Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

🙋‍♂️ “Aku!”, Bukan “Kamu!”


Kisah Para Rasul 26:24–29

“Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Matius 5:44


🔥 Menghindari Api yang Membakar

Betapa sering pertengkaran dimulai dari satu kata: “Kamu!”

  • “Kamu tidak peka!”

  • “Kamu egois!”

  • “Kamu selalu begitu!”

Kata “kamu” bisa menjadi peluru yang menyakiti dan membangkitkan amarah. Di sisi lain, kata “aku” — ketika digunakan dengan rendah hati dan jujur — justru meredakan konflik dan membuka pintu untuk berdamai.


🧑‍⚖️ Belajar dari Paulus

Paulus berada di situasi yang sangat tidak bersahabat:

  • Dituduh gila oleh Festus.

  • Diolok sok penginjil oleh Raja Agripa.

Namun, ia tidak membalas dengan nada tinggi atau menyudutkan mereka. Ia memilih untuk berkata:

  • “Aku tidak gila, Festus yang mulia…” (ay. 25)

  • “Aku berdoa kepada Allah, supaya bukan hanya engkau, tetapi semua yang hadir, menjadi seperti aku, hanya tidak dengan belenggu ini” (ay. 29).

Perhatikan: Paulus tidak berkata, “Kamu salah!” atau “Kamu harus bertobat!”, melainkan mengambil posisi pribadi yang lembut dan tulus. Ia tetap menghormati lawan bicaranya, bahkan mendoakan mereka dengan kasih.


💭 Renungkan Ini:

  • Ketika disalahpahami, apakah saya cenderung menyerang balik dengan kata “kamu”?

  • Apakah saya cukup rendah hati untuk mengatakan, “Aku salah,” atau “Aku minta maaf”?

  • Apakah saya pernah mendoakan orang yang menyakiti saya?


🙏 Doa Hari Ini

Tuhan Yesus, Engkau mengajar kami untuk membalas hinaan dengan kasih, dan olokan dengan doa.
Ubahlah hati dan lidah kami agar tidak mengucapkan kata yang melukai.
Ketika kami disakiti, tuntunlah kami untuk tidak berkata “kamu”,
tapi untuk berkata “aku mau mengampuni”, “aku mau mendoakan.”
Biarlah lewat sikap kami, kasih Kristus terpancar nyata.

Amin.


🌱 Penutup

Yesus tidak membalas ketika dihina. Paulus tidak meledak ketika difitnah.
Kita pun dipanggil untuk merespons hinaan dengan kasih,
dan membalas tuduhan dengan kebenaran yang rendah hati.

Mulailah hari ini dengan mengganti kata “kamu” yang menyudutkan
dengan “aku” yang bertanggung jawab dan “Tuhan” yang mengubahkan.

Share:

Menurut Tuhan Lebih Mudah

Kisah Para Rasul 26:12-23

Galah rangsang adalah alat dari besi berbentuk tongkat dengan ujung tajam, digunakan untuk mengarahkan hewan penarik beban sesuai kehendak pemiliknya. Menendang galah rangsang hanya akan menyakiti diri sendiri dan sia-sia. Ungkapan ini muncul dalam pembelaan Paulus saat dia menceritakan kisah pertobatannya.  

Dalam perjalanan ke Damsyik, Paulus mendengar suara Tuhan Yesus yang memanggilnya (ayat 12-18). Di tengah peristiwa yang mengguncang itu, Tuhan berkata, "Sukar bagimu menentang Dia yang berkuasa atasmu" (ayat 14b), atau dalam terjemahan lain, "Sukar bagimu menendang galah rangsang." 

Perkataan ini mengungkapkan betapa sia-sianya perlawanan Paulus. Meskipun ia begitu bersemangat melayani Allah, tanpa sadar ia justru melawan Dia yang berdaulat atas hidupnya. Sindiran ini juga ditujukan kepada orang-orang yang menghakiminya saat itu. Sebelum mereka menyalahkan Paulus, mereka perlu merenungkan: Apakah kami sendiri sedang melawan Allah yang menguasai hidup kami? 

