Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

🙌 Ada yang Lebih Tinggi

 

Ibrani 7:11–28


“Ia sanggup menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah, sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.”
(Ibrani 7:25)


⚖️ Ketidaksempurnaan Sistem Lama

Kitab Ibrani menunjukkan dengan jelas: keimaman Lewi tidak mampu membawa manusia kepada kesempurnaan. Sekuat apa pun usaha mereka dalam menjalankan aturan dan persembahan korban, semuanya masih berada dalam batas-batas manusia. Imam-imam itu sendiri adalah orang-orang berdosa yang juga membutuhkan pengampunan. Maka muncul pertanyaan penting: adakah jalan yang lebih tinggi menuju kesempurnaan dan keselamatan?

Jawabannya adalah: Yesus Kristus. Ia hadir bukan mengikuti jejak keimaman Lewi, tetapi menurut peraturan Melkisedek—keimaman yang tidak berbasis garis keturunan, melainkan berdasarkan hidup yang kekal dan tak terbinasakan (ay. 16).


👑 Yesus: Imam Besar yang Kekal dan Kudus

Yesus bukan hanya pengantara yang lebih tinggi. Ia sempurna, tidak bercela, kudus, kekal, dan senantiasa hidup. Ia bukan imam yang perlu mempersembahkan korban berulang kali, sebab Ia telah mempersembahkan diri-Nya sendiri satu kali untuk selama-lamanya. Di dalam Dia, kita memiliki Imam Besar yang benar-benar bisa menyelamatkan kita secara sempurna (ay. 25).

Kita semua memiliki keterbatasan—baik dalam pelayanan, pekerjaan, maupun kehidupan rohani. Bahkan orang paling terampil pun tak luput dari kelemahan. Tanpa Kristus, kita hanya debu yang diberi napas. Maka jangan pernah menyandarkan hidup pada kehebatan diri sendiri.


🌿 Karya Kita, Namun Allah yang Mengerjakan

Ketika Allah memberi kita talenta dan tugas, Ia juga memberi kasih karunia untuk menyelesaikannya. Maka setiap pelayanan, pekerjaan, dan pengabdian bukanlah demi kebanggaan pribadi, melainkan sebagai bentuk penyembahan kepada Allah yang lebih tinggi dari segalanya.

Yesus, Sang Imam Kekal, menjadi Pengantara yang tak pernah berhenti memperjuangkan kita di hadapan Bapa. Dia tak hanya menjadi penghubung, tapi juga teladan, sumber kekuatan, dan jaminan pengharapan.


🔍 Refleksi: Siapa yang Kita Andalkan?

  • Apakah aku masih menyombongkan pencapaian dan kemampuan diri sendiri?

  • Sudahkah aku melihat bahwa semua hal baik yang aku lakukan hanya mungkin karena Kristus menopangku?

  • Apakah aku sudah meletakkan kepercayaanku sepenuhnya pada Imam Besar yang hidup kekal?


🙏 Doa 

Tuhan Yesus, Imam Besar yang kekal,
Engkaulah yang lebih tinggi dari semua kekuatan dan kemuliaan manusia.
Ajarku untuk selalu mengandalkan-Mu dan bukan kekuatanku sendiri.
Ketika aku melayani, bekerja, dan hidup, biarlah semua yang kulakukan bersumber dari kasih karunia-Mu.
Bimbing aku agar tetap rendah hati, tetap taat, dan tetap bergantung pada-Mu.
Karena hanya di dalam Engkau ada keselamatan yang sempurna.
Amin.

Share:

Respons dari Sebuah Berkat

Ibrani 7:1-10

Ketika seseorang menerima sesuatu yang tak pernah diharapkan sebelumnya, hal itu patut disyukuri sepenuh hati. Abraham tidak hanya memperoleh kemenangan dalam peperangan yang menguntungkan secara materi, tetapi juga menerima berkat rohani yang jauh lebih berharga. Berkat ini diberikan oleh Melkisedek, raja Salem yang juga menjabat sebagai imam Allah Yang Mahatinggi (1-2).  

