Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Konsekuensi atas Ketidaktaatan


📖 Bilangan 15:32–36

Allah tidak main-main dengan perintah-Nya. Kisah tentang seseorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat menegaskan hal itu. Padahal, hukum tentang menjaga hari Sabat telah berulang kali disampaikan Allah kepada umat-Nya (Kel. 20:8–11; 31:12–17; Im. 23:3).

Orang itu sengaja melanggar — ia tahu perintahnya, tapi tetap melakukan pekerjaan. Itu bukan sekadar kesalahan, melainkan pemberontakan terhadap firman Allah.

“Orang itu harus dihukum mati; seluruh umat harus melontari dia dengan batu di luar perkemahan.” (Bil. 15:35)

⚖️ Allah Serius soal Ketaatan

Hukuman ini keras, tapi bukan tanpa alasan. Ini adalah konsekuensi dari:

  • Dosa yang disengaja

  • Sikap menghina otoritas dan kekudusan Allah

  • Hati yang keras dan memberontak

Allah memberi hukum bukan untuk membebani, melainkan untuk menjaga umat agar hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Ketika hukum diabaikan, relasi dengan Allah rusak.

❤️ Ketaatan = Penghormatan kepada Allah

Hari ini, kita tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat yang mengatur Sabat secara harfiah. Namun prinsipnya tetap:
Allah menghendaki hati yang taat. Ketika kita memilih untuk taat, itu berarti kita:

  • Menghormati Tuhan lebih dari kepentingan pribadi

  • Menempatkan firman Tuhan sebagai pedoman hidup

  • Menjaga relasi yang benar dengan Allah

“Ketaatan lebih baik daripada korban sembelihan...”
(1 Samuel 15:22)
“Pembangkangan adalah seperti dosa bertenung; kedegilan adalah seperti menyembah berhala.”
(1 Samuel 15:23)

🙏 Doa Pagi

Bapa di surga, terima kasih atas firman-Mu yang mengajar kami arti pentingnya ketaatan.
Tolong kami untuk tidak keras hati, melainkan lembut mendengar dan setia melakukan perintah-Mu.
Berkatilah seluruh jemaat-Mu hari ini:
Kesehatan bagi tubuh, sukacita dalam hati, dan damai dalam rumah tangga.
Limpahkan berkat atas pekerjaan, studi, usaha, pelayanan, dan keluarga kami.
Dalam nama Tuhan Yesus, kami mohon hikmat, perlindungan, dan tuntunan-Mu.
Amin. Tuhan Yesus memberkati!

Share:

Merespons Anugerah Allah

 

📖 Bilangan 15:22–31

Allah menunjukkan perbedaan yang jelas antara dosa yang dilakukan tanpa sengaja dan dosa yang dilakukan dengan sengaja. Bagi mereka yang berbuat dosa tanpa sengaja, Allah menyediakan jalan pengampunan melalui persembahan kurban dan pendamaian oleh imam (ay. 25–28). Namun, untuk yang berdosa dengan sengaja — menentang Allah secara sadar — tidak ada pengampunan. Mereka telah menghina Tuhan (ay. 30–31).

📌 Kata “dengan sengaja” (Ibrani: rum) berarti meninggikan diri melampaui otoritas Allah — sikap kesombongan dan pemberontakan.


💝 Kurban: Sarana Anugerah, Bukan Alasan Dosa

Kurban adalah anugerah dan kasih Allah bagi manusia berdosa. Namun, bukan untuk membenarkan atau mempermainkan dosa. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus menjadi kurban sejati (Rm. 3:25), mendamaikan kita dengan Allah. Melalui pengorbanan-Nya, kita menerima pengampunan dan pemulihan (Ef. 1:7; Kol. 1:14).

❗ Namun ingat:

"Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu..."
(Ibrani 10:26–30)


🛐 Respons yang Benar

Anugerah Allah mengundang kita bukan hanya untuk bersyukur, tapi juga untuk hidup menghormati Allah. Tanda syukur yang sejati adalah berhenti berbuat dosa, hidup dalam ketaatan dan ketulusan.


