Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

🕰️ Perkara yang Ditangguhkan

 

"Perkara yang Ditangguhkan" mengajak kita memahami lewat firman Tuhan bahwa penundaan bukan berarti penolakan, melainkan bagian dari rencana-Nya.

“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya seperti yang dianggap sebagian orang sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu…”
2 Petrus 3:9a


⚖️ 1. Tuduhan, Pembelaan, dan Penundaan

Setelah Paulus diserahkan ke Gubernur Feliks, tidak serta-merta ia diadili. Butuh lima hari bagi para penuduh untuk hadir. Tertulus, sang orator ulung, memulai dengan pujian-pujian politis, kemudian dakwaan tajam terhadap Paulus. Namun, ketika tiba gilirannya, Paulus dengan tenang menyampaikan pembelaan—bukan karena kehebatannya, tetapi karena ia tahu bahwa kebenaran adalah kekuatannya (ay. 10–21).

Menariknya, setelah mendengar semuanya, Feliks tidak langsung mengambil keputusan. Ia menangguhkan perkara tersebut (ay. 22). Bahkan, selama dua tahun kemudian, Paulus tetap ditahan, meskipun tidak terbukti bersalah (ay. 27).


🧠 2. Bijak Menunda, Bukan Mengabaikan

Pepatah Jawa mengatakan, “Alon-alon asal kelakon” — perlahan, tapi tercapai. Dalam konteks ini, Feliks memilih untuk menunggu, bukan karena ketidakpedulian, tetapi mungkin karena ia sedang mencari waktu dan suasana yang tepat, atau bahkan karena ketakutannya mengambil risiko.

Terkadang, menunda keputusan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk hikmat — untuk memberi ruang kepada kebenaran muncul, atau untuk membuka peluang campur tangan Tuhan.


🙏 3. Menunda untuk Mendengar Suara Tuhan

Dalam hidup kita, banyak hal yang belum selesai:

  • Doa yang belum terjawab,

  • Masalah yang belum selesai,

  • Keputusan yang belum diambil.

Namun, penundaan bukan berarti Tuhan diam. Bisa jadi, penundaan adalah cara Tuhan melatih kesabaran, memperhalus karakter, dan mengarahkan kita kepada yang terbaik.

Dalam penundaan, ada pembentukan. Dalam keterlambatan, ada pelajaran iman.


💬 Renungan untuk Kita

  • Apakah kita bisa bersabar dalam perkara yang belum selesai?

  • Maukah kita menunda keputusan dengan hikmat, bukan dengan ketakutan?

  • Bersediakah kita menantikan waktu Tuhan dan percaya bahwa Dia tetap bekerja, meski belum menjawab?


🙏 Doa

Tuhan, ajarku untuk bersabar dalam ketidakpastian.
Ketika jawab-Mu belum tiba,
biarlah hatiku tidak panik,
melainkan percaya bahwa Engkau tengah bekerja
dengan cara-Mu yang ajaib.

Beriku hikmat untuk tidak terburu-buru,
dan iman untuk terus menantikan
apa yang Engkau tetapkan sebagai yang terbaik.

Aku percaya, perkara yang ditangguhkan dalam dunia,
tidak pernah luput dari perhatian surgawi.

Amin.

Share:

🔒 Tahanan Istimewa

"Tahanan Istimewa" mengajarkan lewat firman Tuhan bahwa di balik penderitaan, Allah tetap bekerja dan menyatakan rencana-Nya bagi yang setia kepada-Nya.

“Karena tangan TUHAN menopangnya, ia tidak akan dibiarkan tergelincir.” — Mazmur 37:24


⚔️ 1. Perlakuan yang Tak Lazim

Biasanya, seorang tahanan dibelenggu, diinterogasi dengan keras, dan dijaga seadanya. Tapi Paulus justru diantar dengan pengawalan militer yang luar biasa:

  • 200 prajurit

  • 70 prajurit berkuda

  • 200 orang bertombak

  • Beberapa kuda untuk transportasi

Bahkan, Klaudius Lisias menulis surat khusus kepada Gubernur Feliks agar Paulus mendapat keadilan. Dan bukan di penjara biasa, Paulus ditempatkan di istana Herodes, tempat yang aman dan terhormat (ay. 35).

