Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar: Pertobatan
Tampilkan postingan dengan label Pertobatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertobatan. Tampilkan semua postingan

Renungan Harian : Menjaga “Kebersihan” Hidup

Siluet manusia berdiri dalam cahaya Tuhan sebagai simbol hidup yang dibersihkan dan dikuduskan.

Menjaga “Kebersihan” Hidup
Ulangan 21:18–23

Saat kita pulang dari bepergian, membersihkan diri sering menjadi hal pertama yang kita lakukan. Kita tidak ingin kotoran, debu, atau kuman dari luar terbawa masuk dan mencemari rumah. Kita sadar, apa yang kotor harus segera dibersihkan agar tidak menimbulkan dampak yang lebih besar.

Prinsip sederhana itu menolong kita memahami sikap Allah terhadap “kebersihan” hidup umat-Nya. Dalam bacaan ini, kita mendapati aturan yang terasa sangat keras bagi zaman sekarang. Anak yang terus-menerus membangkang dihukum mati. Mayat yang digantung pun harus segera dikuburkan agar tidak menajiskan tanah.

Sekilas, semua ini tampak kejam. Namun Allah sedang menegaskan satu hal penting: dosa dan pemberontakan tidak boleh dibiarkan hidup dan berkembang. Sikap membangkang yang dibiarkan akan merusak, bukan hanya pribadi, tetapi juga komunitas. Tanah yang dikaruniakan Tuhan pun menjadi tercemar bila kejahatan dibiarkan berlama-lama.

Hari ini, kita tidak lagi hidup dalam sistem hukum seperti itu. Namun pesan rohaninya tetap relevan. Allah memanggil kita untuk menjaga “kebersihan” hidup—bukan dengan menghakimi atau menyingkirkan orang lain, melainkan dengan memeriksa diri sendiri.
Adakah perkataan yang melukai sesama?
Adakah sikap keras kepala, niat curang, atau rencana jahat yang diam-diam kita pelihara?
Adakah dosa yang kita anggap kecil, tetapi sebenarnya mengotori hati?

Semua “kotoran” rohani itu perlu disingkirkan. Bukan ditunda, bukan disembunyikan, melainkan diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Hidup kita adalah anugerah. Kita telah dibersihkan oleh kasih karunia-Nya. Sudah sepatutnya kita menjaga hidup ini tetap kudus dan berkenan di hadapan-Nya.

Doa

Tuhan yang kudus,
Terima kasih karena Engkau mengasihi hidup kami dan rindu kami hidup bersih di hadapan-Mu.
Tunjukkan setiap hal dalam diri kami yang tidak berkenan kepada-Mu.
Kami mau melepaskan kata, sikap, dan niat yang mengotori hidup kami.
Bersihkan kami dengan kasih dan kebenaran-Mu.
Mampukan kami hidup seturut kehendak-Mu,
menjadi pribadi yang memuliakan nama-Mu dalam setiap langkah.
Di dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Share:

Renungan Harian : " Tidak Menduakan-Nya "

Hati yang dikuasai salib Kristus di tengah gempuran ombak duniawi.

Menyingkap Berhala Modern di Bilik Hati Kita

Kita diciptakan untuk sebuah relasi yang istimewa—sebagai cerminan Allah, tujuan utama kita adalah memuliakan-Nya dan berjalan erat bersama-Nya. Ini adalah keindahan yang paling hakiki dari keberadaan kita. Namun, mari kita jujur: seberapa sering hati kita benar-benar terarah hanya kepada-Nya?

Firman Tuhan hari ini, yang terukir ribuan tahun lalu, berbicara dengan suara yang sangat relevan. Dulu, umat Israel dihadapkan pada tugu berhala, ilah-ilah langit, dan mezbah yang disandingkan dengan mezbah TUHAN. Ini adalah manifestasi nyata dari hati yang mendua. Tuhan membenci hal itu, karena bagi-Nya, itu adalah pengkhianatan terhadap perjanjian cinta yang telah Ia tegakkan dengan kita.

🔍 Apakah "Berhala" Saya Hari Ini?

Saat ini, kita mungkin tidak mendirikan patung di ruang tamu, tetapi bukankah kita kerap mendirikan takhta di hati kita untuk sesuatu yang lain?

