Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Intervensi Allah dalam Sejarah Manusia

Allah yang Berintervensi dalam Sejarah: Pelajaran dari Pembelaan Stefanus

Allah yang kita percaya ialah Allah yang berintervensi dalam sejarah. Dia bukan Allah menurut deisme, yang menciptakan lalu meninggalkan ciptaan-Nya.

Stefanus sangat memahami konsep ini. Oleh karena itu, ketika dia dituduh bahwa dia menghujat Musa dan Allah, Stefanus tetap tenang. Ditambah lagi, dalam pembelaan dirinya yang cukup panjang itu, Stefanus malah menceritakan kembali pekerjaan Allah dari Abraham sampai Musa. Ini adalah suatu pembelaan diri yang tidak lazim di tengah tuduhan penistaan agama.

Akan tetapi, dalam ketidaklaziman ini, kita dapat melihat satu benang merah.

Benang merahnya adalah kovenan Allah selalu menemui persoalan. Seolah-olah kovenan atau perjanjian tersebut akan batal, tetapi Allah senantiasa menuntun dan memberikan jalan keluar, sehingga apa yang telah direncanakan--sekalipun selalu menemui kesulitan--tidak pernah gagal, karena Allah memelihara kovenan-Nya. 

Abraham diberi janji akan tanah dan keturunan, tetapi ia tidak memiliki anak sampai usia tua (Kisah Para Rasul 7:5); keturunan Abraham malah menjadi pendatang di negeri asing dan dianiaya (Kisah Para Rasul 7:6); Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya (Kisah Para Rasul 7:9); Musa ditolak oleh orang Israel sendiri (Kisah Para Rasul 7:27). Semuanya tampak seperti masalah yang begitu besar. Akan tetapi, pada akhirnya Tuhan selalu membuktikan kovenan-Nya (Kisah Para Rasul 7:7-8, 10).

Stefanus juga menghadapi masalah yang serupa. Ada kemungkinan besar bahwa ia akan dihukum mati. Namun, dia percaya pada janji Tuhan bahwa Tuhan akan menyertainya senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20). Stefanus mengenal secara utuh Allah yang berintervensi dalam sejarah. Oleh karena itulah, dia menceritakan bagaimana Allah telah memelihara kovenan-Nya sejak zaman Abraham hingga Musa.

Konsep tentang Allah yang berintervensi dalam sejarah memberi kita pengharapan. Dalam dunia yang penuh tragedi, kita akan mudah dibuat berputus asa dan menyerah. Namun, percayalah kepada-Nya yang selalu berintervensi dan memberikan jalan keluar, Ia memberi kita kekuatan dalam menjalani kehidupan ini. Kepercayaan ini tidak hanya menguatkan kita dalam menghadapi cobaan, tetapi juga mengingatkan kita akan kesetiaan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Renungan:

1. Allah yang Setia: Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Seperti yang ditunjukkan dalam sejarah, dari Abraham hingga Musa, Allah selalu hadir dan setia dalam menuntun dan memelihara kovenan-Nya. Ini memberikan kita jaminan bahwa Tuhan juga setia dalam hidup kita.

2. Pembelaan yang Bijak: Stefanus memberikan teladan bagaimana cara bijak dalam menghadapi tuduhan dan cobaan. Dengan tetap tenang dan menceritakan kembali kebaikan Tuhan, Stefanus menunjukkan imannya yang kokoh dan keyakinannya akan intervensi Tuhan.

3. Pengharapan dalam Kesulitan: Menghadapi tantangan dan kesulitan hidup sering kali membuat kita putus asa. Namun, dengan memahami bahwa Tuhan berintervensi dalam sejarah dan dalam hidup kita, kita dapat menemukan pengharapan dan kekuatan untuk terus maju.

Doa:

Ya Tuhan, kami bersyukur atas kesetiaan-Mu yang tidak pernah berakhir. Terima kasih karena Engkau selalu hadir dalam setiap aspek kehidupan kami, bahkan di tengah kesulitan dan penderitaan. Tolonglah kami untuk selalu percaya dan berharap kepada-Mu, sama seperti Stefanus. Berikanlah kami kekuatan dan keberanian untuk menghadapi setiap tantangan hidup dengan iman yang teguh. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.


Share:

Renungan dari Kehidupan Yusuf

KEJADIAN 50:22-26
Yusuf masih dapat melihat anak cucu Efraim sampai keturunan yang ketiga; juga anak-anak Makhir, anak Manasye, lahir di pangkuan Yusuf. (Kejadian 50:23)

Saya senang membaca biografi para tokoh, terutama cara mereka menjalani hidup, juga seputar akhir hidup mereka. Mencermati hal itu membuat saya selalu bisa mengambil hikmah, terinspirasi, dan terdorong untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Hari ini kita membaca lima ayat yang menjadi akhir kisah kehidupan Yusuf, yang sejak masa mudanya terbilang penuh drama itu. Minimal ada dua poin yang bisa kita renungkan dari kebenaran firman Tuhan ini.

