Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar: Iman Kristen
Tampilkan postingan dengan label Iman Kristen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iman Kristen. Tampilkan semua postingan

Renungan Harian " Berkat dan Sukacita Mesianik "

Yesus mengubah air menjadi anggur sebagai lambang sukacita sejati
 
Yesus, Sumber Sukacita Sejati
Di pesta pernikahan Kana, sukacita hampir berakhir. Anggur habis. Kehormatan terancam. Apa yang seharusnya menjadi perayaan berubah menjadi kecemasan. Dalam tradisi Yahudi, anggur adalah lambang berkat dan kebahagiaan. Tanpanya, pesta terasa hampa.

Maria datang kepada Yesus, bukan dengan jawaban, melainkan dengan iman. Ia percaya, di tengah kekurangan, Yesus sanggup bertindak. Yesus pun memerintahkan air diisi ke dalam tempayan, dan air itu diubah menjadi anggur terbaik—bukan sekadar cukup, tetapi berlimpah.

Mukjizat ini lebih dari sebuah keajaiban. Inilah tanda: Yesus adalah Mesias, sumber sukacita sejati. Ia mengubah yang biasa menjadi luar biasa, yang kosong menjadi penuh, dan yang memalukan menjadi kemuliaan. Di dalam Dia, janji pemulihan Allah dinyatakan.

Sering kali hidup kita seperti pesta yang kehabisan anggur. Sukacita memudar, harapan melemah, dan hati lelah menanggung beban. Namun, kisah Kana mengingatkan kita: Yesus hadir justru di saat kekurangan terasa paling nyata.

Datanglah kepada-Nya. Serahkan “air” kehidupanmu—segala kekecewaan, air mata, dan ketidakberdayaan. Percayalah, Ia sanggup mengubahnya menjadi “anggur” sukacita yang baru. Sukacita yang lahir dari hadirat-Nya tak tergoncang oleh keadaan.

Doa
Tuhan Yesus, ketika sukacita kami habis dan hati kami letih, kami datang kepada-Mu. Ubahlah air kehidupan kami menjadi anggur sukacita yang baru. Ajari kami percaya dan taat, agar hidup kami memuliakan nama-Mu. Amin.
Share:

🌿 Renungan Harian " Waspada Terhadap Pengaruh Jahat "

Ulangan 13

Waspada Terhadap Pengaruh Jahat

Di zaman ini, penipuan dan ajaran palsu mudah sekali masuk ke dalam hidup kita—melalui media sosial, obrolan, bahkan orang-orang yang terlihat bijaksana. Tanpa kewaspadaan, hati kita dapat dengan cepat terseret untuk percaya pada suara yang tampaknya benar, tetapi sesungguhnya menyesatkan.

Hal ini bukan baru. Dalam Ulangan 13, Tuhan memperingatkan umat Israel bahwa pengaruh jahat bisa datang dari mana saja. Bahkan seseorang yang mengaku nabi atau pemimpin rohani pun bisa membawa ajaran yang mengarahkan umat kepada ilah lain (ay. 1–5). Tuhan menegaskan bahwa kebenaran harus selalu diuji, dan kesetiaan kepada-Nya harus menjadi dasar setiap keputusan.

Tidak hanya dari pemimpin, pengaruh menyesatkan juga bisa muncul dari orang-orang yang begitu dekat—dari keluarga sendiri (ay. 6–11). Bahkan seluruh kota dapat dipengaruhi untuk menyimpang dari Tuhan (ay. 12–18). Karena itu, Tuhan mengajarkan bahwa kewaspadaan lahir dari kesetiaan penuh kepada-Nya. Ketika hati melekat kepada Tuhan, kita tidak mudah terbawa arus pengaruh jahat.

Demikian juga bagi kita hari ini. Pengaruh jahat dapat datang dari luar maupun dari dalam diri kita—dari keinginan, emosi, bahkan pola pikir yang salah. Kita membutuhkan pertolongan Tuhan agar mampu membedakan mana suara kebenaran dan mana bujuk rayu yang menyesatkan.

Kewaspadaan rohani bukan sikap takut, tetapi sikap tinggal dekat dengan Tuhan. Ketika kita membiarkan firman-Nya menerangi hidup, kita dimampukan untuk menguji, menilai, dan menentukan keputusan yang benar. Kita tidak asal percaya, tetapi meneliti apakah pengajaran, dorongan, atau ajakan yang kita dengar sungguh berasal dari Tuhan.

