Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

🙋‍♂️ Dewasalah, Stop Menjadi Bocil!

Ibrani 5:11 – 6:8


“Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.”
(Ibrani 5:12)


👶 Dari Anak Menjadi Dewasa

Setiap orang melewati masa anak-anak, namun tidak semua orang menjadi dewasa secara rohani. Dalam pertumbuhan iman, ada tahap-tahap yang seharusnya dilalui. Namun, yang menjadi keprihatinan penulis Surat Ibrani adalah: jemaat masih seperti anak kecil secara rohani, padahal waktu dan pengalaman mereka seharusnya sudah membawa mereka menjadi pribadi yang matang.

Mereka masih memerlukan “susu rohani”—ajaran dasar yang berulang-ulang disampaikan. Padahal, mereka sudah seharusnya mampu menjadi pengajar, bukan hanya murid pasif yang terus perlu diawasi dan diarahkan (5:11-14).


🪴 Tumbuhlah dan Bertanggung Jawab

Penulis mengajak jemaat untuk melangkah lebih jauh, meninggalkan prinsip dasar iman—bukan melupakannya, tapi membangun di atasnya (6:1-2). Tujuannya jelas: agar iman mereka tidak hanya berhenti di teori, tapi benar-benar menghasilkan buah. Seperti tanah yang subur, menyerap air dan menghasilkan panen (6:7), demikian juga orang percaya seharusnya menghasilkan buah pertobatan, pelayanan, dan ketaatan.

Namun, ada peringatan keras: mereka yang merasakan kebaikan Tuhan lalu jatuh dan meninggalkan iman, dianggap menghina salib Kristus (6:4-6). Ini bukan kejatuhan sesaat, tapi sikap menolak Kristus dengan sadar dan sengaja.


💭 Refleksi Diri: Apakah Aku Sudah Dewasa?

  • Apakah aku masih harus dibujuk-bujuk untuk beribadah?

  • Apakah aku hanya tahu ajaran Kristen tanpa menghidupinya?

  • Apakah aku gampang kecewa, marah, atau ngambek dalam pelayanan?

  • Apakah aku bertumbuh dalam kasih, pengampunan, dan kesetiaan?

Jangan menjadi "bocil rohani" yang selalu butuh dimanja, gampang tersinggung, atau tidak mau berkorban. Kedewasaan iman menuntut tanggung jawab, pengorbanan, dan ketekunan.


📌 Kedewasaan Iman Itu Tampak dari Buahnya

Kedewasaan bukan hanya tentang umur atau lamanya kita menjadi Kristen. Kedewasaan tampak dari bagaimana kita menanggapi Firman Tuhan, dari bagaimana kita mengasihi, dari kesediaan melayani tanpa pamrih, dari kesetiaan saat dalam pencobaan, dan dari kerelaan mengampuni serta membangun sesama.

“Iman tanpa buah hanyalah pengetahuan tanpa kehidupan.”


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Ampunilah aku jika selama ini aku belum sungguh-sungguh bertumbuh dalam Engkau.
Sering kali aku masih bersikap seperti anak kecil—menuntut, mengeluh, dan malas bertanggung jawab.
Tolong bentuk aku menjadi pribadi yang dewasa secara rohani,
yang mampu menghidupi firman-Mu dan menghasilkan buah iman.
Aku rindu menjadi tanah subur yang siap dipakai untuk kemuliaan-Mu.
Dalam nama-Mu, aku berdoa.
Amin.

Share:

📖 Belajar Taat Seumur Hidup

Ibrani 5:1–10


"Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya."
(Ibrani 5:8)


🎓 Belajar Tanpa Akhir

Dalam dunia pendidikan, kita mengenal istilah “pembelajaran seumur hidup.” Konsep ini menekankan bahwa proses belajar tidak berhenti di bangku sekolah atau universitas, tetapi terus berlangsung sepanjang hayat. Belajar yang sejati menuntut kerelaan hati, disiplin, dan motivasi dari dalam diri.

Hal yang sama juga berlaku dalam kehidupan rohani. Mengikut Kristus adalah proses belajar seumur hidup—terutama dalam hal ketaatan.


✝️ Kristus Belajar Menjadi Taat

Penulis Surat Ibrani menggambarkan Yesus sebagai Imam Besar yang unik. Dalam sistem Perjanjian Lama, seorang imam besar berasal dari suku Lewi dan ditetapkan Allah untuk mempersembahkan kurban demi pengampunan dosa umat (ay. 1–4). Namun, mereka juga lemah dan harus mempersembahkan kurban bagi dosa mereka sendiri (ay. 2–3).

