Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Pentingnya Mengenal Dosa

Yunus 4:5-11

supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
- Roma 5:21

Paham dosa di dunia sekuler mengalami pemudaran dan hal ini menimbulkan berbagai masalah. Seperti yang dikatakan mendiang Pdt. Daniel Lucas Lukito dalam bukunya Pudarnya Konsep Dosa (2021), “Jadi situasi dunia kekinian yang secara diam-diam atau terang-terangan menolak konsep dosa yang biblikal justru menjadi akar dari segala persoalan yang meluas dalam lingkup mental, moral, dan sosial.” Pudarnya konsep dosa juga menimbulkan masalah kepada orang-orang dalam kisah Yunus ini.

Pudarnya konsep dosa membuat orang Niniwe terus melakukan kejahatan. Sejarah mencatat Kerajaan Asyur (Niniwe adalah ibukota Asyur) sebagai salah satu kerajaan yang kejam. Mereka tega melakukan berbagai hal mengerikan terhadap tahanan perangnya. Ternyata, masalah mendasar mereka adalah tidak memiliki kompas moral, seperti yang dikatakan oleh Allah, “… kota yang besar itu, … yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri …” (ay. 11). Mereka seperti orang yang tersesat dan tidak memiliki kebenaran untuk dipegang. Karena itu, ketika Yunus memberitakan penghakiman mereka langsung bertobat (lih. Yun. 3:4).

Pudarnya konsep dosa juga membuat Yunus ingin melihat kehancuran Niniwe. Hal ini merupakan masalah karena keinginan tersebut muncul dari hati Yunus yang sombong. Ia merasa lebih benar dari “para penyembah berhala” (termasuk orang Niniwe, lih. Yun. 2:8-9), bahkan lebih benar dari keputusan Allah (Yun. 4:2-3). Yunus sebagai sorang nabi, gagal mengenal hati Allah dan sepenuh hati melakukan kehendak-Nya. Jika masalah orang Niniwe tidak memiliki kompas moral maka masalah Yunus adalah gagal mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang berdosa.

Pudarnya konsep dosa juga dapat membuat orang Kristen kehilangan arah hidup dan sukacita mengikut Tuhan Yesus. Identitas mendasar orang Kristen adalah orang berdosa yang tidak layak menerima anugerah keselamatan tetapi diselamatkan oleh Tuhan. Jika dosa sudah menjadi hal yang tidak serius bagi kita maka keselamatan dari Tuhan Yesus juga tidak akan dibutuhkan. Mari menjalani hidup dengan tetap awas terhadap dosa-dosa yang ada, sebelum dosa-dosa tersebut merenggut sukacita dan tenaga kita untuk hidup bagi Tuhan Yesus.

Refleksi Diri:

Bagaimana Anda memandang persoalan dosa di dalam diri atau keluarga Anda? Apakah Anda memandangnya dengan serius?
Apakah ada dosa-dosa tertentu yang masih Anda susah untuk lepaskan?"

selamat pagi selamat berkarya demi Kristus.
Share:

Kristus Hidup Di Dalam Aku

Galatia 2:16-21

namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.
- Galatia 2:20

Film-film bertema zombie menggambarkan tentang manusia yang tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Zombie-zombie itu melakukan segala sesuatu menurut kehendak “roh” yang menguasai atau tinggal di dalam tubuh mereka. Mereka sesungguhnya mati meskipun tampak hidup.

Rasul Paulus tidak menyatakan bahwa ia seperti zombie ketika mengatakan bahwa hidupnya dikuasai Kristus: “Kristus hidup di dalam aku”. Ia tidak kehilangan kepribadiannya. Yang dimaksud Paulus adalah bahwa sejak ia percaya kepada Kristus, ia bersatu dengan-Nya. Persatuan dalam hal apa? Dalam kematian Kristus. “Aku telah disalibkan dengan Kristus” (ay. 19). Kristus disalibkan untuk menanggung dosa kita. Oleh iman, kita percaya bahwa kematian-Nya telah melunasi dosa kita. Persatuan dengan Kristus menjadikan kita manusia yang baru dalam arti terjadi tranformasi hidup. Sejak itu, kita memulai kehidupan yang baru. Apa ciri kehidupan baru? Kehidupan yang mati terhadap dosa. Tidak lagi dikuasai dosa. Seorang yang bersatu dengan Kristus tidak lagi suka berbuat dosa. Kecenderungan hatinya berubah. Hatinya sekarang seperti hati Kristus, menyenangi yang benar dan melakukan yang benar.