Hari ini, mari bertanya pada diri sendiri:
Apakah aku sungguh hidup dalam kewaspadaan? Ataukah aku mulai longgar dan mudah terpengaruh oleh suara-suara yang menjauhkan hatiku dari Tuhan?

Tuhan memanggil kita untuk tetap dekat, tetap setia, dan tetap waspada. Di dalam kesetiaan kepada-Nya, kita menemukan perlindungan dan hikmat yang kita butuhkan.

Doa Penutup

Tuhan, tolong aku untuk memiliki hati yang waspada. Jauhkan aku dari pengaruh jahat dan dari ajaran yang menyesatkan. Berikan aku kepekaan rohani agar aku dapat membedakan mana yang benar menurut firman-Mu. Teguhkan kesetiaanku kepada-Mu setiap hari, supaya hidupku tetap berada dalam terang-Mu. Amin.

Share:

🌿 Renungan Harian : " Memperkuat Relasi dengan Allah "

Ilustrasi refleksi iman dan membangun relasi dengan Allah dari Ulangan 12:15-28

Ulangan 12:15-28

Memperkuat Relasi dengan Allah

Ketika kita berbicara tentang relasi dengan Allah, sering kali kita membayangkannya sebagai sebuah perasaan. Padahal, Alkitab menunjukkan bahwa relasi yang benar dibangun melalui ketaatan dan kesungguhan. Itulah yang kembali ditekankan Tuhan dalam bagian ini dari Ulangan 12.

Setelah pada ayat 1–14 Tuhan menegaskan pentingnya menjaga kekudusan ibadah, kini Ia menjelaskan lebih dalam mengenai cara hidup yang menyenangkan hati-Nya. Israel boleh menikmati makanan di kota mereka, tetapi persembahan yang kudus harus dibawa dan dimakan di hadapan Tuhan, di tempat yang Ia tentukan (ayat 15–18). Ibadah bukan sekadar pribadi, tetapi juga komunal—dilakukan bersama keluarga, hamba, dan orang Lewi, dengan sukacita yang mempersatukan mereka dalam hadirat Tuhan.

Peraturan-peraturan ini bukan sekadar ritual, melainkan sarana untuk menjaga hati umat tetap dekat kepada Allah. Tuhan ingin mereka belajar bahwa relasi dengan-Nya dibangun melalui ketaatan yang konkret, bukan hanya perasaan yang hangat sesaat.

Hal yang sama berlaku bagi kita hari ini.
Kita mungkin tidak lagi membawa kurban ke tempat tertentu, tetapi Tuhan tetap memanggil kita untuk membangun hubungan dengan-Nya melalui:

Ketaatan yang konsisten, bukan hanya saat suasana hati kita baik.
Kesucian hidup, yang memisahkan kita dari pola dunia.
Ketekunan, meski imannya diuji.
Kesetiaan, bahkan ketika tidak ada yang melihat.

Relasi dengan Tuhan bertumbuh bukan hanya karena kita sering berdoa, tetapi karena kita belajar menjalani hidup sebagai persembahan yang hidup bagi-Nya—di rumah, di pekerjaan, di pelayanan, maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika kita dengan sungguh-sungguh memperkuat hubungan dengan Tuhan, Ia pun memberikan berkat-Nya. Dan berkat itu bukan hanya materi, tetapi kekuatan, hikmat, dan kemampuan untuk menjadi saksi-Nya di mana pun kita ditempatkan.

Hari ini, mari bertanya dengan jujur kepada diri sendiri:
Apakah relasiku dengan Tuhan sedang dikuatkan, atau justru semakin melemah karena kurangnya ketaatan?
Jika lemah, Tuhan tidak menolak kita. Ia justru mengundang kita kembali untuk mendekat dengan hati yang tulus.

Doa Penutup

Ya Tuhan, ajar aku untuk memperkuat relasiku dengan-Mu melalui ketaatan, kesucian, dan kesetiaan. Berikan aku hati yang lembut untuk mengikuti firman-Mu, serta kekuatan untuk hidup sebagai persembahan yang memuliakan nama-Mu. Tuntun aku agar selalu hidup dekat dengan-Mu. Amin.

Share:

Renungan Harian : Setia Menjaga Perintah Allah

🙏 Setia Menjaga Hati: Kunci Kehidupan yang Melimpah

Ulangan 11:8-32

Seringkali, saat badai kesulitan menerpa atau ketika semangat hidup meredup, kita cenderung menyalahkan keadaan. Namun, firman Tuhan dari Ulangan hari ini mengingatkan kita dengan lembut namun tegas: kesulitan seringkali berakar dari kelalaian kita dalam menjaga perintah-Nya.

