Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Dosa Kebodohan

 

📖 Bilangan 12:1–11

Sering kali kita mengukur kebodohan hanya dari sisi akademis — nilai rapor, ijazah, atau gelar. Namun, Alkitab menunjukkan bahwa kebodohan sejati bisa terjadi ketika seseorang gagal memahami kehendak Allah. Harun sendiri mengakui bahwa tindakannya bersama Miryam adalah “dosa dalam kebodohan” (ay. 11).

Mereka mencela Musa, mempertanyakan otoritas yang Allah berikan kepadanya (ay. 1–2). Ini bukan hanya kritik terhadap Musa sebagai pribadi, melainkan perlawanan terhadap pilihan Allah sendiri. Tuhan pun menyatakan bahwa mereka tidak benar-benar mengenal siapa Musa di mata-Nya (ay. 6–8). Kebodohan mereka terletak pada ketidakpekaan mereka terhadap pekerjaan dan kehendak Tuhan.

🔴 Kebijaksanaan Tumbuh dari Hati yang Cermat dan Rendah Hati

Kita pun bisa jatuh pada kebodohan yang sama jika mudah menilai sesuatu tanpa mengenal dan mencermatinya terlebih dahulu. Sering kali, ketika situasi tidak menguntungkan kita, kita tergoda untuk menyalahkan atau menolak sesuatu — bahkan keputusan Allah — karena merasa lebih tahu.

Menjadi pintar bukan hanya soal akademik, tetapi soal kebijaksanaan. Kebijaksanaan muncul ketika kita belajar untuk cermat, peka, dan rendah hati dalam menilai keadaan, orang lain, dan kehendak Tuhan. Itulah bentuk kepintaran sejati — ketika kita memilih taat dan tidak mudah terombang-ambing oleh penilaian diri sendiri atau lingkungan.

Share:

Melampaui Harapan

📖 Bilangan 11:21–31

Allah sanggup melakukan segala sesuatu, bahkan yang melampaui logika manusia. Ketika Musa merasa mustahil menyediakan daging untuk seluruh bangsa Israel di padang gurun, TUHAN menunjukkan bahwa tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Ia mendatangkan burung puyuh dalam jumlah sangat banyak — sejauh satu hari perjalanan dan setinggi dua hasta dari tanah (ay. 31). Ini bukan sekadar cukup, melainkan melimpah ruah!

Peristiwa ini menyadarkan kita bahwa Allah tidak dibatasi oleh cara atau ukuran manusia. Ketika manusia hanya membayangkan sepiring daging, Allah menyediakan ratusan kilogram. Ketika kita berpikir kecil, Allah bekerja besar. Itulah kuasa dan kemurahan Allah yang luar biasa.

🔴 Iman yang Percaya Tanpa Batasan

Terlalu sering kita tanpa sadar membatasi kuasa Allah. Kita beriman, tapi masih mengira pertolongan Allah hanya sebatas pemahaman atau rencana kita sendiri. Namun, seperti yang dialami Musa, Allah justru menunjukkan bahwa iman sejati berarti membuka diri untuk menerima karya Allah yang besar — bahkan yang tidak pernah kita bayangkan.

Saat kita percaya sungguh-sungguh, kita tidak hanya berharap pada apa yang kita lihat. Kita percaya Allah mampu melakukan perkara besar, bahkan melampaui harapan kita


Share:

Tak Bisa Menghindar

 

📖 Bilangan 11:24–30

Ketika TUHAN memilih seseorang untuk melakukan pekerjaan-Nya, tidak ada yang dapat menghindar. Inilah yang dialami oleh Eldad dan Medad. Meskipun mereka tidak hadir di Kemah saat Musa mengumpulkan ketujuh puluh tua-tua, TUHAN tetap memberikan kepada mereka sebagian dari Roh yang ada pada Musa, dan mereka pun bernubuat di perkemahan (ay. 25–26).