Sikap Abraham dalam merespons berkat ini layak diteladani. Ia tidak merasa direndahkan, melainkan justru menunjukkan rasa syukur dengan memberikan persepuluhan dari hasil rampasan perangnya yang terbaik kepada Melkisedek (4). Tindakan ini membuktikan bahwa Abraham adalah pribadi yang tahu menghargai anugerah. Dengan mempersembahkan yang terbaik, ia mengakui bahwa Melkisedek, sebagai pemberi berkat, memiliki kedudukan lebih tinggi darinya (7).  

Kedudukan imam besar sangat dihormati dalam tradisi Yahudi. Imam besar dipilih secara khusus oleh Allah dari suku Lewi dan memiliki hak istimewa untuk masuk ke Tempat Mahakudus guna memohon pengampunan dosa. Keistimewaan Melkisedek terletak pada fakta bahwa ia menjadi imam meski bukan berasal dari keturunan Lewi.  

Karena Yesus Kristus adalah Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr. 7:17; bandingkan Mzm. 110:4), sudah sepatutnya kita menghormati-Nya dengan penuh syukur. Memberikan persepuluhan adalah bentuk respons kita atas berkat yang telah Allah berikan. Kisah Abraham dan Melkisedek mengajarkan pentingnya memberikan yang terbaik kepada Allah dan menghargai pemimpin rohani. Dalam kehidupan sehari-hari, memberi dengan tulus dan sukarela adalah wujud syukur dan kepercayaan kita kepada Allah. Oleh karena itu, marilah senantiasa bersyukur atas pengampunan, penyertaan, dan berkat-Nya yang tak terhingga.

Doa Penutup

Ya Allah, Bapa yang penuh kasih,
Kami bersyukur atas setiap berkat yang Engkau berikan, baik yang kami harapkan maupun yang datang sebagai anugerah tak terduga. Ajarlah kami seperti Abraham, yang dengan rendah hati dan penuh syukur mempersembahkan yang terbaik sebagai tanda hormat kepada-Mu. 
Tolong kami untuk selalu menghargai pemimpin rohani yang Engkau tempatkan dalam hidup kami. Mampukan kami memberi dengan tulus, bukan karena paksaan, tetapi sebagai respons atas kebaikan-Mu yang tak berkesudahan.
Yesus, Imam Besar kami menurut peraturan Melkisedek, terima kasih untuk pengampunan dan penyertaan-Mu. Bentuklah hati kami menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur, mengandalkan-Mu dalam segala hal.
Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
Share:

⚓ Pengharapan Adalah Sauh yang Kuat


"Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir."
(Ibrani 6:19)


Jangkar Harapan dalam Badai Hidup

Bayangkan sebuah kapal besar di tengah lautan yang diterpa badai. Dalam situasi seperti itu, sauh atau jangkar menjadi alat vital untuk menjaga agar kapal tetap stabil. Tanpa sauh, kapal dapat terombang-ambing atau bahkan karam. Seperti kapal, hidup kita juga membutuhkan “sauh” — dan sauh itu adalah pengharapan di dalam Kristus.

Penulis Surat Ibrani tahu betul bahwa para jemaat sedang menghadapi penderitaan dan tekanan berat. Sebelumnya mereka ditegur keras, namun kini mereka didorong untuk berpegang pada pengharapan yang pasti dan tidak mengecewakan (ay. 11).


🧡 Teladan Abraham dan Kepastian Janji Allah

Abraham dijadikan teladan karena ia berharap pada janji Allah dan menantinya dengan sabar, bahkan ketika kenyataan tampak mustahil (ay. 13-15). Mengapa Abraham bisa tetap berharap? Karena ia tahu Tuhan tidak mungkin berdusta (ay. 18). Janji-Nya dapat dipercaya.

Allah menguatkan janji-Nya dengan sumpah, supaya kita yang berlindung kepada-Nya memiliki kepastian dan penghiburan yang kuat. Pengharapan itu bukan angan-angan kosong, tetapi jaminan kokoh dari Allah yang setia.