Yesus Kristus juga diangkat oleh Allah (ay. 5–6), tetapi berbeda dengan para imam Lewi. Ia adalah Imam Besar yang sempurna, bukan karena kebal penderitaan, melainkan karena belajar taat melalui penderitaan-Nya (ay. 7–8). Ketaatan-Nya tidak instan, tetapi melalui proses pergumulan yang berat. Namun melalui itulah, Ia menjadi sumber keselamatan kekal bagi semua yang taat kepada-Nya (ay. 9).


🛤️ Ketaatan yang Dibentuk oleh Proses

Yesus, Anak Allah, tidak menggunakan status-Nya untuk menghindari penderitaan. Ia justru belajar dari penderitaan itu, menunjukkan bahwa ketaatan sejati dibentuk oleh proses, bukan kenyamanan.

Ketaatan Kristus menjadi penguatan bagi jemaat mula-mula yang sedang mengalami penganiayaan dan pergumulan iman. Mereka diajak untuk terus bertumbuh, belajar taat bukan hanya dalam situasi menyenangkan, tapi juga dalam penderitaan.


🙋 Belajar Taat: Panggilan Setiap Hari

Sebagai pengikut Kristus, kita pun dipanggil untuk belajar taat seumur hidup. Ini bukan soal kepatuhan sesaat, tapi pembentukan karakter yang terus-menerus:

  • Taat bukan karena takut, tapi karena kasih.

  • Taat bukan hanya saat dilihat orang, tapi juga saat sendiri.

  • Taat bukan beban, tapi respon syukur atas kasih karunia Allah.

Ketika kita membiasakan diri untuk mendengar dan melakukan firman-Nya, pola hidup kita akan berubah. Kita tidak lagi dikendalikan oleh keinginan diri, tetapi mulai hidup dalam kehendak Allah. Inilah tujuan utama: hidup yang selaras dengan Kristus.


💡 Kesimpulan

Hidup kita adalah proses belajar yang tak pernah selesai. Sampai akhir hayat, kita belajar percaya, belajar berharap, dan—yang terutama—belajar taat. Ketaatan kepada Allah bukan sesuatu yang otomatis, tapi hasil dari relasi, pergumulan, dan komitmen.

"Belajar taat bukan soal berhasil atau gagal, tapi soal kesetiaan untuk terus berjuang dalam kasih karunia Tuhan."


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Engkau telah memberi teladan sempurna dalam ketaatan melalui penderitaan-Mu.
Ajarlah aku untuk terus belajar taat seumur hidup.
Bentukkan hatiku agar senantiasa rindu akan firman-Mu,
dan mampukan aku untuk hidup sesuai kehendak-Mu,
meski harus melalui jalan yang tidak mudah.
Biarlah hidupku menjadi cermin ketaatan kepada-Mu,
hingga akhir hayatku.
Amin.

Share:

🕊️ Mengakhiri dengan Baik

 Ibrani 4:1–13


“Sebab itu baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang pun di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku.”
(Ibrani 4:1)


🏠 Kerinduan Akan Perhentian Sejati

Bagi para pengendara jarak jauh, rest area menjadi tempat penting untuk beristirahat sejenak—mengisi bahan bakar, menikmati makanan, dan memenuhi kebutuhan dasar. Tapi sesungguhnya, yang paling dirindukan bukanlah rest area, melainkan rumah. Rumah adalah tempat perhentian sejati, tempat di mana hati merasa damai dan tubuh bisa benar-benar beristirahat.

Dalam iman Kristen, "rumah" itu adalah perhentian ilahi—tempat kekal di hadirat Allah. Surat Ibrani berbicara tentang kerinduan ini dan mengingatkan bahwa tidak semua orang akan tiba di sana jika tidak mengakhiri hidup dengan baik.


📖 Hari dan Tempat Perhentian

Penulis Ibrani mengangkat dua hal penting:

  1. Hari Perhentian (Sabat)
    Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya pada hari ketujuh (ay. 4), dan Ia menetapkan "hari ini" sebagai kesempatan untuk masuk ke dalam perhentian itu (ay. 7). Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk hidup dalam pertobatan dan iman, selagi hari ini masih ada.