🙏 Doa Pagi

Terpujilah Bapa di surga, pagi ini aku bersyukur atas pertolongan-Mu sepanjang malam.
Aku mohonkan berkat-Mu bagi Bapak, Ibu, saudara-saudari seiman dan jemaat-Mu.
Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kami.
Berkati rumah tangga, anak-cucu, pekerjaan, usaha, studi, pelayanan, dan seluruh aspek hidup kami.
Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu terus melimpah. Tambahkan hikmat dan kekuatan,
agar kami terus setia, bertumbuh, dan berhasil dalam pimpinan-Mu.
Amin. Tuhan Yesus memberkati!

Share:

Jangan Tunda

 

📖 Bilangan 15:1–21

Setelah mengampuni umat Israel, Allah kembali menyampaikan ketetapan-Nya kepada Musa. Kali ini, ketetapan tentang persembahan yang harus diberikan umat ketika mereka masuk ke Tanah Perjanjian. Selain hewan, Allah menetapkan supaya umat mempersembahkan tepung, minyak, dan anggur (ay. 4–10). Bahkan buah pertama pun harus dipersembahkan dalam bentuk olahan (ay. 17–21). Ini belum pernah diatur sebelumnya (bdk. Im. 1–7, 19:24–25).

Selama di padang gurun, umat hanya memiliki hewan untuk dipersembahkan. Namun, di tanah yang baru, mereka akan menikmati hasil bumi. Oleh karena itu, Allah menyesuaikan persembahan dengan apa yang mereka miliki. Tujuannya tetap sama: menjadi bau yang menyenangkan bagi TUHAN (ay. 3, 10, 14).

🔴 Persembahan: Total dan Sekarang

Aturan ini menegaskan bahwa:

  1. Allah pasti akan membawa umat-Nya ke Tanah Perjanjian (ay. 2, 18).

  2. Semua berkat yang akan mereka nikmati adalah milik Allah yang patut dipersembahkan kembali kepada-Nya.

Persembahan bukan hanya tentang jumlah, melainkan tentang ketulusan dan waktu. Allah ingin umat-Nya mempersembahkan apa yang mereka miliki sekarang, dengan sukacita dan kerelaan hati (bdk. 2Kor. 8:12). Sayangnya, banyak orang menunda memberi. "Nanti saja," begitu alasannya — nanti saat sudah mapan, nanti saat ada lebih, nanti saat semua beban selesai. Namun, menunda memberi sama dengan menunda menempatkan Allah sebagai yang utama dalam hidup kita.

📿 Doa Pagi

Terpujilah Bapa yang di surga, pagi ini aku bersyukur atas pertolongan-Mu sepanjang malam.
Pagi ini aku mohonkan berkat bagi Bapak, Ibu, saudara-saudariku, dan seluruh jemaat.
Kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam kehidupan kami.
Diberkatilah rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, sawah dan ladang, perusahaan, studi, toko, kantor, pelanggan, pelayanan, dan gereja kami.
Juga majikan, calon pendamping, serta seluruh rencana-rencana kami.
Dalam nama Tuhan Yesus, biarlah berkat-Mu mengalir melimpah.
Tambahkan hikmat, kekuatan, dan terobosan baru agar kami sukses di dalam pimpinan-Mu.
Jadilah seturut kehendak-Mu.
Amin! Tuhan Yesus memberkati.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 11 Mei 2025

Share:

Konsisten Kata dan Perbuatan


Dalam budaya Jawa, dikenal pepatah: “esuk tempe, sore dhele.” Artinya, pagi bilang tempe, sore berubah jadi kedelai. Ungkapan ini mencerminkan ketidakkonsistenan antara kata dan perbuatan — sesuatu yang menandai ketidakjujuran atau ketidakteguhan hati.

Namun, Allah tidak demikian. Firman-Nya teguh, janji-Nya pasti. Ia menjanjikan tanah perjanjian kepada bangsa Israel. Ketika umat-Nya bersungut-sungut dan tidak percaya, bahkan hendak kembali ke Mesir, TUHAN murka (ay. 11–12). Musa pun memohon pengampunan, dan Allah mengampuni (ay. 20). Tetapi pengampunan itu tidak serta-merta menghapuskan akibat dari ketidakpercayaan mereka — generasi itu tidak masuk tanah perjanjian, kecuali Kaleb dan Yosua (ay. 30).