🛐 Berpegang Teguh Saat Diterpa Badai

Dalam hidup ini, kita tidak luput dari badai: penderitaan, kehilangan, kekecewaan, atau pergumulan batin. Dalam keadaan seperti itu, pengharapan bisa menjadi penguat atau malah hilang. Namun firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk melabuhkan sauh iman kita kepada Kristus, yang telah masuk ke belakang tabir sebagai perantara kita di hadapan Allah (ay. 20).

Kristus adalah jangkar yang tak tergoyahkan—Dialah dasar dari pengharapan kita, bukan situasi, bukan manusia, bukan kekuatan kita sendiri.


🔍 Refleksi Diri: Di Mana Aku Melabuhkan Pengharapanku?

  • Apakah aku sungguh berharap kepada Tuhan, atau hanya saat semuanya baik-baik saja?

  • Apakah pengharapanku goyah saat doaku belum dijawab?

  • Apakah aku berserah pada janji-Nya meski belum melihat hasilnya?


🙌 Jangan Pernah Berhenti Berharap

Apapun yang sedang kamu alami, jangan lepaskan pengharapanmu. Sekalipun badai hidup menghantam, air mata belum berhenti mengalir, dan jawaban belum datang—tetaplah percaya, karena Allah kita setia. Ia tidak pernah berdusta dan janji-Nya pasti digenapi.

"Berharaplah kepada Tuhan, kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu!"
(Mazmur 27:14)


🙏 Doa Penutup

Tuhan yang setia,
Dalam badai kehidupan, aku mau tetap berpegang pada pengharapan di dalam Engkau.
Terkadang aku lelah, imanku melemah, dan aku mulai ragu. Tapi hari ini aku diingatkan bahwa pengharapan kepada-Mu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwaku.
Kuatkan aku untuk tetap percaya dan setia menantikan janji-Mu digenapi dalam waktumu yang sempurna.
Dalam nama Yesus aku berdoa.
Amin.

Share:

Pujian Ibadah GKKK Tepas 15 Juni 2025

Share:

🙋‍♂️ Dewasalah, Stop Menjadi Bocil!

Ibrani 5:11 – 6:8


“Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.”
(Ibrani 5:12)


👶 Dari Anak Menjadi Dewasa

Setiap orang melewati masa anak-anak, namun tidak semua orang menjadi dewasa secara rohani. Dalam pertumbuhan iman, ada tahap-tahap yang seharusnya dilalui. Namun, yang menjadi keprihatinan penulis Surat Ibrani adalah: jemaat masih seperti anak kecil secara rohani, padahal waktu dan pengalaman mereka seharusnya sudah membawa mereka menjadi pribadi yang matang.

Mereka masih memerlukan “susu rohani”—ajaran dasar yang berulang-ulang disampaikan. Padahal, mereka sudah seharusnya mampu menjadi pengajar, bukan hanya murid pasif yang terus perlu diawasi dan diarahkan (5:11-14).


🪴 Tumbuhlah dan Bertanggung Jawab

Penulis mengajak jemaat untuk melangkah lebih jauh, meninggalkan prinsip dasar iman—bukan melupakannya, tapi membangun di atasnya (6:1-2). Tujuannya jelas: agar iman mereka tidak hanya berhenti di teori, tapi benar-benar menghasilkan buah. Seperti tanah yang subur, menyerap air dan menghasilkan panen (6:7), demikian juga orang percaya seharusnya menghasilkan buah pertobatan, pelayanan, dan ketaatan.

Namun, ada peringatan keras: mereka yang merasakan kebaikan Tuhan lalu jatuh dan meninggalkan iman, dianggap menghina salib Kristus (6:4-6). Ini bukan kejatuhan sesaat, tapi sikap menolak Kristus dengan sadar dan sengaja.


💭 Refleksi Diri: Apakah Aku Sudah Dewasa?

  • Apakah aku masih harus dibujuk-bujuk untuk beribadah?

  • Apakah aku hanya tahu ajaran Kristen tanpa menghidupinya?

  • Apakah aku gampang kecewa, marah, atau ngambek dalam pelayanan?