  2. Tempat Perhentian (Tanah Perjanjian)
    Tanah Kanaan adalah simbol perhentian bagi umat Allah. Namun, hanya mereka yang percaya dan taat yang dapat memasukinya. Mereka yang keras hati dan tidak taat ditinggal di padang gurun (ay. 2–8).


🧭 Mengapa Mengakhiri dengan Baik itu Penting?

Bukan semua yang memulai perjalanan akan tiba di tujuan. Demikian juga, bukan semua yang menyebut diri Kristen akan tiba di rumah Bapa. Kita dipanggil untuk waspada dan setia, sebab:

  • Firman Allah menyingkap isi hati terdalam kita (ay. 12)

  • Semua yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya (ay. 13)

Tiba di tempat perhentian itu adalah janji, tetapi juga panggilan untuk bertekun sampai akhir. Kita diselamatkan oleh anugerah, tetapi kita diminta untuk memelihara iman dengan kesetiaan.


🔥 Berjuang Sampai Akhir

Perjalanan iman bukan lintasan singkat. Ini adalah maraton, bukan sprint. Maka dibutuhkan:

  • Perjuangan melawan dosa

  • Keteguhan dalam pencobaan

  • Ketaatan terhadap firman

Kita tidak diselamatkan oleh usaha, tetapi iman sejati akan selalu dibuktikan melalui kesetiaan. Allah telah menyelesaikan karya keselamatan di dalam Kristus, sekarang giliran kita menghidupi iman itu dengan taat dan tekun.


🛤️ Mari Berjalan Sampai Tuntas

Bayangkan sebuah perjalanan panjang, di mana setiap langkah membawa kita lebih dekat ke rumah sejati. Di tengah kelelahan dan godaan untuk berhenti, ingatlah: Tuhan telah menyediakan tempat perhentian yang kekal.

“Setialah sampai mati dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.”
(Wahyu 2:10)

Berjalanlah dalam iman, tetaplah setia, dan biarlah akhir hidupmu menjadi penutup yang indah dari sebuah perjalanan yang taat.


🙏 Doa Penutup

Ya Tuhan, Penuntun hidupku,
Arahkan langkahku menuju perhentian sejati-Mu.
Di tengah dunia yang penuh godaan dan pencobaan, kuatkan aku agar tetap setia.
Ampunilah jika aku pernah goyah dan tergoda untuk berhenti.
Biarlah hidupku berakhir dengan baik—dalam iman, ketaatan, dan kasih kepada-Mu.
Hingga kelak, aku tiba di rumah surgawi, tempat perhentian kekal bersama-Mu.
Dalam nama Yesus Kristus. Amin.


Share:

✨ Jangan Membuang Imanmu!


“Janganlah kamu berkeras hati seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun.”
(Ibrani 3:8)


📖 Renungan

Dalam dunia yang terus berubah, kita menyaksikan banyak orang meninggalkan iman mereka—entah dengan terang-terangan berpaling dari Kristus, atau perlahan-lahan menyimpang melalui ketidaktaatan dan pemberontakan hati. Firman Tuhan hari ini memperingatkan kita akan bahaya kemurtadan—sebuah sikap hati yang menolak percaya dan tidak taat kepada Allah.


⚠️ Kemurtadan: Bukan Sekadar Pindah Agama

Sering kali kita mengira murtad hanya berarti beralih agama secara lahiriah. Namun dalam terang firman, kemurtadan lebih dalam dari itu.
Bangsa Israel adalah contoh nyata. Mereka umat pilihan Allah, namun mereka jatuh dalam kemurtadan:

  • Mereka mengeraskan hati (ay. 8).

  • Mereka sesat hati dan tidak mengenal jalan Allah (ay. 10).

  • Mereka tidak taat dan tidak percaya (ay. 12, 18–19).

Tragisnya, mereka tetap berjalan dalam komunitas umat Allah, namun hati mereka telah menjauh. Inilah bentuk murtad yang paling berbahaya: dekat secara lahiriah, tapi jauh secara rohani.


🧠 Jangan Keras Hati

Hati yang keras adalah hati yang menolak dibentuk oleh firman dan pimpinan Roh Kudus. Ia menolak ditegur, menolak bertobat, dan hidup dalam pemberontakan yang terus-menerus.

