Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kok, Jangan Saleh?

Pengkhotbah 7:15-18
Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?
- Pengkhotbah 7:16
Sering orang mengatakan, bahkan terjadi di kalangan orang Kristen, “Jadi orang Kristen jangan fanatiklah. Biasa saja.” Perkataan itu “diperteguh” oleh Pengkhotbah 7:16. Ayat ini seringkali disalahmengerti, seolah-olah Allah menghendaki kita menurunkan tingkat kerohanian atau kesalehan kita. Sebenarnya, apa maksud ayat itu?
Kita harus membedakan istilah “terlalu” dengan “sungguh-sungguh”. Istilah “sungguh-sungguh” bermakna positif. Seorang yang sungguh-sungguh mengejar kesalehan bermotivasi tulus, yaitu untuk semakin mengenal dan mengasihi Allah dan sesama manusia. Tuhan menginginkan kita untuk menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh saleh. Sedangkan istilah “terlalu” bermakna berlebih-lebihan, konotasinya negatif. Inilah yang dilarang dalam ayat ini, yaitu mengejar kesalehan yang didasari upaya sendiri untuk menampilkan kesalehan lahiriah dan formal.
Dalam Alkitab, kita menemukan orang Farisi yang sangat menekankan kesalehan lahiriah untuk mendapatkan pujian. Mereka sangat teliti dan serius menjalankan setiap aturan Taurat semata-mata demi mendapat pujian. Sedangkan hidup dan perilaku mereka tidak berubah. Tuhan Yesus mengecam kemunafikan yang demikian (Mat. 23:23). Mereka taat aturan agama formal tetapi mengabaikan hakekat dari firman Tuhan, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan.

Jadi, pengkhotbah mengkritik orang yang mengejar kesalehan formal dan lahiriah belaka. Sebaliknya, kesalehan sejati adalah kesalehan dari hati. “Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN (Yoel 2:12-13a). Yang dikehendaki Tuhan adalah pertobatan yang bermula dari hati. Jika hati seseorang berubah maka perilaku atau tampilan lahiriah pun akan berubah. Inilah inti pembaruan yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya. Pembaruan hati.

Kualitas seorang Kristen tampak dalam kecondongan hatinya. Jika hatinya selalu condong pada hal-hal yang sesuai firman Tuhan maka kita bisa menganggapnya sebagai orang Kristen yang saleh. Jika hatinya tegar dan kuat dalam menghadapi penderitaan maka ia seorang saleh. Jika hatinya beriman dan mengandalkan Tuhan di dalam menghadapi tantangan maka ia seorang saleh. Kesalehan sejati dimulai dari hati.
Refleksi Diri:
Mana yang Anda anggap lebih utama? Perubahan hati atau perubahan tingkah laku?
Mengapa penting seorang Kristen mengalami perubahan hati lebih dahulu sebelum mengubah tingkah laku?
Share:

Religiusitas Tanpa Spiritualitas

Matius 23:1-36

Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.

- Matius 5:20

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sangat religius. Terbukti dari banyaknya tempat ibadah yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Akan tetapi, mengapa masih banyak kasus kejahatan, misalnya korupsi, pembunuhan, pencurian, pelecehan seksual, dan lain sebagainya bermunculan di negeri ini? Apakah bangsa ini kurang taat beribadah? Tidak! Ini terjadi karena seringkali masyarakat hanya fokus pada aspek religius saja, tanpa diperkaya dengan pemahaman spiritual yang kuat (religiusitas tanpa spiritualitas).
 Menurut kamus, religiusitas adalah kepercayaan kepada Tuhan atau kekuatan adikodrati di atas manusia. Sedangkan spiritual berhubungan dengan kejiwaan (rohani, batin). Jadi, religiusitas merupakan aktivitas doktrinal untuk memperkenalkan setiap individu pada ajaran dan ritual keagamaan, sedangkan spiritualitas berkaitan dengan pengenalan akan Tuhan dan eksistensi diri sebagai bagian dari pengamalan iman.
 Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi juga sangat religius. Mereka sangat taat kepada hukum Taurat, berpuasa, tekun berdoa, beribadah, memberi persembahan, dan merayakan hari-hari penting keagamaan Yahudi. Mengapa Tuhan Yesus justru mengecam mereka sebagai orang-orang yang munafik? Karena mereka mengajarkan kebenaran hukum Taurat, tetapi tidak melakukan ajarannya (ay. 3-4). Selain itu, mereka melakukan aktivitas keagamaan dengan motivasi yang salah, yaitu supaya dilihat dan dipuji orang (ay. 5-7). Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Mat. 5:20). Artinya, beragama secara benar tidak cukup hanya rajin berdoa, beribadah, dan melaksanakan ritual keagamaan secara lahiriah saja. Yesus mengatakan bahwa kebenaran yang dikehendaki Allah adalah hati dan roh kita harus selaras dengan kehendak Allah dalam iman dan kasih, bukan sekadar tindakan lahiriah saja (Mrk. 7:6).
 Menghayati agama secara benar mencakup aspek vertikal, yaitu hubungan yang harmonis dengan Tuhan, maupun aspek horizontal, yakni hubungan yang harmonis dengan sesama. Mari bangun kehidupan beribadah dan persembahan Anda kepada Tuhan dengan berelasi yang baik dengan sesama secara beiringan. Keduanya tidak bisa dipisahkan di dalam kehidupan seorang anak Tuhan.
Refleksi Diri:
Apakah selama ini Anda lebih mendahulukan religiusitas dibandingkan spiritualitas?Bagaimana hubungan Anda dengan Tuhan?
Apa yang Anda lakukan agar spiritualitas Anda terbukti nyata dalam tindakan kepada sesama?
Share:

Siap Pergi Untuk Tuhan

Yesaya 6:1-13

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”
- Yesaya 6:8
             Seorang pendeta ingin mengutus jemaatnya pergi melakukan penginjilan ke suatu daerah. Pendeta tersebut memilih dua orang untuk diutus. Keduanya lalu dipanggil ke ruangan pendeta. Sang pendeta dengan bersemangat menyampaikan bahwa mereka adalah orang pilihan yang diutus untuk mengabarkan Injil. Seorang di antara mereka hanya tertunduk diam dan tidak memberikan respons apa pun. Tiba-tiba orang yang satu lagi dengan begitu sigap berkata kepada sang pendeta, “Ini aku, tapi utuslah dia!”
Dari cerita lucu ini mungkin kita berpikir, masa mereka tidak mau melakukan pekerjaan Allah? Masa mereka menolak pengutusan dari pendeta? Kelihatannya sangat miris, tetapi inilah yang sering kali terjadi di tengah kehidupan kita. Berapa kali kita mendengar bahwa kita harus memberitakan Injil kepada mereka yang belum percaya Tuhan? Sesungguhnya ini sebuah bukti bahwa kita telah berkali-kali diutus oleh para pendeta atau hamba Tuhan untuk pergi melakukan penginjilan, tetapi apakah kita sungguh ingin melakukannya dan siap pergi memberitakan Injil?
Sewaktu bangsa Israel hidup menyimpang dari Allah, Nabi Yesaya mendapatkan penglihatan dari Allah. Di tengah penglihatannya, Allah berbicara kepada Yesaya, “Siapa yang akan Kuutus?” Menariknya, Yesaya dengan sigap menjawab Tuhan, “Ini aku, utuslah aku!” Yesaya tidak ragu untuk menerima panggilan Tuhan, bahkan tidak perlu diulang hingga berkali-kali. Ia yakin pada panggilan Tuhan dan melakukan sesuai dengan yang Allah perintahkan. Yesaya sangat siap pergi untuk pekerjaan Tuhan. Walaupun ia tahu kondisi sulit yang terjadi di tengah bangsa Israel, tetapi tidak membuatnya gentar menjawab panggilan Allah. Yesaya tahu bahwa jika Allah telah memanggilnya maka Dia juga akan menolongnya.
Bukan hanya Yesaya yang mendapat panggilan dan pengutusan. Tuhan juga memanggil dan ingin mengutus setiap kita yang membaca renungan ini. Mungkin setiap kita akan mendapatkan panggilan yang berbeda-beda. Namun yang pasti, Tuhan Yesus rindu mengutus kita untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang yang belum mendengar kabar keselamatan-Nya. Yuk kita bersiap pergi diutus oleh Tuhan. Siap sedialah memberitakan Injil keselamatan. Jangan takut karena Allah pasti akan menolong kita.
Refleksi Diri:
Apakah panggilan Allah dalam hidup Anda terlihat dengan jelas? Jika belum, doakan agar Tuhan semakin memperjelas panggilan hidup Anda.
Apakah Anda siap diutus mewujudkan panggilan Tuhan yang sudah jelas? Bagaimana Anda akan menunaikan panggilan tersebut?
Share:

Siapa Yang Anda Andalkan dalam Hidup Ini?

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” Yeremia 17:7

Jika Anda menginginkan berkat Tuhan dicurahkan dalam hubungan Anda dengan orang yang Anda kasihi, diberkati dalam pekerjaan dan karir, dalam study, dalam keuangan dan kesehatan, maka Anda harus dengan rendah hati mengadalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan Anda dan tidak bersandar pada kemampuan diri sendiri 
Tetapi, bagaimana cara kita melakukannya? Bagaimana caranya kita tahu bahwa kita sudah benar-benar mengandalkan Tuhan dalam hidup kita?
Berikut 5 cara untuk mengandalkan Tuhan sekaligus merupakan cara praktis dalam menilai diri kita sendiri tentang mengandalkan Tuhan pada masing-masing aspek tersebut:
Pertama:mengandalkan Hikmat Tuhan
Apakah kita secara terus menerus berbicara tentang Tuhan dan membaca Alkitab setiap hari? Jika tidak, ini artinya kita lebih mengandalkan kepintaran kita sendiri dibanding hikmat Tuhan. Kita harus mengutamakan Dia dalam setiap keputusan yang kita ambil.