Alkitab tidak menjelaskan alasan ketidakhadiran mereka. Namun, yang pasti, ketidakhadiran itu tidak menghalangi kehendak Allah untuk menjadikan mereka bagian dari pekerjaan-Nya. Eldad dan Medad tetap dipakai TUHAN, menunjukkan bahwa ketika Allah berkehendak, tak ada yang bisa menghindar.

Kita pun dipanggil untuk mengambil bagian dalam pekerjaan Allah. Panggilan itu bisa datang dalam banyak bentuk—melalui gereja, komunitas, keluarga, bahkan di tempat kerja atau sekolah. Namun, tidak jarang kita merasa keberatan, mencoba menghindar, atau berpikir bahwa tugas tersebut terlalu berat.

Belajarlah dari Eldad dan Medad. Lebih baik menyediakan diri dipakai oleh Allah daripada mencoba lari dari kehendak-Nya. Sebab, ketika Allah memanggil, Ia juga menyertai dan memperlengkapi. Roh yang sama yang menguatkan Musa dan para tua-tua, juga akan memampukan kita.

Jadi, ketika tugas dari Tuhan datang, jangan ragu dan jangan menolak. Sambut dengan iman dan keyakinan bahwa penyertaan-Nya cukup. Kita dipanggil bukan karena mampu, tetapi karena Dia yang memanggil akan memampukan.

Share:

Penyertaan TUHAN

📖 Bilangan 10:11–36

Perjalanan bangsa Israel dari Padang Gurun Sinai menuju Padang Gurun Paran dilakukan sesuai dengan titah TUHAN. Kedua belas suku berangkat secara teratur, mengikuti petunjuk dan urutan yang telah ditetapkan (ay. 11–28). Dalam perjalanan ini, kehadiran TUHAN tetap menyertai mereka melalui tiang awan yang menaungi dan melindungi (ay. 12, 34).

Musa juga mengajak Hobab bin Rehuel, orang Midian, untuk ikut dalam perjalanan, dan mereka pun melangkah dengan Tabut Perjanjian TUHAN di depan sebagai simbol kehadiran dan perlindungan Allah (ay. 29–36). Ini menjadi bukti bahwa setiap langkah mereka dikawal oleh penyertaan ilahi.

Ada beberapa hal penting yang dapat kita pelajari dari bagian ini:

  1. TUHAN menyatakan penyertaan-Nya melalui tanda nyata, seperti tiang awan, untuk melindungi umat-Nya.

  2. Tabut Perjanjian yang berjalan di depan menunjukkan bahwa Allah memimpin langkah mereka secara langsung.

  3. Umat Israel menaati perintah TUHAN melalui Musa dalam setiap perjalanan mereka.

  4. Ketaatan mereka dibalas dengan janji penyertaan dan kebaikan dari TUHAN.

Dalam hidup kita sekarang, Allah tetap menyertai dan menaungi kita, sama seperti umat Israel. Ketika kita setia melakukan kehendak-Nya, pemeliharaan-Nya nyata dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, jangan goyah menghadapi persoalan hidup. Berpeganglah pada pimpinan Allah, sebab penyertaan-Nya selalu ada bagi mereka yang percaya dan taat.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 04 Mei 2025

Share:

IBADAH PASKAH BERSAMA || GKKK WILAYAH BLITAR || 02 MEI 2025

Share:

Tanda Pengenalan Allah

 

📖 Bilangan 10:1–10

Dalam kehidupan sehari-hari, tanda atau isyarat sangat penting, khususnya dalam situasi darurat. Sama seperti awak kapal yang menggunakan kode morse atau semafor untuk memberi peringatan, demikian pula Allah memberikan tanda kepada umat-Nya agar mereka siap menghadapi berbagai situasi.