Berhala modern sangat halus dan licik. Ia adalah apa pun yang secara konsisten menarik perhatian, waktu, energi, dan emosi kita, hingga melampaui Allah.

  • Pengejaran Harta dan Status: Saat identitas kita lebih terikat pada nominal tabungan, jabatan, atau pujian dari manusia, bukankah itu berhala kekuasaan dan harta?

  • Penyembahan Kesempurnaan Diri: Saat kita sangat terobsesi pada citra, penampilan, atau validasi media sosial, bukankah kita sedang menyembah ilah buatan bernama "Ego"?

  • Kehidupan yang Serampangan: Sama seperti umat yang mempersembahkan kurban ternak bercacat (17:1)—yang menunjukkan ketidakseriusan—apakah kita juga memberikan waktu sisa, perhatian seadanya, dan sisa energi kita kepada Tuhan, sambil memberikan yang terbaik untuk dunia?

Tuhan yang kita sembah adalah Pribadi yang menghargai kesetiaan mutlak. Ia menginginkan seluruh hati kita, bukan hanya sepotong atau sebagian. Ia ingin menjadi Yang Utama—yang pertama dipikirkan, yang pertama dicari, dan yang pertama dipertimbangkan dalam setiap laku hidup kita.

❤️ Momen Refleksi Hati: Respons Pribadi

Mari kita berhenti sejenak, di tengah kesibukan hidup yang serba mendesak ini, dan biarkan firman ini menusuk ke dalam lubuk hati:

  1. Sebutkan satu hal yang akhir-akhir ini paling banyak menyita pikiran Anda, hingga membuat waktu tenang Anda bersama Tuhan terasa seperti beban atau tugas. Itu mungkin berhala Anda saat ini.

  2. Apakah Anda memberikan "kurban bercacat" kepada Tuhan—hanya sisa waktu dan energi Anda?

  3. Apa langkah konkret yang harus Anda ambil hari ini untuk meruntuhkan takhta dari "berhala" itu, dan menempatkan Tuhan kembali sebagai Raja yang berdaulat dalam hati Anda?

Jangan biarkan hidup ini menjadi pengejaran hawa nafsu yang tiada henti. Hari ini, mari kita nyatakan pertobatan yang tulus dan berbaliklah. Kesetiaan kita adalah penyembahan kita yang paling jujur.

🙏 Doa Memohon Kesetiaan Hati

Ya Tuhan yang penuh Kasih, Engkau adalah Allah yang tidak rela diduakan. Aku mengakui bahwa sering kali, di tengah zaman modern ini, aku mendirikan berhala di hatiku—kekhawatiran, ambisi, harta, atau pujian dari manusia. Aku telah memberikan kurban yang bercacat, yang tidak serius.

Saat ini, aku menyatakan pertobatan yang sungguh-sungguh.

Ya Roh Kudus, tolong aku untuk menyingkirkan setiap ilah yang menjauhkan aku dari tujuan utama penciptaanku: untuk memuliakan dan menjalin relasi erat dengan-Mu. Berikan aku hati yang tunggal, hati yang setia, agar seluruh pikiran dan laku hidupku hanya terarah kepada-Mu. Biarlah Engkau menjadi yang utama, satu-satunya cintaku yang sejati. Amin.

Share:

🌿 Renungan Harian : Dialah Allah di Dalam Hidupku

 
“Seseorang berdoa di bawah sinar matahari terbit, melambangkan penyerahan diri dan kesetiaan kepada Allah.”

(Ulangan 4:30–40)

Ketika hidup membawa kita menjauh dari Tuhan—karena kesibukan, kesalahan, atau keinginan diri—kita sering lupa bahwa di balik semua itu, ada Allah yang tetap setia menantikan kita kembali.
Seperti bangsa Israel yang pernah berpaling, hati Tuhan tidak berubah. Ia tetap menunggu, tetap mengasihi, tetap memanggil, “Kembalilah kepada-Ku.”

Musa mengingatkan bangsa Israel bahwa mereka akan tersesat bila melupakan Tuhan, bahkan kehilangan arah dan pengharapan. Namun, di balik teguran itu, tersimpan kasih yang dalam: “Apabila engkau mencari TUHAN, Allahmu, maka engkau akan menemukannya, asal engkau mencari Dia dengan segenap hati dan jiwamu” (ayat 29).
Betapa luar biasa kasih setia Allah—Dia tidak pernah menyerah terhadap umat-Nya, bahkan ketika mereka menyerah terhadap diri sendiri.