  • Apakah aku bertumbuh dalam kasih, pengampunan, dan kesetiaan?

Jangan menjadi "bocil rohani" yang selalu butuh dimanja, gampang tersinggung, atau tidak mau berkorban. Kedewasaan iman menuntut tanggung jawab, pengorbanan, dan ketekunan.


📌 Kedewasaan Iman Itu Tampak dari Buahnya

Kedewasaan bukan hanya tentang umur atau lamanya kita menjadi Kristen. Kedewasaan tampak dari bagaimana kita menanggapi Firman Tuhan, dari bagaimana kita mengasihi, dari kesediaan melayani tanpa pamrih, dari kesetiaan saat dalam pencobaan, dan dari kerelaan mengampuni serta membangun sesama.

“Iman tanpa buah hanyalah pengetahuan tanpa kehidupan.”


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Ampunilah aku jika selama ini aku belum sungguh-sungguh bertumbuh dalam Engkau.
Sering kali aku masih bersikap seperti anak kecil—menuntut, mengeluh, dan malas bertanggung jawab.
Tolong bentuk aku menjadi pribadi yang dewasa secara rohani,
yang mampu menghidupi firman-Mu dan menghasilkan buah iman.
Aku rindu menjadi tanah subur yang siap dipakai untuk kemuliaan-Mu.
Dalam nama-Mu, aku berdoa.
Amin.

Share:

📖 Belajar Taat Seumur Hidup

Ibrani 5:1–10


"Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya."
(Ibrani 5:8)


🎓 Belajar Tanpa Akhir

Dalam dunia pendidikan, kita mengenal istilah “pembelajaran seumur hidup.” Konsep ini menekankan bahwa proses belajar tidak berhenti di bangku sekolah atau universitas, tetapi terus berlangsung sepanjang hayat. Belajar yang sejati menuntut kerelaan hati, disiplin, dan motivasi dari dalam diri.

Hal yang sama juga berlaku dalam kehidupan rohani. Mengikut Kristus adalah proses belajar seumur hidup—terutama dalam hal ketaatan.


✝️ Kristus Belajar Menjadi Taat

Penulis Surat Ibrani menggambarkan Yesus sebagai Imam Besar yang unik. Dalam sistem Perjanjian Lama, seorang imam besar berasal dari suku Lewi dan ditetapkan Allah untuk mempersembahkan kurban demi pengampunan dosa umat (ay. 1–4). Namun, mereka juga lemah dan harus mempersembahkan kurban bagi dosa mereka sendiri (ay. 2–3).

Yesus Kristus juga diangkat oleh Allah (ay. 5–6), tetapi berbeda dengan para imam Lewi. Ia adalah Imam Besar yang sempurna, bukan karena kebal penderitaan, melainkan karena belajar taat melalui penderitaan-Nya (ay. 7–8). Ketaatan-Nya tidak instan, tetapi melalui proses pergumulan yang berat. Namun melalui itulah, Ia menjadi sumber keselamatan kekal bagi semua yang taat kepada-Nya (ay. 9).


🛤️ Ketaatan yang Dibentuk oleh Proses

Yesus, Anak Allah, tidak menggunakan status-Nya untuk menghindari penderitaan. Ia justru belajar dari penderitaan itu, menunjukkan bahwa ketaatan sejati dibentuk oleh proses, bukan kenyamanan.

Ketaatan Kristus menjadi penguatan bagi jemaat mula-mula yang sedang mengalami penganiayaan dan pergumulan iman. Mereka diajak untuk terus bertumbuh, belajar taat bukan hanya dalam situasi menyenangkan, tapi juga dalam penderitaan.


🙋 Belajar Taat: Panggilan Setiap Hari

Sebagai pengikut Kristus, kita pun dipanggil untuk belajar taat seumur hidup. Ini bukan soal kepatuhan sesaat, tapi pembentukan karakter yang terus-menerus:

  • Taat bukan karena takut, tapi karena kasih.

  • Taat bukan hanya saat dilihat orang, tapi juga saat sendiri.