Dalam perikop ini, TUHAN memerintahkan Musa untuk membuat dua nafiri perak sebagai alat isyarat bagi bangsa Israel (ay. 1–2). Nafiri itu digunakan untuk memanggil umat berkumpul, memberi aba-aba berangkat, serta sebagai peringatan ketika hendak berperang (ay. 3–9). Nafiri juga ditiup pada hari-hari raya dan saat mempersembahkan kurban sebagai tanda pengingat akan Allah yang telah membebaskan mereka dari Mesir (ay. 10).

Melalui nafiri, Allah menyatakan bahwa setiap gerak langkah umat Israel harus berada di bawah pimpinan-Nya. Mereka tidak berjalan menurut kehendak sendiri, tetapi menantikan tanda dari TUHAN. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kepekaan terhadap pimpinan Allah.

Dalam kehidupan kita sekarang, Allah juga sering memberi tanda—baik melalui firman, doa, maupun situasi yang kita alami. Sayangnya, kita sering kali terlalu sibuk atau larut dalam masalah, sehingga tidak peka terhadap tanda tersebut. Kita mengandalkan kekuatan sendiri, dan melupakan bahwa hidup kita seharusnya dipimpin oleh Allah.

Tanda dari TUHAN bukan sekadar peringatan, tetapi juga merupakan undangan untuk lebih dekat dan taat kepada-Nya. Sama seperti umat Israel yang setia merespons bunyi nafiri, kita pun dipanggil untuk tanggap terhadap kehendak Allah setiap hari.

Share:

Kuasa dan Pimpinan Allah

 

📖 Bilangan 9:15–23

Kuasa Allah tidak terbatas. Ia dapat memakai apa saja, bahkan awan sekalipun, untuk menyatakan hadirat dan pimpinan-Nya bagi umat-Nya. Ketika bangsa Israel berjalan menuju Tanah Perjanjian, TUHAN menuntun mereka lewat sebuah tiang awan yang menaungi Kemah Suci siang dan malam (ay. 15–16). Awan itu menjadi tanda nyata bahwa TUHAN menyertai mereka — bukan hanya sebagai pelindung, tetapi juga sebagai penuntun.

Sepanjang perjalanan mereka di padang gurun, bangsa Israel tidak pernah berjalan sendiri. Kapan mereka harus berangkat dan kapan harus tinggal, semuanya bergantung pada gerakan awan tersebut. "Atas titah TUHAN mereka berkemah, dan atas titah TUHAN juga mereka berangkat" (ay. 23). Inilah ketaatan yang lahir dari kepercayaan penuh kepada pimpinan Allah.

📌 Ketaatan yang Tulus adalah Bentuk Iman yang Hidup

Ketaatan Israel menjadi teladan yang luar biasa. Mereka tidak selalu tahu ke mana harus pergi, atau berapa lama harus tinggal. Tetapi mereka tahu satu hal: mereka dipimpin oleh TUHAN sendiri. Dan itu cukup. Dalam ketidaktahuan mereka, mereka memilih percaya. Dalam ketidakpastian, mereka tetap taat.

Begitu pula hidup kita saat ini. Mungkin kita belum melihat jawaban doa. Mungkin jalan hidup tampak kabur. Tapi pertanyaannya bukan: “Apa yang akan terjadi?” Melainkan: “Apakah aku masih percaya bahwa Allah memimpin hidupku?”

Allah tidak selalu memberi penjelasan, tetapi Ia selalu memberi penyertaan. Ketika kita memilih untuk taat kepada-Nya — bahkan tanpa memahami seluruh rencana-Nya — di situlah iman bekerja.

💡 Mari Belajar Taat di Tengah Ketidakpastian

Saat kita tidak paham waktu dan cara Allah bekerja, mari kita belajar menantikan Dia dengan setia. Jangan bersungut-sungut. Jangan menyalahkan keadaan. Tetaplah percaya bahwa awan penyertaan-Nya tak pernah menjauh.

Kesuksesan sejati — baik rohani maupun jasmani — hanya akan terjadi jika kita hidup di bawah pimpinan-Nya. Maka, mari kita kerjakan bagian kita dengan sungguh-sungguh, sambil menyerahkan hasilnya kepada Allah. Hidup yang dipimpin oleh Tuhan adalah hidup yang penuh arah, tujuan, dan damai sejahtera.