Kembali kepada ilustrasi di awal, bahwa Kristus hidup di dalam kita tidak sama dengan keadaan zombie. Zombie kehilangan kebebasannya sehingga sebenarnya tidak lagi patut disebut manusia. Orang percaya berbeda. Kita hidup dalam kebebasan, tetapi keinginan hati dan kehendak kita adalah keinginan dan kehendak yang tidak lagi menurut natur atau sifat kita yang lama, melainkan menurut Kristus. Kita menjadi ciptaan baru di dalam Kristus (2Kor 5:17). Kita suka melakukan hal-hal yang baik dan benar sebagaimana yang dikehendaki Kristus.

Saudara-saudaraku, sebagai orang-orang yang sudah percaya Kristus, marilah kita menunjukkan sifat dan perilaku yang berkarakter Kristus di dalam kehidupan keseharian kita. Kiranya orang lain yang belum percaya bisa melihat Kristus di dalam diri kita melalui perbuatan baik dan benar yang kita lakukan.

Refleksi Diri:

Mengapa orang percaya seharusnya gemar akan hal-hal yang baik dan benar berdasarkan Galatia 2:20?
Bagaimana membangun kecondongan hati agar gemar melakukan hal-hal yang baik dan benar?"

selamat beraktifitas dan selamat. berkarya di dalam Kristus gbu
Share:

Segenap, Segenap, Segenap

Ulangan 6:1-9

Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
- Ulangan 6:5

Sebuah berita sempat gempar mengenai seorang atlet renang nasional dari Jepang yang diskors karena ketahuan berselingkuh, padahal ia sudah mempunyai istri dan dua orang putri. Atlet ini sebetulnya punya prestasi tidak main-main. Ia kapten tim renang Jepang untuk Olimpiade, juga pernah meraih beberapa medali emas dalam berbagai kejuaraan. Ternyata, ini bukan pertama kali atlet Jepang dihukum seperti ini, ada beberapa kasus lainnya yang serupa. Jadi, bagi orang Jepang bukan hanya prestasi yang penting, tetapi kehidupannya juga harus sama baiknya di dalam maupun di luar lapangan. Pandangan seperti ini sebenarnya juga Tuhan inginkan terhadap orang percaya, bahwa hidupnya tidak boleh dibagi-bagi. Hidup buat Tuhan haruslah sama ketika melakukan kegiatan agama maupun keseharian.
Tuhan mau orang Israel mengasihi Tuhan dengan memberikan seluruh kehidupan mereka kepada Tuhan. Namun, umat-Nya berulang kali gagal untuk mengasihi Tuhan. Mereka lebih mengasihi hidup mereka sendiri, hanya mencari kebahagiaannya pribadi bukan kehendak Tuhan. Perintah yang diberikan Tuhan pada ayat di atas berbicara tentang relasi. Tuhan sudah mengasihi umat Israel, membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Tuhan tidak setengah-setengah mengasihi mereka maka Dia mau umat membalas kasih-Nya dengan segenap hati.
Coba renungkan sejenak pertanyaan-pertanyaan berikut: apakah Anda mengasihi Tuhan? Seberapa sungguh Anda mengasihi-Nya? Apakah Anda mengasihi-Nya dengan setengah atau segenap hati, menyatakannya dalam ibadah saja atau di setiap saat? Mengasihi dengan sisa-sisa atau seluruh kekuatan?
Jika kita adalah orang-orang yang sudah menerima kasih Allah, seharusnya kita mengasihi Allah dengan segenap hidup kita, tanpa membaginya dengan apa pun atau siapa pun. Perintah yang sama juga Tuhan inginkan dari kita untuk mengasihi-Nya dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap kekuatan. Artinya, Dia mau kita mempersembahkan hidup seluruhnya ke hadapan Tuhan, apa pun yang kita lakukan hari demi hari. Persembahan yang banyak, kesibukan pelayanan, tanpa memberikan seluruh hidup, bukanlah persembahan yang berkenan kepada Tuhan. Hidup kita tidak bisa dibagi-bagi antara yang rohani dan bukan.
Dalam pekerjaan, keluarga, pelayanan, bahkan saat jalan-jalan, bermain, dll. kita harus hidup sama untuk Kristus. Hidup yang terbagi-bagi sama saja tidak mempersembahkan yang utuh kepada Tuhan.
Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah mengasihi Tuhan dengan segenap hidup Anda?
Apa hal-hal di dalam hidup yang biasanya tidak sepenuhnya Anda berikan untuk Tuhan? Bagaimana Anda akan memperbaikinya?"