Jika bukan karena Tuhan, mana mungkin seorang tahanan mendapat perlakuan seperti bangsawan?


👑 2. Paulus: Tahanan yang Berfungsi

Mengapa semua ini terjadi?
Karena Paulus bukan hanya tahanan Roma. Ia adalah utusan Kristus yang sedang menjalankan misi Injil bahkan dari dalam belenggu. Tuhan mengatur setiap langkah, setiap penjagaan, dan setiap penempatan — bukan untuk kenyamanan, tapi untuk kesempatan bersaksi.

Tuhan memakainya untuk menyatakan Injil, bukan hanya kepada rakyat biasa, tapi juga kepada pejabat tinggi dan penguasa.


🛡️ 3. Tahanan Istimewa: Bukan Paulus Saja

Kita pun — dalam penderitaan, kesulitan, bahkan ketika “terbelenggu” oleh situasi hidup — bukan orang biasa. Kita adalah tahanan istimewa, karena Tuhan ada bersama kita.

  • Mungkin kita tidak dijaga 470 tentara.

  • Tapi kita dijaga oleh pasukan sorgawi.

  • Mungkin kita tak tinggal di istana,

  • Tapi damai sejahtera Kristus adalah benteng kita.


💬 Renungan untuk Kita

  • Kita mungkin sedang dalam tekanan hidup, tetapi kita tidak sendirian.

  • Tuhan menyediakan jalan keluar, perlindungan, dan strategi-Nya.

  • Keterbatasan kita bukan akhir dari misi kita, karena Tuhan tetap bekerja.

Kita bukan hanya selamat, tapi dipersiapkan untuk menjadi saksi-Nya — bahkan dari tengah penderitaan.


🙏 Doa

Tuhan Yesus, Engkau selalu punya cara untuk melindungi umat-Mu.
Walau kami merasa “terbelenggu” oleh banyak hal,
kami percaya, Engkau tidak membiarkan kami binasa.

Ajar kami melihat tangan-Mu yang bekerja bahkan di balik penderitaan.
Teguhkan hati kami untuk menjadi saksi-Mu di mana pun kami berada.

Kami percaya: Di dalam Engkau, kami adalah tahanan yang istimewa.
Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.

Share:

✨ Tuhan Selalu Punya Cara

"Tuhan Selalu Punya Cara" menegaskan lewat firman Tuhan bahwa dalam setiap kesulitan, Allah tidak pernah kehabisan jalan untuk menolong dan memulihkan kita.

Kisah Para Rasul 23:12–22

Ketika manusia merencanakan kejahatan secara diam-diam, Tuhan bertindak secara nyata. Dialah yang tak pernah tertidur mengawasi umat-Nya.


🧠 1. Strategi Kebencian yang Rapi

Orang-orang Yahudi merancang strategi busuk untuk membunuh Paulus. Bahkan mereka bersumpah untuk tidak makan dan minum sebelum misi mereka berhasil (ay. 12-13). Mereka berkolaborasi dengan pemimpin agama untuk mengelabui otoritas Romawi demi menjebak Paulus (ay. 14-15).

Strategi mereka mungkin kelihatan cerdas — tetapi mereka lupa bahwa Tuhan tidak bisa dibodohi.


🔍 2. Tuhan yang Tahu Segalanya

Paulus tidak tahu rencana jahat itu. Ia dalam tahanan, tidak punya kuasa. Tapi Tuhan tahu. Tuhan memakai keponakan Paulus — seorang tokoh kecil yang hadir tepat waktu — untuk menyampaikan informasi krusial kepada kepala batalion (ay. 16-22).

Ini bukan kebetulan. Ini adalah intervensi Allah.
Tuhan tidak tidur. Ia selalu punya cara.