Kedua: Mengandalkan Kekuatan & Kuasa Tuhan
Apakah kita berjalan dalam kekuatan dan kuasaNya setiap hari? Apakah orang lain melihat kuasa dan kekuatan Tuhan terpancar dari hidup kita?
Ketiga ; Mengandalkan Waktu Tuhan
Seberapa sabar atau tidak sabar diri kita dalam menanti sesuatu? Apakah kita cenderung melakukan segala sesuatunya sesuai dengan kemauan dan kehendak kita; ataukah kita dengan sabar menanti sesuai dengan waktuNya Tuhan?
Ke empat; mengadalkan Penyertaan Tuhan
Ketika seseorang di sosial media mengatakan hal yang jahat tentang kita, apakah kita langsung membalasnya? Ketika seseorang mengatakan hal-hal yang tidak benar mengenai diri kita, apakah kita berbalik dan membalas apa yang ia lakukan?
Ke lima; Mengandalkan Perlindungan Tuhan
Di manakah sumber rasa aman kita? Apakah kita selalu merasa kuatir dan takut karena selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup? Atau, kita mengandalkan Tuhan dalam memenuhi seluruh kebutuhan kita, baik kebutuhan fisik, emosi dan rohani kita?
Bagaimana keadaan bapak ibu saudara pada tiap-tiap aspek tersebut? Dalam bidang mana BPK ibu saudara merasakan tekanan terberat sehingga membuat ...idak dapat mengandalkan Tuhan? Mari kita ambil waktu untuk mengakui kekurangan dan kelemahan kita di hadapan Tuhan. Minta agar Tuhan membantu bapak ibu saudara sehingga saudara dapat percaya dan berserah sepenuhnya kepadaNya dalam setiap aspek kehidupan Anda sambil terus belajar untuk mengandalkan hikmat, kuasa dan kekuatan, waktu, penyertaan serta perlindunganNya dalam hidup Anda.
“Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya” Mazmur 146:5
Share:

Persiapan Ibadah

Pengkhotbah 4:17-5:1-2
Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
- Pengkhotbah 4:17

Ibadah adalah sebuah pertemuan dengan Allah. Bayangkan jika kita dijadwalkan bertemu dengan presiden di kediamannya, tentunya kita akan serius mempersiapkan diri. Begitu juga ketika akan bertemu Allah di bait-Nya, kita tentu perlu lebih lagi mempersiapkan diri.
Di dalam ayat emas di atas, Pengkhotbah memperingatkan pendengarnya untuk menjaga langkah mereka ketika berjalan ke rumah Allah. Di dalam literatur hikmat, hidup seseorang sering diilustrasikan sebagai sebuah jalan dan langkah orang tersebut melambangkan tingkah lakunya. Langkah seseorang bisa menyesatkan (Ams. 5:5) atau membawa kepada kebenaran (Ayb. 23:11). Jadi, manusia perlu menjaga langkah mereka untuk tetap hidup dalam kebenaran Allah.
Pengkhotbah hendak memperingatkan pendengarnya bahwa orang yang sedang berjalan ke bait Allah jangan serta-merta merasa diri telah melakukan hal yang benar. Bisa saja ketika seseorang sedang melangkah ke bait Allah, ia malah sedang melakukan kejahatan di mata Allah. Pengkhotbah merujuk kepada mereka yang datang ke bait Allah dengan tidak berfokus kepada Allah, melakukannya hanya karena tradisi, tekanan dari orang lain atau kebiasaan. Ini terjadi karena mereka tidak mempersiapkan diri dengan benar sebelum datang bertemu Allah. Mereka tidak mempersiapkan hati terlebih dahulu. Pikiran mereka masih berfokus kepada diri mereka, bukan kepada Allah. Ketika datang beribadah, mereka memiliki motivasi dan maksud yang salah. Ibadah dilihat sebagai suatu pertunjukan yang dilihat orang atau alat untuk memenuhi kepuasan pribadi. Celakanya, orang-orang tersebut bahkan tidak menyadari bahwa mereka sedang melakukan dosa (ay. 17b).
Bagaimana dengan kita saat hendak datang beribadah ke gereja? Apakah kita sudah mempersiapkan hati sebelum datang beribadah, memfokuskan diri hanya untuk menyembah dan memuji Tuhan, serta mendengarkan firman yang Tuhan mau sampaikan kepada kita? Mungkinkah kita termasuk ke dalam orang-orang yang berbuat jahat (dosa) seperti yang dimaksudkan oleh Sang Pengkhotbah? Saya berharap kita tidak termasuk ke golongan orang-orang tersebut. Mari datang beribadah dengan penuh persiapan.
Refleksi Diri:
Apakah Anda yakin bahwa Anda telah datang beribadah dengan motivasi dan tujuan yang benar di hadapan Allah?
Bagaimana Anda dapat mempersiapkan hati Anda untuk fokus kepada Allah di dalam ibadah?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.