Allah kita adalah Allah yang penyayang, setia, dan tidak pernah melupakan janji-Nya. Ia memilih umat-Nya bukan karena mereka sempurna, melainkan karena kasih-Nya yang sempurna. Ia berbicara, menuntun, dan mengangkat kembali mereka yang mau kembali kepada-Nya.

Hari ini, Tuhan juga berbicara kepada kita:

“Akulah satu-satunya Allah dalam hidupmu. Jangan ada yang lain di hadapan-Ku.”

Mari berhenti sejenak dan merenung—siapakah yang benar-benar bertahta dalam hidupku hari ini?
Apakah Tuhan masih menjadi pusat segala hal yang kulakukan, ataukah sudah tergantikan oleh hal lain yang tampak lebih penting?

Kesetiaan kepada Tuhan bukan sekadar kewajiban rohani, melainkan jalan menuju kebaikan hidup yang sejati. Di dalam ketaatan, ada damai. Di dalam kasih Tuhan, ada kekuatan untuk bertahan.

Kiranya hari ini kita datang kembali kepada-Nya dengan hati yang lembut dan berkata:

“Tuhan, Engkaulah satu-satunya Allah dalam hidupku. Aku ingin Engkau tetap bertahta, selamanya.”

Share:

Renungan Harian : Kekudusan Hidup

Ilustrasi Musa mengingatkan bangsa Israel tentang kekudusan Allah, dengan cahaya api melambangkan hadirat Tuhan yang kudus.

Kekudusan Hidup

📖 Ulangan 4:21–29

Kita sering lupa bahwa hidup yang kita miliki ini bukan sekadar milik kita sendiri. Sama seperti bangsa Israel, kita pun dipilih oleh Allah bukan karena kita sempurna, melainkan karena kasih dan anugerah-Nya. Israel bukan bangsa yang selalu taat, bahkan sering menyakiti hati Tuhan. Namun, kasih-Nya begitu besar—Ia menuntun mereka keluar dari perbudakan dan memberi mereka tanah yang dijanjikan.

Namun, bahkan Musa—seorang hamba Tuhan yang begitu setia—tidak luput dari teguran. Ketika ia gagal menghormati kekudusan Tuhan dengan memukul batu bukannya berbicara kepadanya (Bil. 20:2–13), Tuhan menegaskan: kekudusan-Nya tidak bisa diabaikan. Musa boleh memimpin umat, tapi ia tidak boleh melupakan bahwa Tuhan adalah Allah yang kudus, yang tak bisa dipermainkan.

Di hadapan bangsa Israel, Musa memperingatkan mereka agar tidak melupakan perjanjian dengan Tuhan. Jangan beralih kepada ilah lain, sebab Allah Israel adalah “api yang menghanguskan”—kekudusan-Nya membakar setiap dosa dan ketidaktaatan. Bila Israel berpaling, mereka akan mengalami penderitaan, tercerai-berai, dan kehilangan hadirat Tuhan. Namun di balik teguran itu, ada kasih yang besar: Allah ingin memurnikan umat-Nya, agar mereka kembali berseru kepada-Nya dengan hati yang tulus.

Sobat rohani, Tuhan yang sama juga berbicara kepada kita hari ini. Ia masih Allah yang kudus—yang mengasihi, namun juga membenci dosa. Kita tidak bisa bersandiwara di hadapan-Nya. Kita bisa tampak saleh di mata manusia, tetapi Tuhan mengenal isi hati kita. Kekudusan bukan sekadar tidak berbuat dosa, melainkan hidup dengan hati yang terus melekat kepada Tuhan.

Hari ini, mari berhenti sejenak dan bertanya:
Apakah hidup kita mencerminkan kekudusan Allah?
Apakah kita masih menyimpan dosa yang belum kita lepaskan?

Allah memanggil kita untuk kembali. Ia rindu kita hidup kudus, sebab hanya dalam kekudusanlah kita dapat tinggal dekat dengan-Nya. Mari kita bersihkan hati kita di hadapan Tuhan dan memilih untuk hidup bagi Dia saja.
“Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Petrus 1:16)

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.