🛡️ 3. Allah Sang Pelindung Umat-Nya

Paulus dilindungi, bukan karena kekuatannya, tapi karena Allah mengatur segalanya. Bahkan ketika dia tidak tahu, Allah menyusun strategi penyelamatan-Nya sendiri.

Dalam segala ancaman, kita punya jaminan:
Tuhan ada di pihak kita.


🙌 Refleksi Iman

  • Ketika orang merancang kejatuhanmu, Tuhan sedang menyiapkan perlindungan-Nya.

  • Ketika kamu tidak tahu jalan keluar, Tuhan sedang membuka jalan rahasia.

  • Ketika kamu merasa tidak berdaya, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya.

Jangan fokus pada rencana jahat manusia. Fokuslah pada pemeliharaan Allah yang sempurna.


🙏 Doa

Ya Bapa, Engkau Allah yang Maha Mengetahui.
Engkau melihat rencana tersembunyi para pembenci kami,
dan Engkau pula yang memegang kendali atas hidup kami.
Teguhkan iman kami, agar kami tidak takut pada kebencian,
melainkan terus melangkah dalam panggilan-Mu.

Tuhan, tuntun setiap langkah kami dan lindungilah kami
dari yang tampak dan tak tampak, dari yang kami tahu dan yang tidak kami ketahui.
Dalam nama Yesus, kami percaya: Engkau selalu punya cara.
Amin.

Share:

✨ Teguhkanlah Hatimu untuk Bersaksi

"Teguhkanlah Hatimu untuk Bersaksi" mengajak kita lewat firman Tuhan untuk berani menyatakan iman, meski tantangan dan penolakan harus dihadap

Kesaksian tentang Kristus tidak selalu diterima dengan hangat. Bahkan, kerap dibalas dengan penolakan dan ancaman. Namun, Tuhan meneguhkan hati hamba-Nya.


🔍 1. Kesaksian yang Dibalas Tamparan

Paulus dihadapkan pada Mahkamah Agama yang terdiri dari orang Farisi dan Saduki. Di situ, ia menyatakan bahwa hidupnya tetap dijalani dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah (23:1). Tetapi justru pernyataan ini dibalas dengan tamparan dan hinaan (23:2).

Kebenaran seringkali menyakitkan bagi mereka yang tidak siap mendengarnya.


💡 2. Keteguhan yang Tidak Goyah

Meski dalam tekanan, Paulus tetap teguh. Ia menjawab dengan keberanian, bahkan menggunakan hikmat untuk membedakan dan mengarahkan situasi (23:6). Dalam perdebatan, ia tahu kapan berbicara, kapan diam, dan kepada siapa berseru.

Keteguhan hati bukan berarti keras kepala, tetapi keberanian untuk berdiri pada kebenaran.


🕊️ 3. Tuhan yang Meneguhkan

Di tengah kekacauan dan bahaya, Tuhan sendiri berdiri di sisi Paulus dan berkata, "Teguhkan hatimu" (23:11). Itu bukan sekadar kata penghiburan, tetapi panggilan untuk melanjutkan misi — dari Yerusalem sampai Roma.

Saat semua orang menolak, Tuhan tetap menyertai dan meneguhkan.


🔔 Refleksi Kita Hari Ini

  • Mungkin kita juga berada dalam situasi yang sulit untuk bersaksi.

  • Mungkin kita merasa ditolak karena kebenaran yang kita sampaikan.

  • Namun, seperti Paulus, Tuhan juga berkata kepada kita hari ini:

    "Teguhkan hatimu!"


🙏 Doa Berkat

Terpujilah Engkau, Bapa di Surga.
Kami bersyukur atas penyertaan-Mu malam yang telah berlalu dan pagi yang baru ini. Kami memohonkan berkat-Mu:

✨ Berkat kesehatan,
✨ Berkat sukacita dan damai sejahtera,
✨ Berkat atas keluarga, anak-anak, cucu-cucu,
✨ Berkat atas pekerjaan, sawah-ladang, usaha, studi, kantor, dan relasi,
✨ Berkat atas pelayanan, gereja, majikan, dan calon pendamping hidup.