Bagi umat Israel kuno—dan bagi kita hari ini—kunci untuk menikmati janji dan berkat Tuhan bukanlah pada kekuatan kita sendiri, melainkan pada kesetiaan yang tulus. Tuhan merindukan kita untuk:

  1. Mengingat Perjanjian-Nya: Tidak pernah melupakan janji dan kasih-Nya.

  2. Menjaga Perintah-Nya: Menjadikan Firman-Nya pedoman mutlak dalam setiap keputusan.

  3. Menjauhi Berhala Duniawi: Tidak menggantikan-Nya dengan ambisi, harta, atau kepentingan fana.

Singkatnya, kesetiaan adalah mata uang surga. Di dalamnya terletak berkat, kekuatan, dan kemampuan kita untuk menjadi saluran kasih-Nya bagi sesama.

Ambillah waktu sejenak dan tarik napas dalam.

  • Jujur di Hadapan Tuhan: Kapan terakhir kali saya merasa jauh atau lesu? Apakah itu mungkin karena saya telah tanpa sadar mengganti Tuhan dengan "berhala" modern—pekerjaan, uang, hiburan, atau validasi dari orang lain?

  • Arah Kompas: Apakah perintah Tuhan masih menjadi kompas utama yang menentukan arah hidup saya, ataukah saya membiarkannya hanyut oleh arus kepentingan pribadi dan tekanan duniawi?

  • Pilihan Hari Ini: Berkat dan kutuk berada di hadapan kita. Pilihan kita untuk taat atau lalai menentukan jalan mana yang kita injak. Berkat sejati datang bukan dari apa yang kita dapatkan, tetapi dari hubungan yang utuh dengan Sumber Berkat itu sendiri.

Marilah kita tidak hanya membaca, tetapi juga melakukan. Jangan biarkan hati kita keras.

Tindakan Harian: Pilih satu area dalam hidup Anda hari ini—mungkin cara Anda menggunakan waktu, cara Anda berbicara, atau cara Anda menghadapi godaan—dan putuskan untuk menjadikannya bukti nyata dari ketaatan Anda kepada perintah-Nya.

Doa Hati: Ya Bapa yang Mahakasih, aku mengakui bahwa seringkali aku gagal menjaga perintah-Mu. Kepentingan duniawi telah mencuri fokus dan menghancurkan keintiman dengan-Mu.

Aku mohon, karuniakanlah kepadaku kesetiaan dan keteguhan hati yang baru. Bantu aku untuk menjadikan Firman-Mu sebagai pelita kakiku dan kompas jiwaku. Kuatkan aku agar aku tidak menggantikan Engkau dengan apa pun.

Teguhkan hatiku, agar melalui ketaatanku, berkat-Mu melimpah dan aku dapat membagikan kasih-Mu kepada setiap orang yang Engkau tempatkan dalam hidupku. Amin.

Share:

Renungan Harian : Bukan Kuatku, Tetapi Tuhanku!

Ilustrasi perjalanan hidup dengan cahaya Tuhan sebagai penuntun menuju kemenangan.

Bukan Kuatku, Tetapi Tuhanku! 

Dalam perjalanan hidup, kita sering dihadapkan pada “musuh-musuh” yang terasa jauh lebih besar daripada kemampuan kita. Tekanan hidup, masalah keluarga, kekuatiran masa depan, atau pergumulan pribadi terkadang membuat kita merasa kecil, minder, bahkan pesimis. Sama seperti bangsa Israel yang berdiri di tepi Sungai Yordan, kita pun mungkin melihat tantangan yang tampak mustahil untuk dihadapi.

Bangsa Israel diperintahkan masuk ke negeri dengan kota-kota besar berkubu tinggi, dengan penduduk raksasa seperti bani Enak. Secara manusia, tidak mungkin mereka bisa menang. Ketakutan itu wajar—tetapi Tuhan tidak ingin mereka berfokus pada kekuatan musuh, melainkan pada kekuatan-Nya.

Musa mengingatkan mereka bahwa Tuhan sendiri akan berjalan di depan mereka. Ia adalah api yang menghanguskan, Allah yang menundukkan musuh, dan Pribadi yang memampukan mereka menang. Kemenangan mereka bukan bergantung pada kemampuan mereka, melainkan pada Allah yang menyertai mereka.