Penulis Ibrani mengingatkan:

“Waspadalah, supaya jangan di antara kamu terdapat hati yang jahat dan tidak percaya, yang membuat kamu murtad dari Allah yang hidup!”
(ay. 12)

Karena itu, iman kepada Kristus harus terus dijaga. Bukan hanya lewat rutinitas ibadah, tetapi dengan ketaatan, kesetiaan, dan kelembutan hati setiap hari.


🤝 Saling Menasihati, Saling Meneguhkan

Firman juga memerintahkan kita untuk saling menasihati setiap hari (ay. 13). Mengapa setiap hari? Karena setiap hari kita menghadapi pencobaan, kelelahan rohani, dan godaan untuk menyerah.

Iman bukan beban pribadi, tetapi perjalanan bersama. Kita dipanggil untuk saling menguatkan, saling mendorong agar tetap setia kepada Allah yang telah lebih dahulu setia kepada kita.


🙌 Mari Tetap Setia

Jangan membuang iman kita hanya karena godaan dunia, luka masa lalu, atau ketidaksabaran terhadap proses Allah. Iman adalah harta surgawi yang tak ternilai. Jangan korbankan itu demi kesenangan sesaat.

Yesus Kristus telah mati agar kita diselamatkan.
Jangan kita menyia-nyiakan kasih karunia itu dengan hidup dalam ketidakpercayaan. Jangan mengeraskan hati. Jangan berbalik.


🙏 Doa Penutup

Tuhan yang setia,
Jagalah hatiku agar tetap lembut di hadapan-Mu.
Jauhkan aku dari kekerasan hati, ketidakpercayaan, dan pemberontakan.
Biarlah aku tetap berpegang pada iman kepada Kristus sampai akhir hidupku.
Bentuk aku menjadi anak-Mu yang setia, yang hidup dalam kasih dan ketaatan.

Dan jika aku mulai lemah, kirimkan saudara-saudara seiman yang akan menasihati dan menguatkanku.
Dalam nama Yesus aku berdoa. Amin.


📌 Ayat Penguatan

“Sebab kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.”
Ibrani 3:14

Share:

🏠 Aku Adalah Rumah Kristus



“Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya. Dan rumah-Nya ialah kita...”
(Ibrani 3:6a)


📖 Renungan

Ketika berbicara tentang rumah Allah, kita tidak hanya membayangkan bangunan fisik seperti bait suci atau gereja. Dalam Kristus, rumah Allah adalah kehidupan setiap orang percaya—dibangun, dimiliki, dan ditinggali oleh Sang Anak Allah sendiri.

Penulis Ibrani menyandingkan dua tokoh besar dalam sejarah iman: Musa dan Yesus Kristus. Keduanya dikenal karena kesetiaan mereka dalam memimpin umat Allah. Namun, ada perbedaan mendasar antara keduanya.


🧱 Musa: Pelayan Rumah | Yesus: Kepala Rumah

  • Musa adalah pelayan yang setia di rumah Allah. Ia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, mengantar mereka menuju Tanah Perjanjian. Namun ia hanyalah pelayan, bukan pemilik rumah.

  • Yesus Kristus adalah Anak Allah, pemilik sekaligus pembangun rumah itu sendiri (ay. 3–6). Ia tidak sekadar hadir dalam rumah itu, Ia mengepalai dan tinggal di dalamnya.

Dan siapa rumah itu? Kita. Kita yang percaya kepada-Nya adalah rumah tempat Kristus tinggal dan memerintah.


🔥 Makna Menjadi Rumah Kristus

Menjadi “rumah Kristus” bukan hanya soal kedekatan rohani, tapi juga tentang komitmen hidup. Rumah mencerminkan pemiliknya. Jika Kristus berdiam di dalam kita:

  • Kita hidup dalam kekudusan, karena Yesus menyucikan rumah-Nya.

  • Kita hidup dalam ketaatan, sebab Yesus adalah Tuan yang layak ditaati.

  • Kita hidup dalam kasih dan pelayanan, karena itulah suasana rumah Kristus.


Sudah Layakkah Kita Disebut Rumah Kristus?

Yesus tidak tinggal di rumah yang cemar, kosong, atau penuh pemberontakan. Ia tinggal dalam kehidupan yang terbuka bagi-Nya, penuh ketaatan, dan mau dipimpin. Maka pertanyaannya:
Apakah Yesus berkenan tinggal dan diam dalam kehidupan kita hari ini?

Jika ya, mari kita katakan dengan penuh kesadaran dan syukur:
“Aku adalah rumah Kristus.”