selamat beribadah di baitnya yang Kudus, MET berkarya dan bersamanya dalam anugerahnya di tiap pagi hari ini.
Share:

Apa Yang Anda Kejar?

Ibrani 13:5-6

Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
- Ibrani 13:5a

Pandangan dunia menawarkan dan menetapkan standar kekayaan dan kemewahan sebagai tanda keberhasilan. Harus diakui, sebagian besar manusia menjadikan kekayaan dan kemewahan sebagai gaya hidup yang harus dikejar untuk mendapatkan penerimaan dan pengakuan dari orang lain. Bahkan gaya hidup ini pun banyak ditemukan di gereja-gereja Tuhan. Mimbar sebagai tempat menyatakan ajaran firman Tuhan justru seringkali dipakai untuk mengajarkan bagaimana menerima dan mendapatkan kekayaan, serta hidup dalam kemewahan. Kenyataan ini sungguh mengkhawatirkan dan menyesatkan. Alkitab dengan sangat tajam mengkritik gaya hidup mengejar kekayaan dan kemewahan.

Firman Tuhan sebetulnya tidak melarang mendapatkan kekayaan, tetapi jika kehidupan manusia hanya didasarkan pada keinginan untuk mengejar kekayaan dan bahkan menjadi “hamba” uang, maka gaya hidup tersebut akan menjadi kesalahan terbesar manusia dalam menjalani hidupnya.

Ayat emas mengingatkan bahwa “cukupkanlah dirimu” untuk menjadi gaya hidup yang perlu dipraktikkan oleh para pengikut Kristus. Kata “cukupkanlah dirimu” menjadi dasar bagi kita untuk melihat bahwa anugerah Tuhan Yesus selalu ada dan cukup di dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang percaya kepada-Nya. Dia tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya dan akan selalu memberikan kecukupan dan pertolongan tak terduga yang Allah sediakan bagi anak-anak-Nya. Seringkali manusia merasa yakin ketika ia memiliki sesuatu yang bisa diandalkan, entah kepandaian, kekayaan, keterampilan, pengalaman atau yang lainnya, maka ia akan merasa aman dan tenteram. Padahal usaha mengejar kekayaan adalah sia-sia. Semakin bertambah kekayaan yang kita miliki akan semakin bertambah pula orang yang menghabiskannya (Pkh. 5:10). Firman Tuhan mengajarkan bahwa bukan uang yang harus dikejar dalam hidup, apalagi sampai akhirnya manusia diperhamba olehnya. Yang harus dikejar adalah bagaimana menjalani kehidupan yang menikmati anugerah Tuhan sehari demi sehari.

Bagaimana dengan diri kita? Apa yang sesungguhnya kita kejar selama ini? Kekayaan? Kemewahan? Apa yang ingin dibuktikan kepada orang lain dari keberhasilan kita? Hendaklah kita sadar bahwa jika Tuhan mengizinkan kita memperoleh kekayaan, kiranya kekayaan tersebut menjadi dasar bagi kita untuk belajar berbagi kepada sesama. Kekayaan dan kemewahan bukanlah untuk dikejar, melainkan untuk dinikmati dan dibagikan, supaya melalui kekayaan kita nama Tuhan dipermuliakan.