Tuhan, curahkan hikmat dan kekuatan atas setiap langkah hidup kami. Biarlah berkat-Mu mengalir melimpah, dan kami tetap teguh berdiri dalam terang kebenaran-Mu.

Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa. Amin.
Tuhan Yesus memberkati!

Share:

🛡️ Identitas yang Menyelamatkan

"Identitas yang Menyelamatkan" menegaskan lewat firman Tuhan bahwa jati diri dalam Kristus membawa keselamatan, makna hidup, dan pengharapan kekal.

Identitas bukan sekadar label, tetapi jati diri yang menyelamatkan. Kadang kala, identitas yang dimiliki seseorang bisa menjadi pembeda antara bebas atau terhukum.


🔍 1. Paulus Menyadari Identitasnya

Ketika hendak dicambuk tanpa pengadilan, Paulus mengungkapkan bahwa dirinya adalah warga negara Roma (ay. 25). Tiba-tiba, tindakan para serdadu berhenti. Mereka takut, karena menyiksa seorang Civis Romanus tanpa proses hukum bisa berakibat fatal bagi mereka sendiri (ay. 26–29).

Kesadaran akan identitas menyelamatkan Paulus dari penderitaan yang tidak perlu.


⚖️ 2. Hukum Roma vs. Anugerah Allah

Menurut hukum Romawi, warga negara memiliki hak istimewa. Namun, menurut hukum kasih karunia Allah, mereka yang percaya kepada Kristus memiliki identitas kekal sebagai anak Allah—jauh lebih tinggi dan berharga dari status duniawi mana pun.

“Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan” (Markus 16:16).
Identitas sebagai warga Kerajaan Allah dibayar dengan darah Kristus!


💡 3. Sadarkah Kita Siapa Kita?

Banyak orang Kristen tahu bahwa mereka "orang percaya", namun tidak menyadari hak dan tanggung jawab rohaninya. Kita dipanggil bukan hanya untuk tahu, tapi juga untuk hidup sebagai anak-anak terang:

  • Menolak hidup dalam dosa

  • Taat pada kehendak Allah

  • Menjadi saksi Kristus dalam perkataan dan perbuatan

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku” (Mat. 7:21).


✨ Refleksi

Jika Paulus saja diselamatkan oleh identitas dunianya, berapa besar kuasa identitas kita di dalam Kristus? Jangan abaikan. Jangan sembunyikan. Hidupkan identitas itu setiap hari.


🙏 Doa

Tuhan, terima kasih karena aku memiliki identitas baru sebagai anak-Mu. Ingatkan aku untuk hidup sesuai dengan panggilanku—menjadi terang, menjadi garam, dan menaati kehendak-Mu. Jangan biarkan aku hanya memakai label Kristen, tetapi hiduplah dalamku, agar dunia melihat Engkau melalui kehidupanku. Dalam nama Yesus. Amin.

Share:

🎙️ Menyaksikan yang Dialami

"Menyaksikan yang Dialami" mengajak kita memberitakan firman Tuhan melalui pengalaman hidup nyata sebagai kesaksian akan kuasa dan kasih Allah.

Kesaksian paling kuat bukan berasal dari cerita orang lain, melainkan dari pengalaman pribadi. Rasul Paulus menunjukkan hal ini ketika ia diberi kesempatan berbicara di hadapan orang-orang yang baru saja menganiayanya.


🔍 1. Kesaksian Dimulai dari Diri Sendiri

Paulus membuka kesaksiannya dengan mengenalkan latar belakangnya:

  • Ia adalah orang Yahudi dari Tarsus,

  • dididik dalam Hukum Taurat oleh Gamaliel,

  • giat membela Allah dengan menganiaya orang Kristen (ay. 3–5).

Kesaksian dimulai dengan kejujuran tentang masa lalu.