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah membangun aku menjadi rumah bagi-Mu.
Ajarlah aku untuk hidup dalam kesetiaan, ketaatan, dan kekudusan,
agar hidupku menyenangkan-Mu dan menjadi tempat di mana Engkau berdiam dengan damai.

Singkirkan segala hal yang mencemari hidupku.
Penuhi aku dengan firman-Mu, dan bentuk aku menjadi bangunan rohani yang memuliakan nama-Mu.

Dalam nama Yesus Kristus aku berdoa. Amin.


📌 Ayat Penguatan

“Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”
1 Korintus 3:16

Share:

📖 Jalan Kerendahan Hati

 Ibrani 2:5–18


“Tetapi Yesus, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat... supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia.”
(Ibrani 2:9)


Renungan

Ketika Agustinus ditanya tentang kualitas iman Kristen yang utama, jawabannya begitu mengejutkan namun mendalam:
"Yang pertama: kerendahan hati. Yang kedua: kerendahan hati. Yang ketiga: kerendahan hati."

Jawaban ini bukan sekadar pengulangan retoris, tetapi penegasan bahwa segala jalan pertumbuhan iman dimulai dari kerendahan hati. Dan jika kita ingin meneladani kerendahan hati yang sejati, kita hanya perlu melihat kepada Yesus Kristus.


🕊️ Kerendahan Hati Kristus

Yesus, Anak Allah yang kekal, rela dibuat lebih rendah dari malaikat-malaikat (ay. 9). Ia lahir sebagai bayi yang lemah, tumbuh dalam keterbatasan manusia, mengalami penderitaan, bahkan mati di kayu salib. Semua itu dilakukan bukan karena Ia lemah, tapi karena Ia mengasihi dan merendahkan diri-Nya untuk menyelamatkan manusia.

Kerendahan hati Yesus adalah nyata, bukan teori. Melalui salib, Dia menjadi Jalan Keselamatan bagi umat manusia, memimpin mereka kepada kemuliaan yang sejati (ay. 10). Inilah jalan yang dihidupi, bukan sekadar diajarkan.


🧭 Makna dan Tantangan Kerendahan Hati

Kerendahan hati bukan berarti minder atau merendahkan diri secara tidak sehat. Sebaliknya, kerendahan hati adalah:

  • Mengakui siapa diri kita sebenarnya di hadapan Allah,

  • Menyadari bahwa segala yang baik berasal dari Allah,

  • Menempatkan kehendak Tuhan di atas kepentingan diri sendiri,

  • Menjadi saluran belas kasihan, bukan penghakiman.

Lawan dari kerendahan hati adalah kesombongan—yang secara halus namun mematikan, menempatkan diri sebagai pusat kehidupan, bahkan pusat kebenaran. Orang yang sombong tak lagi mencari wajah Allah, sebab ia sudah merasa cukup dengan wajahnya sendiri.


🔥 Kerendahan Hati yang Menyelamatkan

Yesus tidak datang untuk menolong malaikat, tetapi menolong keturunan Abraham—yaitu kita yang percaya kepada-Nya (ay. 16). Maka, jalan kerendahan hati bukan hanya jalan Yesus, tapi juga jalan setiap orang percaya. Ketika kita hidup dalam kerendahan hati:

  • Kita menjadi damai, bukan sumber konflik.

  • Kita menjadi terang, bukan bayang-bayang keakuan.

  • Kita membawa belas kasihan, bukan penilaian penuh superioritas.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, Sang Teladan Kerendahan Hati,
Ajarlah kami untuk tidak meninggikan diri,
tapi belajar menunduk di hadapan-Mu dan sesama.

Kami mengakui bahwa sering kali kami terlalu sibuk membanggakan kekuatan dan pencapaian kami.
Kini kami datang dengan hati yang terbuka,
memohon agar Engkau membentuk kami menjadi pribadi yang lembut, taat, dan berserah.

Bentuklah kami di jalan salib,
di mana kasih, pengampunan, dan kerendahan hati bertemu.
Di sana kami ingin hidup, di sana kami ingin tetap tinggal.

Dalam nama Yesus Kristus kami berdoa. Amin.