Mari Kita Berdoa 🙏

Terpujilah Engkau, Bapa yang di surga.
Pagi ini kami bersyukur atas pertolongan dan penyertaan-Mu sepanjang malam.
Kami mohon berkat-Mu bagi semua saudara-saudari kami —
Bapak, Ibu, anak-anak, jemaat, keluarga kami, serta siapa pun yang Kau percayakan dalam hidup kami.

Tuhan, kiranya berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera mengalir dalam setiap aspek kehidupan kami:
di rumah tangga, pekerjaan, pelayanan, studi, usaha, gereja, dan relasi kami.
Pimpin setiap langkah kami. Tuntunlah kami dengan awan penyertaan-Mu
sehingga kami tetap kuat, terus bertumbuh dalam hikmat,
dan mengalami terobosan sesuai dengan kehendak-Mu.

Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa.
Amin.

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”
— Amsal 3:5

Share:

Pentingnya Ketetapan Allah

 

📖 Bilangan 9

Ketika kita berbicara tentang ketetapan, kita sedang berbicara tentang peraturan yang ditetapkan untuk kebaikan. Ketetapan dibuat bukan untuk membatasi, tetapi untuk membimbing. Tanpa ketetapan, hidup manusia akan kacau karena setiap orang akan hidup menurut pemahamannya sendiri.

Di Padang Gurun Sinai, TUHAN memerintahkan Musa agar umat Israel merayakan Paskah tepat seperti yang telah Dia tetapkan (ay. 1–3). Dan Musa, bersama seluruh umat, merespons dengan ketaatan. Mereka merayakan Paskah pada tanggal empat belas bulan pertama, pada waktu senja — persis seperti yang TUHAN perintahkan (ay. 4–5). Ketaatan mereka menunjukkan hormat dan kepekaan terhadap kehendak Allah.

Namun, ada sekelompok orang yang merasa najis karena telah menyentuh mayat (ay. 6). Mereka tidak ingin kehilangan kesempatan merayakan Paskah, dan dengan rendah hati datang kepada Musa dan Harun untuk meminta petunjuk. Yang luar biasa, Musa tidak gegabah membuat keputusan pribadi. Ia datang terlebih dahulu kepada TUHAN dan menantikan jawab-Nya (ay. 8). Dan TUHAN pun menjawab, memberikan ketetapan baru sebagai bentuk belas kasih-Nya (ay. 9–14).

📌 Ketetapan Allah Adalah Tanda Perhatian-Nya

Dari kisah ini, kita belajar bahwa ketetapan Allah bukanlah beban, tetapi anugerah. Ia menetapkan aturan bukan karena Ia kejam, tetapi karena Ia peduli. Bahkan ketika umat-Nya berada dalam keadaan tak layak, Allah tetap memberi jalan agar mereka bisa tetap terlibat dalam penyembahan.

Ketetapan-ketetapan Allah juga memberi arah bagi hidup kita. Ketika kita hidup di dalamnya, hidup kita menjadi selaras dengan kehendak-Nya. Lebih dari sekadar peraturan, ketetapan Allah mengandung misi — misi untuk mewartakan kasih, kebenaran, dan kekudusan-Nya kepada dunia ini.

💡 Mari Hidup Dalam Ketetapan-Nya

Sebagai umat milik Allah, mari kita tidak sekadar hidup mengikuti arus dunia. Kita dipanggil untuk hidup dengan tujuan yang jelas dan nilai yang kekal. Ketetapan-Nya membantu kita membedakan yang benar dari yang salah, yang kudus dari yang najis, yang kekal dari yang fana.

Berjalanlah dalam ketetapan-Nya dengan penuh semangat. Sebab hidup ini bukan hanya anugerah untuk dinikmati, tetapi juga penugasan yang harus dijalani.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.