🔄 2. Titik Balik: Bertemu Kristus

Paulus menceritakan bagaimana Tuhan Yesus sendiri menyatakan diri-Nya dalam perjalanannya ke Damsyik (ay. 6–10).
Ia buta secara jasmani—sebuah lambang bahwa ia juga buta secara rohani—lalu dipulihkan, dibaptis, dan disucikan dalam nama Tuhan (ay. 12–16).

Titik balik dalam hidup kita adalah ketika kita menyadari kasih Tuhan dan bertobat.


🌍 3. Panggilan untuk Bersaksi kepada Semua Bangsa

Saat berdoa di Bait Allah, Paulus mendapatkan panggilan kedua: Tuhan mengutusnya keluar, kepada bangsa-bangsa lain (ay. 17–21). Meski berat dan penuh risiko, ia tetap taat.

Kesaksian bukan hanya untuk kalangan sendiri, tetapi untuk semua orang, termasuk mereka yang belum mengenal Kristus.


🛑 4. Risiko Tetap Ada, Tapi Misi Tetap Jalan

Setelah kesaksiannya, Paulus tetap ditolak dan dicerca (ay. 22). Namun, penolakan tidak membatalkan panggilan. Paulus tetap setia karena apa yang ia alami adalah cara Tuhan memperlengkapi pelayanannya.


✨ Refleksi

Mungkin kamu juga mengalami pergumulan, luka, atau masa lalu yang kelam. Namun jangan lupakan ini:

Apa yang kita alami bersama Tuhan bukan untuk disimpan, tetapi untuk dibagikan.
Kesaksianmu bisa menjadi penghiburan, kekuatan, bahkan titik balik bagi orang lain.


🙏 Doa

Tuhan, ajarku untuk tidak malu atas masa laluku, tetapi menjadikannya sebagai kesaksian atas kasih dan kuasa-Mu. Mampukan aku bersaksi bukan dari kata-kata orang lain, melainkan dari pengalaman nyata bersama-Mu. Bentuk hidupku menjadi cerita tentang anugerah-Mu yang mengubahkan. Dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin.

Share:

❓Kok Bisa Sih?

 

"Kok Bisa Sih?" mengajak kita merenung lewat firman Tuhan bahwa rencana-Nya sering di luar logika manusia, namun penuh hikmat dan kasih yang sempurna.

Banyak kejadian dalam hidup membuat kita spontan berkata, “Kok bisa sih?”—ungkapan keheranan karena sesuatu yang terjadi di luar nalar. Perikop hari ini juga membuat kita bertanya-tanya tentang ketenangan dan kesabaran seorang Rasul Paulus dalam situasi genting.

Berikut tiga hal yang mengherankan dari sikap Paulus:


1️⃣ Tetap Tenang Saat Disalahpahami

Paulus ditangkap karena hoaks bahwa ia membawa orang non-Yahudi masuk ke dalam Bait Allah. Bahkan, komandan pasukan mengira dia pemberontak Mesir! Namun, bukannya marah atau membela diri, Paulus tenang menjelaskan identitasnya sebagai warga negara Tarsus (ay. 37–39a).

Kok bisa sih? Dalam ketidakadilan, dia tetap bersikap dewasa.


2️⃣ Tetap Sabar Saat Dianiaya

Setelah dipukul, diseret, dan difitnah, Paulus tetap meminta izin secara sopan untuk berbicara kepada massa (ay. 39b). Padahal, sebagai warga negara Romawi, ia punya hak bicara. Namun, ia tetap memilih jalur damai.

Kok bisa sih? Dalam tekanan, dia tetap rendah hati.


3️⃣ Tetap Setia Memberitakan Injil

Ketika diizinkan bicara, Paulus tidak membela diri, melainkan langsung menceritakan karya Kristus dalam hidupnya (ay. 40, lih. Kis. 22). Dia menjadikan mimbar itu sebagai peluang untuk memberi kesaksian.

Kok bisa sih? Dalam penderitaan, dia tetap fokus kepada misi Tuhan.