Paulus menyadari teguran itu dan bertobat dengan sungguh-sungguh. Sejak saat itu, ia berhenti melawan Tuhan dan mulai taat kepada perintah-Nya untuk memberitakan Injil. Itulah sebabnya ia sekarang berdiri di hadapan Raja Agripa sebagai saksi Kristus (ayat 19-23).  

Pertanyaan yang sama perlu kita renungkan: *Apakah kita masih melawan Allah yang memegang kendali atas hidup kita?* Jika memang sulit melawan Tuhan, sebaliknya, lebih mudah bagi kita untuk taat kepada-Nya.  

Kita semua pernah memberontak terhadap Allah, itu tidak bisa disangkal. Namun, apakah kita mau mengakuinya dan menunjukkan pertobatan yang nyata? Marilah kita merendahkan diri di hadapan-Nya dan bersedia menjadi saksi tentang kematian dan kebangkitan Yesus.  

Jika Tuhan bisa mengampuni Paulus dan memakainya sebagai alat kebenaran, Dia juga sanggup memulihkan dan memakai kita untuk menjadi berkat bagi banyak orang.  

---  

Doa:
Ya Bapa di surga, aku bersyukur atas penyertaan-Mu sepanjang malam dan pagi ini. Aku memohon berkat-Mu atas Bapak, Ibu, dan seluruh jemaat. Berikanlah kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera dalam hidup kami.

*Berkatilah rumah tangga, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, ladang, perusahaan, studi, toko, usaha, kantor, MOU, pelanggan, rumah, keluarga, pelayanan, gereja, majikan, dan calon pendamping kami.*  

*Dalam nama Tuhan Yesus, limpahkanlah berkat-Mu atas hidup kami. Sadarkan kami bahwa dengan bertambahnya hari, bertambah pula hikmat kami, agar kami tetap kuat dan mengalami terobosan di bawah pimpinan-Mu. Jadilah kehendak-Mu. Amin! Tuhan Yesus memberkati.
Share:

🗣️ Berbicara Ketika Dipersilakan

 
"Berbicara Ketika Dipersilakan" mengajarkan lewat firman Tuhan pentingnya hikmat, rendah hati, dan tahu waktu yang tepat untuk menyampaikan kebenaran.
Kisah Para Rasul 26:1–11

“Siapa yang menahan bibirnya, ia berakal budi.”
Amsal 10:19b


💬 Mendominasi Tidak Sama dengan Meyakinkan

Sering kali, kita tergoda untuk bicara duluan dan bicara paling banyak. Kita pikir dengan begitu kita akan tampak hebat atau lebih benar. Tapi di balik kebiasaan itu, ada sumber yang tidak sehat: rasa tidak percaya diri, ketakutan ditolak, atau keinginan mendominasi.

Rasul Paulus memberikan teladan sebaliknya. Meski ia berada di tengah tekanan besar dan banyak tuduhan dilontarkan padanya, ia tidak menyerobot bicara. Ia menunggu kesempatan untuk berbicara (ayat 1). Ketika saat itu tiba, ia berbicara dengan percaya diri, bukan karena kehebatannya, tetapi karena hati nurani dan kehidupannya bersih di hadapan Tuhan.


🧠 Mengapa Paulus Bisa Tenang?

  1. Ia tahu hidupnya benar. Ia menyatakan secara terbuka bahwa semua orang Yahudi tahu bagaimana kehidupannya (ayat 4–5).

  2. Ia berpegang pada janji Allah. Paulus percaya kepada kebangkitan, dan itu bukan hal baru dalam iman Yahudi (ayat 6–8).

  3. Ia jujur tentang masa lalunya. Ia tidak menutupi kesalahan lamanya dalam menganiaya orang percaya (ayat 9–11). Justru itu membuat kesaksiannya makin kuat.

Paulus tidak perlu membela dirinya dengan kepanikan, karena ia berdiri di atas kebenaran yang kukuh. Ia tahu kapan saatnya diam dan mendengar, dan kapan saatnya bicara dengan hikmat dan kuasa.


🪞 Refleksi Pribadi

  • Apakah saya terbiasa berbicara terus karena takut tidak didengar?