Namun, Musa juga memperingatkan: jangan sampai kemenangan membuat mereka sombong. Bukan karena kebenaran atau ketulusan mereka Tuhan memberi kemenangan itu. Justru mereka bangsa yang tegar tengkuk—dan semua itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan. Kemenangan bukan alasan untuk meninggikan diri, melainkan untuk merendahkan hati di hadapan Allah.

Renungan hari ini mengajak kita bertanya pada diri sendiri:
Dalam menghadapi tantangan hidup, siapa yang menjadi andalan kita? Kekuatan sendiri atau Tuhan?

Ketika hidup terasa berat, ingatlah bahwa kita memiliki Allah yang besar, dahsyat, dan berkuasa. Dan ketika kemenangan datang, jangan lupa bahwa semua itu terjadi bukan karena “kuatku”, tetapi karena Tuhanku.

Bukan kuatku, tetapi Allahku yang hebat!
Allahku menang di dalam hidupku!

Pokok Doa

  • Bersyukur atas kuasa Tuhan yang jauh melampaui segala kuasa manusia.

  • Memohon penyertaan-Nya atas rumah tangga, pekerjaan, studi, usaha, pelayanan, gereja, masa depan, dan seluruh perjalanan hidup kita.

  • Berdoa agar hikmat Tuhan bertambah dalam hidup kita setiap hari, membawa terobosan, kekuatan, dan proses yang memimpin kita kepada rencana-Nya yang terbaik.

Dalam nama Tuhan Yesus, kami percaya dan menerima berkat-Mu atas hidup kami. Amin.

Share:

Renungan Harian : Sukses Bukan Hasilnya, tetapi Prosesnya

Ilustrasi jalan di padang gurun dengan cahaya lembut dari langit, melambangkan perjalanan panjang yang dipimpin Tuhan.
 

Saat Sukses Diukur dari Proses, Bukan Hasil

Ada begitu banyak orang mengejar hasil—angka, capaian, pengakuan. Namun firman Tuhan mengingatkan kita bahwa sukses sejati tidak bergantung pada apa yang kita capai, melainkan siapa kita menjadi selama proses itu berlangsung. Dalam perjalanan hidup, Tuhan mengajar kita untuk tetap berpegang pada firman-Nya, berjalan di jalan-Nya, dan menghormati Dia dengan takut akan Dia. Justru di tengah proses itulah, hati kita ditempa dan mata kita dibukakan untuk melihat berkat-Nya, bahkan di tengah kesulitan.

Bangsa Israel tidak serta-merta langsung masuk ke negeri yang baik—negeri dengan sungai, mata air, ladang gandum, kebun anggur, pohon ara, delima, zaitun, dan madu... negeri yang menjanjikan kelimpahan tanpa kekurangan. Semua itu tidak datang dengan cepat, instan, atau tanpa tantangan. Tuhan membawa mereka melalui proses yang panjang—seperti seorang ayah yang dengan penuh kasih mendidik anaknya.

Selama empat puluh tahun, Israel menempuh padang gurun: menghadapi ular ganas, kalajengking, panas yang membakar, dan tanah gersang tanpa air. Tuhan mengizinkan mereka merasakan lapar, tetapi di saat yang sama Ia memberi mereka manna. Semua itu memiliki tujuan: agar mereka mengerti bahwa manusia tidak hidup dari roti saja, tetapi dari setiap firman Tuhan. Lewat proses itulah iman dibentuk, karakter diperkuat, dan hati diajar untuk percaya.

Proses selalu mengajarkan bahwa kita tidak dapat melangkah tanpa Tuhan. Pengalaman manis maupun pahit menjadi ruang di mana Tuhan menegur, membimbing, dan menyatakan rencana-Nya. Sama seperti Israel, kita pun dipanggil untuk melihat perjalanan hidup ini bukan sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk semakin mengenal Tuhan dan bersyukur.

Sukses bukan soal seberapa cepat kita sampai, tetapi seberapa taat kita berjalan bersama Tuhan.
Maka, tetaplah setia. Teruslah melangkah. Biarkan Tuhan membentuk kita melalui setiap proses, bukan hanya menantikan hasilnya.