🔑 Kuncinya: Hati yang Siap dan Roh yang Menguatkan

Mengapa Paulus bisa seperti itu? Karena ia sudah siap sejak awal untuk menghadapi penderitaan demi Kristus (lih. Kis. 20:24). Ia tidak hidup berdasarkan kenyamanan, tapi berdasarkan ketaatan kepada Allah.


🔍 Refleksi

Ketika kita disalahpahami, diperlakukan tidak adil, atau mengalami tekanan karena iman kita, apakah kita akan tetap tenang, sabar, dan setia seperti Paulus?

Maukah kita mempersiapkan hati untuk taat, bahkan ketika hal itu menuntut pengorbanan besar?


🙏 Doa

Tuhan, ajarlah aku untuk bersikap tenang saat disalahpahami, sabar saat disakiti, dan setia saat diminta bersaksi. Tuntun aku dengan Roh-Mu agar aku tidak bereaksi secara daging, tetapi merespons dengan kasih dan hikmat. Bentuk hatiku seperti hati Paulus, yang siap menghadapi penderitaan demi kemuliaan-Mu. Dalam nama Yesus aku berdoa. Amin.

Share:

🔥 Fanatisme: Garang atau Teduh?

 
"Fanatisme: Garang atau Teduh?" mengajak kita menilai sikap iman lewat firman Tuhan—apakah mencerminkan kasih atau justru menjauhkan dari kebenaran.

Orang yang fanatik sering kali mudah tersulut emosi. Mereka bisa langsung bertindak anarkis tanpa melakukan klarifikasi, hanya karena merasa "membela Tuhan". Inilah yang dialami oleh Rasul Paulus. Ia dianiaya secara brutal bukan karena kesalahan yang nyata, tetapi karena kesalahpahaman dan hasutan massa (ay. 27–29).

Orang-orang menyangka bahwa Paulus telah membawa Trofimus, seorang bukan Yahudi, ke dalam Bait Allah—padahal tidak! Namun, karena informasi setengah benar ini, Paulus diseret, dipukul, dan dirantai (ay. 30–33). Ironisnya, massa yang menyerangnya pun tidak tahu pasti alasan mereka marah (ay. 34).


🔁 Paulus: Dulu Pelaku, Kini Korban

Sebelum mengalami kekerasan ini, Paulus sendiri pernah menjadi pelaku fanatisme. Dia adalah orang yang paling bersemangat menganiaya jemaat mula-mula, karena dia pikir sedang berbakti kepada Allah (bdk. Kis. 9:4-5). Tapi kemudian, ia disadarkan oleh kasih Kristus dan berbalik arah.


👥 Dua Wajah Umat Beragama

Dari kisah ini kita belajar bahwa umat Tuhan bisa memiliki dua wajah:

  1. Wajah Garang

    • Mudah tersinggung atas nama Tuhan.

    • Cepat menghakimi tanpa cinta kasih.

    • Cenderung keras dalam menyikapi perbedaan.

    • Menyalahgunakan semangat agama untuk membenarkan kekerasan.

  2. Wajah Teduh

    • Lembut dan rendah hati, sekaligus tegas dalam iman.

    • Mampu membedakan antara kebenaran dan emosi pribadi.

    • Menghadirkan damai karena sadar bahwa Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:8).

    • Mewujudkan iman melalui sikap pengampunan dan pelayanan.


🧠 Fanatisme vs Iman Sejati

Fanatisme sering lahir karena agama dijadikan arena persaingan kesalehan, bukan ruang penerimaan anugerah. Ketika fokus iman bergeser dari Kristus yang penuh kasih kepada ego pembuktian diri, maka kekerasan menjadi hal yang "suci". Padahal, iman sejati menuntun kepada kasih, bukan keributan (lih. Gal. 5:22–23).


💬 Refleksi

Dalam kehidupan beriman kita,
Apakah kita lebih cepat menuduh atau lebih cepat mengasihi?
Apakah kita mendengar suara kasih Allah atau justru amarah dari dalam diri sendiri?