  • Taat bukan beban, tapi respon syukur atas kasih karunia Allah.

Ketika kita membiasakan diri untuk mendengar dan melakukan firman-Nya, pola hidup kita akan berubah. Kita tidak lagi dikendalikan oleh keinginan diri, tetapi mulai hidup dalam kehendak Allah. Inilah tujuan utama: hidup yang selaras dengan Kristus.


💡 Kesimpulan

Hidup kita adalah proses belajar yang tak pernah selesai. Sampai akhir hayat, kita belajar percaya, belajar berharap, dan—yang terutama—belajar taat. Ketaatan kepada Allah bukan sesuatu yang otomatis, tapi hasil dari relasi, pergumulan, dan komitmen.

"Belajar taat bukan soal berhasil atau gagal, tapi soal kesetiaan untuk terus berjuang dalam kasih karunia Tuhan."


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Engkau telah memberi teladan sempurna dalam ketaatan melalui penderitaan-Mu.
Ajarlah aku untuk terus belajar taat seumur hidup.
Bentukkan hatiku agar senantiasa rindu akan firman-Mu,
dan mampukan aku untuk hidup sesuai kehendak-Mu,
meski harus melalui jalan yang tidak mudah.
Biarlah hidupku menjadi cermin ketaatan kepada-Mu,
hingga akhir hayatku.
Amin.

Share:

🕊️ Mengakhiri dengan Baik

 Ibrani 4:1–13


“Sebab itu baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang pun di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku.”
(Ibrani 4:1)


🏠 Kerinduan Akan Perhentian Sejati

Bagi para pengendara jarak jauh, rest area menjadi tempat penting untuk beristirahat sejenak—mengisi bahan bakar, menikmati makanan, dan memenuhi kebutuhan dasar. Tapi sesungguhnya, yang paling dirindukan bukanlah rest area, melainkan rumah. Rumah adalah tempat perhentian sejati, tempat di mana hati merasa damai dan tubuh bisa benar-benar beristirahat.

Dalam iman Kristen, "rumah" itu adalah perhentian ilahi—tempat kekal di hadirat Allah. Surat Ibrani berbicara tentang kerinduan ini dan mengingatkan bahwa tidak semua orang akan tiba di sana jika tidak mengakhiri hidup dengan baik.


📖 Hari dan Tempat Perhentian

Penulis Ibrani mengangkat dua hal penting:

  1. Hari Perhentian (Sabat)
    Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya pada hari ketujuh (ay. 4), dan Ia menetapkan "hari ini" sebagai kesempatan untuk masuk ke dalam perhentian itu (ay. 7). Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk hidup dalam pertobatan dan iman, selagi hari ini masih ada.

  2. Tempat Perhentian (Tanah Perjanjian)
    Tanah Kanaan adalah simbol perhentian bagi umat Allah. Namun, hanya mereka yang percaya dan taat yang dapat memasukinya. Mereka yang keras hati dan tidak taat ditinggal di padang gurun (ay. 2–8).


🧭 Mengapa Mengakhiri dengan Baik itu Penting?

Bukan semua yang memulai perjalanan akan tiba di tujuan. Demikian juga, bukan semua yang menyebut diri Kristen akan tiba di rumah Bapa. Kita dipanggil untuk waspada dan setia, sebab:

  • Firman Allah menyingkap isi hati terdalam kita (ay. 12)

  • Semua yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya (ay. 13)

Tiba di tempat perhentian itu adalah janji, tetapi juga panggilan untuk bertekun sampai akhir. Kita diselamatkan oleh anugerah, tetapi kita diminta untuk memelihara iman dengan kesetiaan.


🔥 Berjuang Sampai Akhir

Perjalanan iman bukan lintasan singkat. Ini adalah maraton, bukan sprint. Maka dibutuhkan:

  • Perjuangan melawan dosa

  • Keteguhan dalam pencobaan

  • Ketaatan terhadap firman

Kita tidak diselamatkan oleh usaha, tetapi iman sejati akan selalu dibuktikan melalui kesetiaan. Allah telah menyelesaikan karya keselamatan di dalam Kristus, sekarang giliran kita menghidupi iman itu dengan taat dan tekun.