Refleksi Diri:

Mengapa manusia cenderung suka mengejar uang? Apakah selama ini Anda sudah diperhamba oleh uang?
Apakah Anda sudah berbagi kepada sesama melalui kekayaan yang Tuhan percayakan kepada Anda? Atau justru memakai kekayaan untuk hidup dalam kemewahan?"


selamat beraktifitas dan selalu pertahankan iman.
Share:

Apa Yang Anda Kejar?

Ibrani 13:5-6
Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
- Ibrani 13:5a

Pandangan dunia menawarkan dan menetapkan standar kekayaan dan kemewahan sebagai tanda keberhasilan. Harus diakui, sebagian besar manusia menjadikan kekayaan dan kemewahan sebagai gaya hidup yang harus dikejar untuk mendapatkan penerimaan dan pengakuan dari orang lain. Bahkan gaya hidup ini pun banyak ditemukan di gereja-gereja Tuhan. Mimbar sebagai tempat menyatakan ajaran firman Tuhan justru seringkali dipakai untuk mengajarkan bagaimana menerima dan mendapatkan kekayaan, serta hidup dalam kemewahan. Kenyataan ini sungguh mengkhawatirkan dan menyesatkan. Alkitab dengan sangat tajam mengkritik gaya hidup mengejar kekayaan dan kemewahan.

Firman Tuhan sebetulnya tidak melarang mendapatkan kekayaan, tetapi jika kehidupan manusia hanya didasarkan pada keinginan untuk mengejar kekayaan dan bahkan menjadi “hamba” uang, maka gaya hidup tersebut akan menjadi kesalahan terbesar manusia dalam menjalani hidupnya.

Ayat emas mengingatkan bahwa “cukupkanlah dirimu” untuk menjadi gaya hidup yang perlu dipraktikkan oleh para pengikut Kristus. Kata “cukupkanlah dirimu” menjadi dasar bagi kita untuk melihat bahwa anugerah Tuhan Yesus selalu ada dan cukup di dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang percaya kepada-Nya. Dia tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya dan akan selalu memberikan kecukupan dan pertolongan tak terduga yang Allah sediakan bagi anak-anak-Nya. Seringkali manusia merasa yakin ketika ia memiliki sesuatu yang bisa diandalkan, entah kepandaian, kekayaan, keterampilan, pengalaman atau yang lainnya, maka ia akan merasa aman dan tenteram. Padahal usaha mengejar kekayaan adalah sia-sia. Semakin bertambah kekayaan yang kita miliki akan semakin bertambah pula orang yang menghabiskannya (Pkh. 5:10). Firman Tuhan mengajarkan bahwa bukan uang yang harus dikejar dalam hidup, apalagi sampai akhirnya manusia diperhamba olehnya. Yang harus dikejar adalah bagaimana menjalani kehidupan yang menikmati anugerah Tuhan sehari demi sehari.

Bagaimana dengan diri kita? Apa yang sesungguhnya kita kejar selama ini? Kekayaan? Kemewahan? Apa yang ingin dibuktikan kepada orang lain dari keberhasilan kita? Hendaklah kita sadar bahwa jika Tuhan mengizinkan kita memperoleh kekayaan, kiranya kekayaan tersebut menjadi dasar bagi kita untuk belajar berbagi kepada sesama. Kekayaan dan kemewahan bukanlah untuk dikejar, melainkan untuk dinikmati dan dibagikan, supaya melalui kekayaan kita nama Tuhan dipermuliakan.

Refleksi Diri:

Mengapa manusia cenderung suka mengejar uang? Apakah selama ini Anda sudah diperhamba oleh uang?
Apakah Anda sudah berbagi kepada sesama melalui kekayaan yang Tuhan percayakan kepada Anda? Atau justru memakai kekayaan untuk hidup dalam kemewahan?"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.