Pertama, Yusuf hidup sampai umur 110 tahun dan sempat melihat keturunan dari Manasye dan Efraim, bahkan sampai keturunan ketiga (Kejadian 50:22-23). Kalau kita ingat masa muda Yusuf, mungkin orang akan berpikir hidup Yusuf akan berakhir lebih cepat. Yusuf menghadapi berbagai kesulitan dan pengkhianatan sejak masa mudanya: ia dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya, dijual sebagai budak, difitnah oleh istri Potifar, dan dipenjara. Namun, campur tangan Allah dalam kehidupan Yusuf membuat kisah hidup anak Yakub itu berbeda. Melalui semua cobaan itu, Yusuf tetap beriman dan setia kepada Allah, yang akhirnya mengangkatnya menjadi penguasa di Mesir, kedua setelah Firaun.

Kedua, Yusuf mengingatkan saudara-saudaranya agar tetap berharap pada Allah, yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub. Dua kali Yusuf berkata, "Allah pasti akan memperhatikan kamu" (Kejadian 50:24-25), yang terdengar seperti nasihat agar mereka tetap berpaut kepada Allah karena perhatian Allah akan tetap tertuju kepada umat-Nya. Ini menunjukkan bahwa di akhir hidupnya, Yusuf tetap teguh dalam imannya dan berusaha menanamkan iman yang sama kepada generasi penerusnya. Yusuf mengingatkan saudara-saudaranya akan janji Allah untuk membawa mereka kembali ke Tanah Perjanjian, sebagai penggenapan janji-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub.

Renungan:

Saat ini kita mungkin merasa nyaris tak ada masa depan karena pergumulan hidup yang berat. Atau kita mungkin merasa Allah mengabaikan kita. Namun, nas renungan hari ini mengingatkan kita akan kasih setia Allah dalam kehidupan umat-Nya. Yusuf adalah bukti hidup bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. 

Percayalah bahwa Allah yang bekerja dalam kehidupan Yusuf, saat ini Ia juga sedang memperhatikan hidup kita, siap menolong, bahkan mengubahkan kehidupan kita. Sama seperti Allah memperhatikan Yusuf, Allah juga memperhatikan kita. Ia setia dan tidak pernah meninggalkan kita. Oleh karena itu, kita diajak untuk tetap berpegang pada iman dan harapan kita kepada Allah, yakin bahwa kasih dan perhatian-Nya akan selalu ada bagi kita.

Doa:

Ya Tuhan, kami bersyukur atas kasih setia-Mu yang tidak pernah berakhir. Terima kasih untuk contoh iman Yusuf, yang mengingatkan kami bahwa Engkau selalu hadir dalam setiap aspek kehidupan kami, bahkan di tengah kesulitan dan penderitaan. Tolonglah kami untuk selalu percaya dan berharap kepada-Mu, sama seperti Yusuf. Berikanlah kami kekuatan dan keberanian untuk menghadapi setiap tantangan hidup dengan iman yang teguh. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

Umat Palsu

Yesus pernah menceritakan beberapa perumpamaan yang terkait dengan umat palsu. Ia mengumpamakan mereka dengan lalang di antara gandum (Matius 13:24-30). Jemaat mula-mula yang kelihatan begitu ideal tak luput dari lalang. Di antara banyaknya jemaat, ada orang-orang yang memang bukan umat Allah. Mereka adalah pemecah belah gereja yang tidak mencintai firman Tuhan, sekalipun mereka rajin bergereja.

Dalam konteks perikop ini, ada sekelompok orang yang berdebat dengan Stefanus (Kisah Para Rasul 6:9). Akan tetapi, perdebatan tersebut disengaja agar mereka mendapatkan kesalahan Stefanus (Kisah Para Rasul 6:10). Mereka tidak benar-benar ingin mengetahui firman Allah. Mereka hanya ingin menjatuhkan Stefanus. Bahkan, mereka tidak segan-segan menyebarkan fitnah bahwa Stefanus menghujat Allah dan hukum Taurat (Kisah Para Rasul 6:11, 13-14). Hal itu menyebabkan Stefanus diseret ke pengadilan agama (Kisah Para Rasul 6:12).