🔴 Ketaatan Bukan Sekadar Kata, tetapi Perbuatan

Iman yang sejati tidak berhenti pada pengakuan di mulut. Kaleb dan Yosua menunjukkan iman mereka bukan hanya lewat perkataan, tetapi juga lewat sikap yang teguh dan tindakan yang selaras (ay. 6–9). Sebaliknya, umat yang lain berubah-ubah: saat takut, mereka menolak berangkat; saat ditegur, mereka nekat maju tanpa perintah TUHAN (ay. 40–45).

Konsistensi iman diuji justru saat keadaan sulit. Apakah kita tetap taat ketika doa-doa kita belum dijawab? Apakah tindakan kita tetap selaras dengan iman yang kita akui saat hasil belum terlihat?

Allah tidak pernah ingkar janji. Karena itu, marilah kita pun belajar hidup dalam konsistensi — menyatukan ucapan dan tindakan dalam iman yang teguh kepada-Nya. Sebab hanya dengan konsistensi itulah kita menunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh percaya kepada Allah.

Share:

PoV

 


Di media sosial, kita mengenal istilah PoV (point of view) sebagai sudut pandang seseorang terhadap sesuatu. Sudut pandang ini bukan hanya soal bagaimana kita melihat dunia, tetapi juga bagaimana kita memaknai pengalaman, tantangan, dan panggilan dalam hidup.

Dalam kisah pengintai tanah Kanaan, kedua belas orang yang diutus Musa memiliki PoV yang serupa tentang keadaan tanah — tanah itu memang berlimpah susu dan madunya (ay. 27). Mereka juga sepakat bahwa penduduknya kuat dan kotanya berkubu (ay. 28–29). Namun, perbedaan muncul saat mereka menilai kemampuan bangsa Israel untuk merebut tanah itu. Kaleb melihat dengan iman dan keyakinan bahwa mereka sanggup menaklukkannya (ay. 30), sementara yang lain melihat dengan ketakutan dan pesimisme (ay. 31–33).

🔴 Sudut Pandang Kita Menentukan Arah Langkah Kita

Kaleb dan sepuluh pengintai lainnya mengalami hal yang sama, tetapi menafsirkannya dengan PoV yang berbeda. Hal ini mengajarkan bahwa sering kali persoalan bukan terletak pada keadaan luar, tetapi pada bagaimana kita memandangnya. Ketika kita memandang sebuah tantangan dengan pesimis, maka kita akan kehilangan semangat dan keberanian. Tetapi jika kita memandangnya dengan iman dan harapan, maka langkah kita menjadi pasti dan berani.

Setiap hari kita menghadapi tantangan yang serupa: akankah kita menyerah karena merasa kecil, atau melangkah karena percaya Allah beserta kita? Mari memandang hidup dari sudut pandang yang dibentuk oleh iman, bukan ketakutan. Biarlah kita belajar seperti Kaleb — melihat dengan keyakinan, bukan dengan keraguan.

Share:

Dosa Kebodohan

 

📖 Bilangan 12:1–11

Sering kali kita mengukur kebodohan hanya dari sisi akademis — nilai rapor, ijazah, atau gelar. Namun, Alkitab menunjukkan bahwa kebodohan sejati bisa terjadi ketika seseorang gagal memahami kehendak Allah. Harun sendiri mengakui bahwa tindakannya bersama Miryam adalah “dosa dalam kebodohan” (ay. 11).

Mereka mencela Musa, mempertanyakan otoritas yang Allah berikan kepadanya (ay. 1–2). Ini bukan hanya kritik terhadap Musa sebagai pribadi, melainkan perlawanan terhadap pilihan Allah sendiri. Tuhan pun menyatakan bahwa mereka tidak benar-benar mengenal siapa Musa di mata-Nya (ay. 6–8). Kebodohan mereka terletak pada ketidakpekaan mereka terhadap pekerjaan dan kehendak Tuhan.