🛤️ Mari Berjalan Sampai Tuntas

Bayangkan sebuah perjalanan panjang, di mana setiap langkah membawa kita lebih dekat ke rumah sejati. Di tengah kelelahan dan godaan untuk berhenti, ingatlah: Tuhan telah menyediakan tempat perhentian yang kekal.

“Setialah sampai mati dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.”
(Wahyu 2:10)

Berjalanlah dalam iman, tetaplah setia, dan biarlah akhir hidupmu menjadi penutup yang indah dari sebuah perjalanan yang taat.


🙏 Doa Penutup

Ya Tuhan, Penuntun hidupku,
Arahkan langkahku menuju perhentian sejati-Mu.
Di tengah dunia yang penuh godaan dan pencobaan, kuatkan aku agar tetap setia.
Ampunilah jika aku pernah goyah dan tergoda untuk berhenti.
Biarlah hidupku berakhir dengan baik—dalam iman, ketaatan, dan kasih kepada-Mu.
Hingga kelak, aku tiba di rumah surgawi, tempat perhentian kekal bersama-Mu.
Dalam nama Yesus Kristus. Amin.


Share:

✨ Jangan Membuang Imanmu!


“Janganlah kamu berkeras hati seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun.”
(Ibrani 3:8)


📖 Renungan

Dalam dunia yang terus berubah, kita menyaksikan banyak orang meninggalkan iman mereka—entah dengan terang-terangan berpaling dari Kristus, atau perlahan-lahan menyimpang melalui ketidaktaatan dan pemberontakan hati. Firman Tuhan hari ini memperingatkan kita akan bahaya kemurtadan—sebuah sikap hati yang menolak percaya dan tidak taat kepada Allah.


⚠️ Kemurtadan: Bukan Sekadar Pindah Agama

Sering kali kita mengira murtad hanya berarti beralih agama secara lahiriah. Namun dalam terang firman, kemurtadan lebih dalam dari itu.
Bangsa Israel adalah contoh nyata. Mereka umat pilihan Allah, namun mereka jatuh dalam kemurtadan:

  • Mereka mengeraskan hati (ay. 8).

  • Mereka sesat hati dan tidak mengenal jalan Allah (ay. 10).

  • Mereka tidak taat dan tidak percaya (ay. 12, 18–19).

Tragisnya, mereka tetap berjalan dalam komunitas umat Allah, namun hati mereka telah menjauh. Inilah bentuk murtad yang paling berbahaya: dekat secara lahiriah, tapi jauh secara rohani.


🧠 Jangan Keras Hati

Hati yang keras adalah hati yang menolak dibentuk oleh firman dan pimpinan Roh Kudus. Ia menolak ditegur, menolak bertobat, dan hidup dalam pemberontakan yang terus-menerus.

Penulis Ibrani mengingatkan:

“Waspadalah, supaya jangan di antara kamu terdapat hati yang jahat dan tidak percaya, yang membuat kamu murtad dari Allah yang hidup!”
(ay. 12)

Karena itu, iman kepada Kristus harus terus dijaga. Bukan hanya lewat rutinitas ibadah, tetapi dengan ketaatan, kesetiaan, dan kelembutan hati setiap hari.


🤝 Saling Menasihati, Saling Meneguhkan

Firman juga memerintahkan kita untuk saling menasihati setiap hari (ay. 13). Mengapa setiap hari? Karena setiap hari kita menghadapi pencobaan, kelelahan rohani, dan godaan untuk menyerah.

Iman bukan beban pribadi, tetapi perjalanan bersama. Kita dipanggil untuk saling menguatkan, saling mendorong agar tetap setia kepada Allah yang telah lebih dahulu setia kepada kita.


🙌 Mari Tetap Setia

Jangan membuang iman kita hanya karena godaan dunia, luka masa lalu, atau ketidaksabaran terhadap proses Allah. Iman adalah harta surgawi yang tak ternilai. Jangan korbankan itu demi kesenangan sesaat.

