingan diri? Apakah pelayanan kita sungguh memuliakan Tuhan atau sekadar demi nama baik, posisi, atau keuntungan pribadi?


Doa

Ya Tuhan, ampunilah bila hati kami sering keras menolak teguran-Mu. Tolong kami agar tidak terjebak dalam kemunafikan rohani. Jadikanlah kami umat yang tulus, yang memuliakan nama-Mu, bukan diri kami sendiri. Ajari kami hidup dalam kebenaran, meski harus melawan arus dunia. Biarlah hidup kami menjadi rumah doa, bukan sarang penyamun. Dalam nama Yesus Kristus, Sang Kebenaran, kami berdoa. Amin.

Share:

Pahlawan Murung

Hancur hatiku melihat pahlawan murung, kini ia kembali berjuang dengan firman Tuhan untuk mengembalikan harapan yang hilang.
Lukas 19:28–44

Setiap orang pasti rindu hadirnya “pahlawan” ketika hidup terasa berat. Sama seperti bangsa Israel yang menantikan seorang pahlawan gagah perkasa, seperti Yudas Makabeus yang dulu melawan tirani Yunani. Maka, ketika Yesus masuk Yerusalem dengan mukjizat-mukjizat-Nya yang menggemparkan, rakyat menyambut-Nya dengan sorak-sorai dan daun palem. Mereka berharap Yesus akan memimpin perlawanan melawan Roma.

Namun yang ganjil: pahlawan yang mereka nantikan datang bukan dengan kuda perang, melainkan dengan keledai muda—simbol kesederhanaan (ay. 36). Dan lebih mengejutkan lagi, Yesus justru menangis melihat Yerusalem (ay. 41). Ia tahu kota itu akan hancur, dan Ia pun sadar misi-Nya bukan untuk memenuhi harapan politik rakyat, melainkan menyelamatkan dunia lewat salib.

Yesus adalah pahlawan sejati—bukan dengan pedang dan kekuatan, melainkan dengan kasih, pengorbanan, dan air mata. Kadang kita pun ingin Yesus menolong dengan cara spektakuler: menghapus masalah, mengubah keadaan seketika. Tetapi Ia sering bekerja dengan cara yang berbeda—lebih dalam, lebih menyentuh hati, bahkan sering di luar pengertian kita.

Refleksi

  • Apakah kita mau menerima Yesus apa adanya, atau hanya Yesus sesuai harapan kita?

  • Apakah kita berani percaya pada rencana-Nya meski tidak sesuai keinginan kita?

  • Mari membuka hati, memberi ruang bagi Sang Pahlawan sejati berkarya sesuai kehendak-Nya.


Doa Penutup

“Tuhan Yesus, Engkau adalah Pahlawan sejati yang datang bukan dengan pedang, tetapi dengan kasih dan air mata. Ampuni kami yang sering memaksakan kehendak agar Engkau bekerja sesuai harapan kami. Ajari kami untuk percaya, meski karya-Mu tak selalu sesuai keinginan kami. Biarlah Engkau bebas berkarya dalam hidup kami, sebab rencana-Mu lebih indah daripada yang dapat kami pikirkan. Dalam nama Yesus, Sang Pahlawan sejati, kami berdoa. Amin.”

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.