🔴 Kebijaksanaan Tumbuh dari Hati yang Cermat dan Rendah Hati

Kita pun bisa jatuh pada kebodohan yang sama jika mudah menilai sesuatu tanpa mengenal dan mencermatinya terlebih dahulu. Sering kali, ketika situasi tidak menguntungkan kita, kita tergoda untuk menyalahkan atau menolak sesuatu — bahkan keputusan Allah — karena merasa lebih tahu.

Menjadi pintar bukan hanya soal akademik, tetapi soal kebijaksanaan. Kebijaksanaan muncul ketika kita belajar untuk cermat, peka, dan rendah hati dalam menilai keadaan, orang lain, dan kehendak Tuhan. Itulah bentuk kepintaran sejati — ketika kita memilih taat dan tidak mudah terombang-ambing oleh penilaian diri sendiri atau lingkungan.

Share:

Melampaui Harapan

📖 Bilangan 11:21–31

Allah sanggup melakukan segala sesuatu, bahkan yang melampaui logika manusia. Ketika Musa merasa mustahil menyediakan daging untuk seluruh bangsa Israel di padang gurun, TUHAN menunjukkan bahwa tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Ia mendatangkan burung puyuh dalam jumlah sangat banyak — sejauh satu hari perjalanan dan setinggi dua hasta dari tanah (ay. 31). Ini bukan sekadar cukup, melainkan melimpah ruah!

Peristiwa ini menyadarkan kita bahwa Allah tidak dibatasi oleh cara atau ukuran manusia. Ketika manusia hanya membayangkan sepiring daging, Allah menyediakan ratusan kilogram. Ketika kita berpikir kecil, Allah bekerja besar. Itulah kuasa dan kemurahan Allah yang luar biasa.

🔴 Iman yang Percaya Tanpa Batasan

Terlalu sering kita tanpa sadar membatasi kuasa Allah. Kita beriman, tapi masih mengira pertolongan Allah hanya sebatas pemahaman atau rencana kita sendiri. Namun, seperti yang dialami Musa, Allah justru menunjukkan bahwa iman sejati berarti membuka diri untuk menerima karya Allah yang besar — bahkan yang tidak pernah kita bayangkan.

Saat kita percaya sungguh-sungguh, kita tidak hanya berharap pada apa yang kita lihat. Kita percaya Allah mampu melakukan perkara besar, bahkan melampaui harapan kita


Share:

Tak Bisa Menghindar

 

📖 Bilangan 11:24–30

Ketika TUHAN memilih seseorang untuk melakukan pekerjaan-Nya, tidak ada yang dapat menghindar. Inilah yang dialami oleh Eldad dan Medad. Meskipun mereka tidak hadir di Kemah saat Musa mengumpulkan ketujuh puluh tua-tua, TUHAN tetap memberikan kepada mereka sebagian dari Roh yang ada pada Musa, dan mereka pun bernubuat di perkemahan (ay. 25–26).

Alkitab tidak menjelaskan alasan ketidakhadiran mereka. Namun, yang pasti, ketidakhadiran itu tidak menghalangi kehendak Allah untuk menjadikan mereka bagian dari pekerjaan-Nya. Eldad dan Medad tetap dipakai TUHAN, menunjukkan bahwa ketika Allah berkehendak, tak ada yang bisa menghindar.

Kita pun dipanggil untuk mengambil bagian dalam pekerjaan Allah. Panggilan itu bisa datang dalam banyak bentuk—melalui gereja, komunitas, keluarga, bahkan di tempat kerja atau sekolah. Namun, tidak jarang kita merasa keberatan, mencoba menghindar, atau berpikir bahwa tugas tersebut terlalu berat.

Belajarlah dari Eldad dan Medad. Lebih baik menyediakan diri dipakai oleh Allah daripada mencoba lari dari kehendak-Nya. Sebab, ketika Allah memanggil, Ia juga menyertai dan memperlengkapi. Roh yang sama yang menguatkan Musa dan para tua-tua, juga akan memampukan kita.

Jadi, ketika tugas dari Tuhan datang, jangan ragu dan jangan menolak. Sambut dengan iman dan keyakinan bahwa penyertaan-Nya cukup. Kita dipanggil bukan karena mampu, tetapi karena Dia yang memanggil akan memampukan.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.