Sejak awal gereja berdiri, Iblis tidak pernah berhenti bekerja. Selalu saja ada umat palsu yang mengacau di dalam gereja. Hal ini tentunya berlanjut hingga masa kini.

Hal ini berimplikasi pada beberapa hal:

Pertama, ada umat palsu di dalam gereja yang tidak mencintai kebenaran. Oleh karena itu, gereja tidak perlu memaksakan diri untuk menuruti semua provokasi dan keinginan setiap jemaat. Pasalnya, mereka yang tidak mencintai kebenaran hanya ingin disenangkan dan dihibur.

Kedua, koreksilah diri kita, apakah selama ini kita bertindak seperti umat palsu. Kita harus jujur dengan diri kita sendiri. Apa tujuan kita pergi ke gereja? Apakah kita mencintai kebenaran, atau apakah kita punya motivasi lain?

Ketiga, berhati-hatilah dengan sikap yang suka menghakimi. Persoalan yang terjadi pada Stefanus adalah sikap sebagian jemaat yang menghakimi Stefanus secara tidak adil. Sikap ini dapat menjadi sikap kita juga jika kita tidak wawas diri.

Keempat, selalu ada ruang untuk perpecahan gereja. Iblis selalu bekerja dengan giat agar gereja terpecah belah, hamba Tuhan dibenci, dan selalu terjadi perselisihan. Oleh karena itu, waspadalah, agar kita tidak terjerumus oleh perangkap Iblis.

Renungan

Menjaga kesatuan dan keharmonisan di dalam gereja adalah tugas setiap jemaat. Umat yang sejati mencintai firman Tuhan dan berusaha untuk hidup sesuai dengan ajarannya. Kita perlu selalu waspada terhadap provokasi dan sikap menghakimi yang bisa merusak kesatuan gereja. Mari kita menjadi jemaat yang sungguh-sungguh mencintai Tuhan dan kebenarannya.

Doa

Ya Tuhan, kami bersyukur atas ajaran dan teladan yang Engkau berikan melalui firman-Mu. Tolong kami untuk selalu mencintai kebenaran dan menjauhi sikap menghakimi. Berikan kami hikmat untuk mengenali umat palsu di antara kami dan kekuatan untuk menjaga kesatuan gereja-Mu. Jauhkanlah kami dari segala tipu muslihat Iblis yang berusaha memecah belah jemaat. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

BERANI DELEGASI UNTUK PELAYANAN YANG EFEKTIF

Kisah Para Rasul 6:1-7

Kita semua ingin menjadi seperti Superman. Pasalnya, Superman bisa melakukan segala sesuatu. Namun, karakter seperti itu hanya ada di cerita fiksi. Di dunia nyata, semua hal besar perlu dikerjakan bersama-sama.

Gereja mula-mula makin hari makin banyak pengikutnya (Kisah Para Rasul 6:1a). Awalnya, semua tampak begitu ideal. Akan tetapi, makin besar suatu organisasi, makin besar juga potensi konfliknya.

Perpecahan gereja menjadi satu persoalan yang sangat mungkin terjadi. Persoalan ini pun hampir terjadi di gereja mula-mula. Pasalnya, kelompok Kristen berbahasa Yunani merasa diperlakukan tidak adil. Mereka merasa bahwa pembagian sosial kepada janda miskin hanya difokuskan kepada orang Ibrani (Kisah Para Rasul 6:1b).

Ada beberapa pemicu dari persoalan ini: pelayan yang terlalu sedikit, yakni hanya 12 rasul (Kisah Para Rasul 6:2), tugas-tugas pelayanan yang terlalu kompleks, serta jemaat yang sangat banyak sehingga ada yang terabaikan.

Ditambah lagi, rasul-rasul telah menetapkan skala prioritas dalam pelayanan, yakni pelayanan firman sebagai yang primer (Kisah Para Rasul 6:4). Maka, pelayanan sosial menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu, berdasarkan hikmat Allah, rasul-rasul mengambil langkah konkret untuk mengatasinya, yakni delegasi (Kisah Para Rasul 6:3).

Setelah delegasi dilakukan, persoalan ketidakadilan dapat diselesaikan. Bahkan, hasilnya melampaui itu karena firman Allah tersebar dan jumlah orang percaya makin bertambah banyak (Kisah Para Rasul 6:7).

Ada banyak sekali tugas pelayanan gerejawi. Ada tugas pokok (firman Tuhan, doa, penginjilan, liturgi) dan juga tugas lain yang kini menjadi bagian dari perkembangan zaman (perlawatan, konseling, media sosial). Tugas-tugas yang sedemikian banyak itu tidak mungkin hanya dikerjakan oleh hamba Tuhan dan majelis.