  • Apakah saya mudah menyela orang karena ingin menang dalam percakapan?

  • Apakah saya percaya bahwa kuasa Tuhan juga bekerja dalam ketenangan?


🙏 Doa Hari Ini

Tuhan yang Mahabijaksana, ajarilah aku untuk tidak tergesa-gesa dalam berbicara.
Jauhkan aku dari rasa takut ditolak, dari hasrat mendominasi.
Berikan aku kepercayaan diri yang berasal dari hidup yang bersih di hadapan-Mu,
agar dalam setiap percakapan aku hadir bukan untuk mendominasi,
melainkan menyampaikan kebenaran-Mu dengan hormat dan hikmat.

Amin.

Share:

Pujian Ibadah GKKK Tepas 20 Juli 2025

Share:

🌿 Hikmat Membangkitkan Kepercayaan Diri

 
🌿 "Hikmat Membangkitkan Kepercayaan Diri" menegaskan lewat firman Tuhan bahwa hikmat ilahi memberi keberanian dan arah dalam menjalani hidup.

Kisah Para Rasul 25:12–27

“Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.”
Amsal 9:10


🔄 Dua Sosok, Satu Masalah: Tidak Percaya Diri

Festus tampak kebingungan. Ia adalah gubernur baru yang ingin menyenangkan semua pihak, tetapi juga harus memutuskan perkara hukum dengan adil. Ketika Paulus naik banding kepada Kaisar, Festus mengizinkannya. Tapi sekarang, ia tidak tahu apa yang harus ditulis kepada Kaisar—karena perkara Paulus tidak seperti kriminal biasa.

Ia lalu meminta bantuan Raja Agripa. Sayangnya, Agripa juga tidak lebih baik. Meski tampil megah bersama Bernike di ruang pengadilan (ay. 23), mereka hanyalah topeng dari jiwa yang kosong, terjebak dalam relasi tidak pantas dan penuh kemunafikan. Alih-alih membantu menyelesaikan perkara, mereka hanya menjadi penonton di tengah pertunjukan kekuasaan.


🧠 Hikmat yang Sejati Bukan dari Dunia

Apa yang terjadi dengan Festus dan Agripa mencerminkan kehidupan yang tanpa arah, seperti "sehelai plastik di lautan"—terombang-ambing karena tidak bersandar pada hikmat sejati dari Allah.

Hikmat dunia bisa memoles citra, tapi tidak memberi kedalaman karakter. Hanya orang yang takut akan Tuhan yang benar-benar memiliki pengertian yang membawa kepercayaan diri yang kokoh. Paulus, sekalipun dalam posisi sebagai tahanan, justru tampil penuh hikmat, tenang, dan percaya diri. Mengapa? Karena dia hidup dalam pengenalan akan Tuhan.


📌 Pelajaran untuk Kita Hari Ini

  • Hikmat menghilangkan kebingungan. Orang yang takut akan Tuhan tahu arah dan tahu kapan harus bicara serta kapan harus diam.

  • Hikmat memberi keyakinan diri. Kita tidak mudah goyah oleh tekanan atau pencitraan, karena kita tahu siapa yang memimpin hidup kita.

  • Hikmat menjauhkan kita dari kepura-puraan. Kita tidak butuh pertunjukan kemegahan seperti Agripa, karena kekuatan kita ada dalam Tuhan.


🧎‍♂️ Refleksi dan Doa

  • Apakah saya sering ragu mengambil keputusan karena kurangnya hikmat dari Tuhan?

  • Apakah saya sedang berusaha membangun citra luar tanpa memperkuat dasar dalam?

Doa:
Tuhan, Engkaulah sumber segala hikmat.
Ajarku untuk takut akan Engkau, bukan takut akan manusia.
Penuhi aku dengan hikmat-Mu, agar aku tidak lagi ragu,
melainkan percaya diri menjalani hidup ini dalam terang kebenaran-Mu.
Jauhkan aku dari kesombongan yang menipu,
dan jadikan aku pribadi yang teguh karena bersandar penuh pada-Mu.

Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.