Share:

🕊️ Renungan Harian: Menepati Janji

Ilustrasi digital bergaya tradisional menggambarkan Musa berbicara kepada suku Ruben, Gad, dan Manasye yang bersiap berperang, dengan latar padang gurun dan cahaya keemasan bertuliskan “MENEPATI JANJI – ULANGAN 3:12–22

Ulangan 3:12-22 

Ada kisah yang begitu mengharukan tentang kesetiaan dalam perjalanan bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian. Suku Ruben, Gad, dan setengah suku Manasye telah mencapai tujuan awal mereka. Di tepi timur Sungai Yordan, di tanah yang subur, mereka menemukan kenyamanan yang mereka idamkan. Mereka telah menerima warisan mereka (ay. 12-13).

Bayangkanlah: Di satu sisi, ada ketenangan, keluarga, dan ternak yang aman di padang rumput mereka. Di sisi lain, saudara-saudara mereka di seberang Yordan masih harus berjuang, berdarah, dan berperang untuk mendapatkan bagian mereka. Secara naluriah, sangatlah mudah untuk menetap dan berkata, "Bagian kami sudah selesai."

Namun, di sinilah keindahan Integritas Rohani terpancar. Mereka ingat betul janji yang pernah mereka ikrarkan di hadapan Musa dan, yang terpenting, di hadapan TUHAN. Mereka berjanji akan menjadi barisan terdepan, membantu saudara-saudara mereka sampai setiap suku mendapatkan milik pusakanya (ay. 18-20; bdk. Bil. 32:16-23).

💔 Ketika Kenyamanan Menggoda Kesetiaan

Kisah ini adalah cermin bagi jiwa kita. Betapa seringnya kita membuat janji yang tulus—janji saat kita sedang dalam kesulitan, saat kita membutuhkan pertolongan-Nya, atau saat kita dipenuhi semangat yang menyala-nyala.

Namun, begitu berkat tiba, begitu kita menemukan 'tanah' kenyamanan kita—pekerjaan mapan, hubungan yang stabil, kesehatan pulih—godaan untuk melupakan janji itu menjadi begitu kuat. Kita bisa saja memilih untuk menikmati hasil, menutup mata terhadap kebutuhan saudara seiman, atau menarik diri dari medan pelayanan yang dulu kita rindukan.

Suku-suku ini mengajarkan kita sebuah kebenaran mendalam: Kenyamanan sejati tidak didapatkan dengan meninggalkan janji, melainkan dengan menunaikannya. Mereka peduli. Mereka ingat. Mereka memilih kesulitan di tengah pertempuran demi memenuhi janji, alih-alih menikmati kesenangan di tengah damai. Mereka menempatkan kesatuan dan kehendak Tuhan di atas kepentingan pribadi.

🛐 Panggilan untuk Merespons

Saudaraku, mari kita renungkan di hadapan-Nya:

  1. Apakah hari ini ada janji yang masih "tergantung" di hadapan Tuhan? Mungkin janji untuk mengampuni seseorang, untuk setia dalam persepuluhan, untuk menggunakan talenta Anda dalam pelayanan gereja, atau bahkan janji paling mendasar: mempersembahkan seluruh hidup Anda sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan (Roma 12:1).

  2. Apakah Anda membiarkan "tanah kenyamanan" pribadi Anda menghalangi Anda untuk membantu saudara-saudara Anda yang masih berjuang? (Ayat 18: maju berperang membantu saudara-saudara mereka).

  3. Ingatlah: Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang memegang janji-Nya dengan sempurna (Yosua 21:45). Ia ingat setiap perkataan yang pernah kita ucapkan di hadapan-Nya, dan Ia menantikan kita untuk bertumbuh dalam karakter dan integritas, mencerminkan kesetiaan-Nya sendiri.

Jangan biarkan kenyamanan merampas kemuliaan kesetiaan Anda. Mari kita ambil langkah iman hari ini.

Ajakan dan Doa Pribadi

Tantangan Iman: Sebutkan (dalam hati atau tuliskan) satu janji kepada Tuhan yang sudah lama tertunda. Ambil tindakan nyata hari ini, sekecil apa pun, untuk mulai menunaikannya.

Doa: "Tuhan Yesus, ampuni hamba jika kenyamanan telah membuatku lupa akan janji-janjiku kepada-Mu. Berikanlah aku hati yang peduli dan roh yang gagah perkasa seperti suku-suku itu, agar aku tidak hanya mencari milik pusakaku sendiri, tetapi juga berjuang bersama saudara-saudaraku. Mampukan aku untuk menunaikan setiap janji, besar maupun kecil, sebagai bukti syukur dan kasihku kepada-Mu. Amin."

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.