Gereja perlu mempersiapkan jemaat yang mau melayani secara holistik. Hamba Tuhan dan majelis juga harus berani mendelegasikan tugas, agar makin banyak orang yang terlibat dalam pelayanan kerajaan Allah dan makin banyak orang dapat mendengarkan Injil Tuhan.

Renungan: Melayani Tuhan adalah panggilan yang mulia, tetapi tidak dapat dilakukan sendiri. Pentingnya delegasi dalam pelayanan adalah agar setiap orang dapat berkontribusi sesuai dengan karunia dan talenta yang diberikan oleh Tuhan. Dengan berani mendelegasikan tugas, kita tidak hanya meringankan beban pelayanan, tetapi juga memberdayakan jemaat untuk tumbuh dan berkembang dalam iman dan pelayanan.

Doa: Ya Tuhan, kami bersyukur atas teladan yang diberikan oleh para rasul dalam mengelola pelayanan dengan bijaksana. Berikanlah kami hikmat dan keberanian untuk mendelegasikan tugas-tugas pelayanan, agar setiap jemaat dapat berkontribusi sesuai dengan karunia yang telah Engkau berikan. Semoga melalui kerja sama dan pelayanan yang holistik, nama-Mu semakin dipermuliakan dan banyak orang dapat mendengar dan menerima Injil-Mu. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

MEMADUKAN LOGIKA DAN RASA

Mempertimbangkan suatu hal dapat dikatakan sebagai seni yang melibatkan logika sekaligus rasa. Untuk mencapai pertimbangan yang baik, logika dan rasa harus selaras. Itulah titik pencapaian dimana energi mengalami ketenangan dan keseimbangan. Dengan pertimbangan baik yang didasari pengertian, keputusan yang diambil pun akan menjadi bijak.

Hari ini kita bisa belajar dari sesepuh Mahkamah Agama, seorang Farisi sekaligus ahli Taurat bernama Gamaliel. Saat para pemuka Yahudi lainnya merasa sakit hati dan ingin menghabisi para rasul, Gamaliel paham bahwa energi orang-orang saat itu bergejolak. Bila tidak dikendalikan, tentu akan menimbulkan bahaya.

Dengan berbekal segala pengalaman dan keilmuannya, Gamaliel mengajak mereka untuk berpikir secara logis. Ia mengingatkan mereka tentang kisah Teudas yang mengaku sebagai orang istimewa, tetapi setelah ia dibunuh, kira-kira empat ratus pengikutnya tercerai-berai dan lenyap. Begitu pula dengan pemberontakan Yudas orang Galilea; ketika ia tewas, para pengikutnya pun tercerai-berai. Berdasarkan itu, Gamaliel mengajak mereka untuk membiarkan para rasul hidup, dengan pertimbangan: "... jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini ..." (Kisah Para Rasul 5:38-39).

Dengan memadukan seni logika dan rasa, Gamaliel berhasil menenangkan hati dan energi mereka. Hal yang pantas disyukuri adalah munculnya kesadaran baru, bahwa kekerasan, penganiayaan, hingga pembunuhan adalah hal yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, Sang Maha Pengasih. Bagaimanapun juga, demi berkembangnya peradaban, kehadiran para guru bijaksana mutlak diperlukan.

Gamaliel adalah contoh guru yang pantas dijadikan teladan. Selain matang dalam ilmu, ia juga bijaksana dalam pengalaman. Dengan memadukan keduanya, lahirlah seni olah logika dan rasa, perpaduan yang melahirkan pertimbangan yang matang dan pasti baik. Dengan cara yang sama, begitulah kita sepatutnya mencari kehendak Allah.

Renungan

Kehidupan kita penuh dengan momen-momen di mana kita harus membuat keputusan penting. Contoh dari Gamaliel mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru dalam bertindak, terutama saat kita dihadapkan pada situasi yang penuh emosi dan tekanan. Dengan memadukan logika dan rasa, kita dapat mencapai keputusan yang bijaksana dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Semoga kita selalu diberikan kebijaksanaan dan ketenangan hati dalam mengambil setiap keputusan, serta selalu mencari petunjuk dari Tuhan dalam setiap langkah kita.

Doa

Ya Tuhan, ajarilah kami untuk selalu menggabungkan logika dan rasa dalam setiap pertimbangan yang kami buat. Berikanlah kami kebijaksanaan seperti yang Engkau anugerahkan kepada Gamaliel, agar kami dapat membuat keputusan yang bijaksana dan sesuai dengan kehendak-Mu. Semoga kami selalu diberkati dengan ketenangan hati dan pikiran yang jernih dalam menghadapi setiap tantangan hidup. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.