📌 Ayat Penguatan

“Ia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya...”
Filipi 2:6–7

Share:

📖 Sungguh-sungguh Mendengar

Ibrani 2:1–4

"Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus."
(Ibrani 2:1)


🕊️ Renungan

Di tengah dunia yang ramai dan penuh distraksi, suara Tuhan sering kali menjadi suara yang paling mudah diabaikan. Kita terbiasa mendengar begitu banyak hal—dari media, opini orang, budaya, bahkan bisikan hati kita sendiri—namun jarang merenungkan: "Apakah aku sungguh mendengar Tuhan hari ini?"

Penulis Ibrani mengingatkan kita untuk lebih teliti memperhatikan apa yang telah kita dengar. Ini bukan hanya soal mendengar dengan telinga, tetapi dengan hati yang terbuka dan hidup yang siap taat. Mendengar yang sejati berarti:

  • Memberi perhatian penuh pada firman Tuhan,

  • Menyimpannya dalam hati,

  • Menghidupinya dalam tindakan sehari-hari.


Firman yang Harus Didengar

Yang terutama harus kita dengarkan dengan sungguh-sungguh adalah kabar keselamatan yang besar. Inilah berita terbesar sepanjang zaman—Allah sendiri berbicara dan menyatakan kasih-Nya melalui Yesus Kristus. Keselamatan ini bukan berita biasa; ini adalah pengubahan total hidup dari:

  • Kematian menuju kehidupan,

  • Dosa menuju pengampunan,

  • Kesia-siaan menuju kekekalan,

  • Hamba dosa menjadi anak Allah.

Jangan abaikan keselamatan yang sedemikian besar! Setiap kali kita bersikap dingin terhadap firman Tuhan, kita sebenarnya sedang menutup telinga terhadap suara kasih yang ingin membebaskan kita.


💬 Kesaksian Hidup

Mereka yang sungguh-sungguh mendengar firman Tuhan akan hidup berbeda. Mereka menjadi saksi hidup yang nyata tentang kasih karunia dan kuasa Allah. Bukan hidup yang dikendalikan ego, amarah, atau kesombongan—tetapi hidup yang memancarkan pengharapan, kerendahan hati, dan kasih yang mengubahkan.


🛐 Aplikasi

  • Apakah hari-harimu diisi dengan mendengarkan suara Tuhan?

  • Apakah firman yang kamu dengar hanya masuk telinga dan hilang begitu saja?

  • Sudahkah hidupmu menjadi kesaksian nyata dari keselamatan yang besar itu?


🙏 Doa Penutup

Ya Bapa yang penuh kasih,
Terima kasih atas keselamatan besar yang telah Engkau nyatakan melalui Putra-Mu, Yesus Kristus.
Ampunilah kami jika selama ini telinga kami lebih condong pada suara dunia daripada suara-Mu.

Ajarlah kami untuk mendengar dengan sungguh, menyimpan firman-Mu dalam hati, dan hidup menurut kehendak-Mu.
Biarlah hidup kami menjadi kesaksian kasih-Mu yang besar, yang menuntun orang lain juga untuk mengenal keselamatan yang sejati.

Beri kami kekuatan untuk terus taat, setia, dan rendah hati dalam setiap langkah hidup kami.
Dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami, kami berdoa. Amin.


📌 Ayat Penguatan

“Janganlah kamu hanya menjadi pendengar firman saja, tetapi lakukanlah juga!”
Yakobus 1:22

Share:

✝️ Keutamaan Kristus


“Dan kepada siapakah di antara malaikat itu pernah Ia berkata: ‘Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?’”
(Ibrani 1:5a)


🔍 Renungan

Yesus Kristus bukan hanya nabi atau malaikat. Ia adalah Anak Allah yang tunggal, yang telah menerima segala kuasa di surga dan di bumi (lih. Mat. 28:18). Dalam Ibrani 1:5–14, kita diingatkan bahwa Yesus jauh lebih tinggi daripada malaikat-malaikat, meskipun malaikat adalah makhluk surgawi yang melayani Allah dengan taat.

Allah sendiri menyebut Yesus sebagai Anak-Nya dan memerintahkan malaikat-malaikat untuk menyembah Dia (ayat 6). Ini menunjukkan bahwa Yesus bukan hanya utusan, tetapi Dia adalah Tuhan yang kekal, Raja yang memerintah dengan tongkat keadilan, dan Allah yang tidak berubah selama-lamanya (ayat 8–12).

“Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan.”
(Ibrani 1:12b)

Keagungan Kristus ini menjadi dasar pengharapan dan iman kita. Dialah yang menebus kita, bukan dengan emas atau perak, tetapi dengan darah-Nya yang kudus dan mahal. Sebab itu, dialah satu-satunya jalan keselamatan, dan hanya kepada-Nya kita layak memberikan pujian, hormat, dan penyembahan yang sejati.