Ingat, Allah tidak memanggil kita untuk menjadi tentara fanatik, tapi menjadi duta kasih-Nya di tengah dunia yang penuh luka.


🙏 Doa

Tuhan, jauhkanlah aku dari semangat fanatisme yang membabi buta. Bentuklah hatiku untuk mencintai-Mu dengan benar, dan mencintai sesama dengan kasih yang sejati. Beri aku hikmat agar tidak menjadi hakim atas orang lain, melainkan pembawa damai dan terang Kristus di mana pun aku berada. Amin.

Share:

🦎 Adaptif Seperti Bunglon

 

"Adaptif Seperti Bunglon" mengajak kita lewat firman Tuhan untuk menyesuaikan diri tanpa kehilangan iman, tetap teguh dalam kebenaran di tengah perubahan.

Apakah orang Kristen boleh beradaptasi dengan lingkungan?
Jawabannya: ya, selama adaptasi itu tidak mengubah esensi iman. Sama seperti bunglon yang mengubah warna tubuhnya untuk menyesuaikan dengan lingkungan, tetapi tidak pernah berubah bentuk atau identitasnya, demikian pula hidup orang percaya.

Ketika Rasul Paulus tiba di Yerusalem, para saudara menyambutnya dengan sukacita (ay. 17). Paulus dengan penuh semangat menceritakan karya Tuhan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi (ay. 19), dan para penatua memuliakan Allah saat mendengarnya (ay. 20). Namun, ada satu isu yang tidak bisa diabaikan: banyak orang Yahudi salah paham dan menuduh bahwa Paulus mengajarkan pelanggaran Hukum Taurat (ay. 21).

Lalu, para penatua memberi nasihat strategis: agar Paulus mengikuti ritual penyucian dan mencukur rambutnya, untuk menunjukkan bahwa ia tidak menolak hukum Yahudi (ay. 23–24). Paulus menerima nasihat itu. Mengapa? Karena hal tersebut tidak mengubah isi imannya, hanya caranya dalam membawa diri dan mengomunikasikan Injil.

Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang.
(1 Korintus 9:22b)


🔄 Menjaga Esensi, Menyesuaikan Ekspresi

Dalam kehidupan bergereja, kita perlu membedakan antara:

  • Prinsip Dasar – yang tidak bisa diubah: seperti doktrin Allah Tritunggal, keselamatan oleh anugerah melalui iman, dan kematian-kebangkitan Kristus.

  • Prinsip Teknis – yang bisa diadaptasi: seperti bentuk liturgi, gaya musik, metode penginjilan, atau media pelayanan.

Sayangnya, banyak orang lebih kaku dalam hal teknis dan lebih longgar dalam hal prinsip. Kita membela gaya ibadah, tapi lupa menjaga kekudusan hidup. Kita bersikukuh soal pakaian ibadah, tapi mengabaikan kebenaran Injil.


🌱 Refleksi

Rasul Paulus menunjukkan bahwa menyesuaikan diri bukan kompromi, asalkan inti iman tetap terjaga. Ia bersedia mengubah pendekatan, tetapi tidak pernah mengubah Injil. Semangatnya adalah memenangkan lebih banyak orang bagi Kristus, bukan memenangkan debat atau mempertahankan tradisi.

Mari kita bertanya:
Apakah cara kita melayani dan bersaksi mempermudah orang mengenal Kristus, atau justru menghalangi mereka?

Jadilah seperti bunglon dalam hal cara menyampaikan kasih Tuhan, tetapi teguh seperti batu karang dalam iman kepada Kristus yang tidak berubah.


🙏 Doa

Tuhan, ajar aku untuk bijak dalam membedakan apa yang perlu dijaga dan apa yang boleh disesuaikan. Beri aku keberanian untuk teguh pada Injil dan kerendahan hati untuk belajar beradaptasi, agar semakin banyak orang dapat mengenal kasih-Mu melalui hidupku. Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.