Yesus Kristus telah mati agar kita diselamatkan.
Jangan kita menyia-nyiakan kasih karunia itu dengan hidup dalam ketidakpercayaan. Jangan mengeraskan hati. Jangan berbalik.


🙏 Doa Penutup

Tuhan yang setia,
Jagalah hatiku agar tetap lembut di hadapan-Mu.
Jauhkan aku dari kekerasan hati, ketidakpercayaan, dan pemberontakan.
Biarlah aku tetap berpegang pada iman kepada Kristus sampai akhir hidupku.
Bentuk aku menjadi anak-Mu yang setia, yang hidup dalam kasih dan ketaatan.

Dan jika aku mulai lemah, kirimkan saudara-saudara seiman yang akan menasihati dan menguatkanku.
Dalam nama Yesus aku berdoa. Amin.


📌 Ayat Penguatan

“Sebab kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.”
Ibrani 3:14

Share:

🏠 Aku Adalah Rumah Kristus



“Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya. Dan rumah-Nya ialah kita...”
(Ibrani 3:6a)


📖 Renungan

Ketika berbicara tentang rumah Allah, kita tidak hanya membayangkan bangunan fisik seperti bait suci atau gereja. Dalam Kristus, rumah Allah adalah kehidupan setiap orang percaya—dibangun, dimiliki, dan ditinggali oleh Sang Anak Allah sendiri.

Penulis Ibrani menyandingkan dua tokoh besar dalam sejarah iman: Musa dan Yesus Kristus. Keduanya dikenal karena kesetiaan mereka dalam memimpin umat Allah. Namun, ada perbedaan mendasar antara keduanya.


🧱 Musa: Pelayan Rumah | Yesus: Kepala Rumah

  • Musa adalah pelayan yang setia di rumah Allah. Ia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, mengantar mereka menuju Tanah Perjanjian. Namun ia hanyalah pelayan, bukan pemilik rumah.

  • Yesus Kristus adalah Anak Allah, pemilik sekaligus pembangun rumah itu sendiri (ay. 3–6). Ia tidak sekadar hadir dalam rumah itu, Ia mengepalai dan tinggal di dalamnya.

Dan siapa rumah itu? Kita. Kita yang percaya kepada-Nya adalah rumah tempat Kristus tinggal dan memerintah.


🔥 Makna Menjadi Rumah Kristus

Menjadi “rumah Kristus” bukan hanya soal kedekatan rohani, tapi juga tentang komitmen hidup. Rumah mencerminkan pemiliknya. Jika Kristus berdiam di dalam kita:

  • Kita hidup dalam kekudusan, karena Yesus menyucikan rumah-Nya.

  • Kita hidup dalam ketaatan, sebab Yesus adalah Tuan yang layak ditaati.

  • Kita hidup dalam kasih dan pelayanan, karena itulah suasana rumah Kristus.


Sudah Layakkah Kita Disebut Rumah Kristus?

Yesus tidak tinggal di rumah yang cemar, kosong, atau penuh pemberontakan. Ia tinggal dalam kehidupan yang terbuka bagi-Nya, penuh ketaatan, dan mau dipimpin. Maka pertanyaannya:
Apakah Yesus berkenan tinggal dan diam dalam kehidupan kita hari ini?

Jika ya, mari kita katakan dengan penuh kesadaran dan syukur:
“Aku adalah rumah Kristus.”


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah membangun aku menjadi rumah bagi-Mu.
Ajarlah aku untuk hidup dalam kesetiaan, ketaatan, dan kekudusan,
agar hidupku menyenangkan-Mu dan menjadi tempat di mana Engkau berdiam dengan damai.

Singkirkan segala hal yang mencemari hidupku.
Penuhi aku dengan firman-Mu, dan bentuk aku menjadi bangunan rohani yang memuliakan nama-Mu.

Dalam nama Yesus Kristus aku berdoa. Amin.


📌 Ayat Penguatan

“Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”
1 Korintus 3:16

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.