🛐 Aplikasi dalam Hidup

  • Apakah Yesus telah menjadi yang utama dalam hidup kita?

  • Apakah kita menyembah Dia dengan sepenuh hati, bukan hanya dengan kata-kata?

  • Apakah hidup kita mencerminkan pengakuan iman bahwa Yesus adalah Tuhan?

Marilah kita tinggikan nama-Nya, menempatkan Dia sebagai pusat kehidupan, dan terus hidup dalam penyembahan dan ketaatan penuh kepada-Nya.

🙏 Doa Renungan

Ya Bapa yang di surga,
Kami bersyukur karena Engkau telah mengaruniakan Anak-Mu yang tunggal, Yesus Kristus, sebagai Tuhan dan Juruselamat kami.
Terima kasih untuk kasih karunia dan perlindungan-Mu sepanjang malam.

Pagi ini, kami memohon berkat dari-Mu bagi setiap saudara-saudari kami:
Limpahkanlah berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam kehidupan mereka.
Berkatilah rumah tangga mereka, anak-anak dan cucu-cucu mereka, pekerjaan, usaha, studi, toko, ladang, dan kantor mereka.
Berkatilah pelayanan mereka, gereja mereka, serta relasi dan masa depan mereka.

Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, biarlah berkat-Mu mengalir limpah atas setiap kehidupan yang percaya kepada-Mu.

Tambahkanlah hikmat bagi kami seiring bertambahnya hari,
agar kami semakin kuat dan melihat terobosan dalam hidup kami menurut kehendak-Mu.

Jadilah kehendak-Mu atas kami.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa dan percaya. Amin.


“Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kuasa...”
Ibrani 1:3a

Share:

✝️ Yesus Sang Perantara

“Pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, tetapi pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya...”
(Ibrani 1:1–2)

🔍 Renungan

Sejak manusia jatuh dalam dosa, relasi langsung dengan Allah menjadi terhalang. Allah yang kudus tidak dapat bersekutu secara langsung dengan manusia yang berdosa. Maka Allah, dalam kasih karunia-Nya, menunjuk nabi-nabi sebagai perantara, agar umat-Nya tetap dapat mendengar suara dan kehendak-Nya.

Namun kini, zaman itu telah berubah. Allah tidak lagi berbicara melalui banyak nabi, tetapi melalui satu Pribadi yang melebihi semua: Yesus Kristus, Sang Anak, Sang Firman yang hidup, Sang Perantara yang sempurna.

✝️ Yesus, Penghubung antara Allah dan Manusia

Yesus tidak hanya menyampaikan firman; Dia adalah Firman itu sendiri (Yoh. 1:1). Ia datang bukan hanya membawa kabar baik, tetapi menjadi Jalan itu sendiri bagi kita kembali kepada Bapa. Dengan darah-Nya di salib, Ia membuka jalan yang tertutup oleh dosa, agar manusia bisa kembali mendekat kepada Allah.

“Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.”
(1 Timotius 2:5)

🔥 Kemuliaan-Nya Tidak Tertandingi

Yesus tidak sama dengan para nabi atau malaikat. Ia adalah:

  • Cahaya kemuliaan Allah

  • Gambar wujud Allah yang sejati

  • Pencipta segala sesuatu

  • Penebus dosa

  • Raja yang duduk di sebelah kanan Allah di surga

Tak ada nama lain yang layak disembah dan dipercaya selain Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita.


🙌 Bagaimana Kita Merespons?

  • Percayalah penuh kepada Yesus sebagai satu-satunya Perantara keselamatanmu.

  • Hidup taat kepada firman-Nya.

  • Jadikan Yesus pusat kehidupanmu.

  • Kabarkan kepada dunia bahwa hanya melalui Dia, manusia bisa kembali kepada Allah.

🙏 Doa Renungan

Tuhan Yesus, Engkaulah Perantara yang sempurna antara aku yang berdosa dan Allah yang kudus.
Terima kasih karena Engkau telah membuka jalan bagiku untuk mengenal dan mendekat kepada Bapa.
Ajarku untuk hidup taat dan menjadikan Engkau pusat dari segala sesuatu dalam hidupku.
Dalam nama-Mu aku berdoa. Amin.

“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Yohanes 14:6

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.