Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

From Hero To Zero

1 Samuel 19:18-24

Ia pun menanggalkan pakaiannya, dan ia pun juga kepenuhan di depan Samuel. Ia rebah terhantar dengan telanjang sehari-harian dan semalam-malaman itu. Itulah sebabnya orang berkata: “Apakah juga Saul termasuk golongan nabi?”
- 1 Samuel 19:24

From zero to hero adalah ungkapan yang menggambarkan seseorang yang tadinya bukan siapa-siapa atau gagal, berubah menjadi sukses. Seperti itulah kehidupan Raja Saul. Tadinya ia bukan siapa-siapa, tiba-tiba diangkat menjadi raja. Tadinya ia tak dikenal, tiba-tiba menjadi bintang pujaan. Sayangnya, Saul tidak bisa mempertahankan kehormatan dirinya. Ia gagal mengatasi kelemahan dirinya. Ia haus pujian. Ia cepat marah, dengki, dan iri hati melihat kesuksesan orang lain. Seumur hidupnya, Saul tidak pernah selesai dengan dirinya. Di usia yang semakin menua, Saul berubah dari hero menjadi zero.

Bagian 1 Samuel 19 memang berfokus pada Saul. Yang menarik dari pasal ini adalah kisah tentang Saul dipenuhi Roh Allah (ay. 23-24). Ini bukan pengalaman pertamanya. Sesaat setelah diangkat menjadi raja, ia pernah mengalami hal serupa (1Sam. 10:10). Apakah ini pengalaman yang sama atau berbeda? Mirip tetapi berbeda. Berbeda dalam tujuannya. Dalam 1 Samuel 10:10, Roh Allah memenuhi Saul untuk meneguhkan posisinya sebagai raja. Roh memberinya kekuatan untuk menjalankan tugasnya sebagai raja, khususnya meraih kemenangan dalam perang. Sebaliknya, dalam 1 Samuel 19, tujuannya justru berkebalikan. “… Ia rebah terhantar dengan telanjang sehari-harian dan semalam-malaman itu.” Roh membuat Saul tak berdaya dan menanggalkan jubah kebesarannya, jubah raja. Ini ironi. Seorang raja menanggalkan jubah kebesarannya dan telanjang semalaman, menyiratkan bahwa Allah telah mencopotnya dari kedudukan sebagai raja. Hal ini terjadi karena Saul tidak menjalin relasi yang sejati dengan Allah.

Sah-sah saja jika Anda ingin menjadi hero dalam hidup ini. Akan tetapi, pertanyaan yang sangat penting adalah hero dalam definisi apa dan dari pandangan siapa? Bagaimana Anda meraihnya? Bagaimana Anda menjalani dan mempertahankannya? Saul gagal hidup sebagai hero karena tidak mengalami apa yang disebut transformasi diri (Rm. 12:1,2). Transformasi diri lebih penting daripada ambisi mengubah nasib dari zero menjadi hero. Cara untuk mengalami transformasi diri adalah dengan menjalin relasi dengan Allah.

Refleksi Diri:

Apakah Anda mengalami transformasi diri sejak percaya dan mengikut Kristus?
Dalam hal apa Anda masih ingin berubah?
"
Share:

Jangan Tertipu “FLEXING”

1 Samuel 16:1-13

Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”
- 1 Samuel 16:7

Ketika Jokowi dicalonkan sebagai presiden Indonesia pada tahun 2014, banyak orang nyinyir. Mereka meragukan kemampuannya karena dianggap “wong deso”. Apalagi penampilan fisiknya biasa-biasa saja, kalah dari saingannya atau presiden pendahulunya. Waktu membuktikan, seseorang yang tadinya dirundung karena penampilan fisiknya ternyata menjadi pemimpin yang baik.
Setelah kegagalan Raja Saul maka Tuhan memerintahkan Nabi Samuel mencari raja baru. Kali ini, Tuhan memerintahkan Samuel mencarinya dari antara anak-anak Isai. Ketika melihat Eliab, Samuel langsung kesengsem. Sosok Eliab mengingatkan Samuel pada sosok Saul yang ganteng dan tinggi. “Ia pasti cocok menggantikan Saul.” Tidak! Kata Tuhan. Demikian pula enam anak lainnya. Tak ada satu pun dari ketujuh anak Isai yang lolos audisi pemilihan raja. Standar penilaian Tuhan memang berbeda sekali dengan standar penilaian manusia. Tuhan menolak penampilan fisik sebagai acuan dalam menilai kelayakan seseorang (ay. 7). Penampilan fisik hanyalah bungkus luar semata. Bungkus luar tidak mencerminkan isi yang sesungguhnya. Orang ganteng atau cantik hanya tampilan luarnya, tetapi isi hatinya tidak ada yang tahu. Bisa saja ia hanya flexing, pamer kecantikan/ketampanan atau kekayaan, tetapi sesungguhnya penuh tipu daya.
Lalu, apa yang Tuhan lihat? Tuhan menilai dan memilih seseorang mengacu pada hatinya. Hati manusia tidak bisa berdusta. Hati manusia mencerminkan diri manusia yang sejati. Ucapan, penampilan, dan perbuatan bisa menipu, tetapi hati tidak. Masalahnya, siapa yang tahu isi hati manusia? Itu tersembunyi. Karena itu, agar tidak terjebak dusta atau flexing orang lain, mintalah Tuhan memberi kita hikmat. Mintalah Tuhan mengungkapkan kebenaran yang sebenar-benarnya. Tuhan Yesus bisa memberi hikmat dengan berbagai cara. Misalnya, Anda bisa meneliti latar belakangnya. Anda bisa mencari informasi dari orang-orang terdekat atau meminta pendapat dari orang lain yang objektif.
Tuhan Yesus memberi akal budi dan perasaan untuk kita gunakan sebaik-baiknya. Jangan hanya karena “saya suka” dia, tiba-tiba semuanya tampak sempurna dan kita tertipu flexing.

Refleksi Diri:
Apa hal yang seringkali menjadi dasar Anda dalam menilai seseorang?
Bagaimana cara Anda menilai seseorang dengan lebih objektif? Apakah Anda sudah memintakan hikmat kepada Tuhan dalam hal tersebut?
"
Share:

Disertai Atau Ditinggalkan Tuhan?

1 Samuel 18:5-16

Daud berhasil di segala perjalanannya, sebab TUHAN menyertai dia.
- 1 Samuel 18:14

Sirik tanda tak mampu. Pepatah ini sangat populer sekian puluh tahun silam. Sirik yang dimaksud adalah iri hati atau dengki. Ini pas sekali dengan yang dialami Raja Saul. Ia sirik kepada Daud yang lebih muda dan lebih berprestasi. Alasan paling utama adalah karena Daud disertai Tuhan sedangkan Saul tidak, malahan Roh Tuhan sudah undur darinya.
Perikop 1 Samuel 18 mencatat kunci keberhasilan hidup Daud, yaitu Tuhan menyertainya (ay. 12, 14, 28). Kebalikannya, dikatakan Roh Tuhan meninggalkan Saul (ay. 12), bahkan hatinya dikuasai roh jahat (ay. 10). Ketika Roh Tuhan meninggalkan seseorang maka roh jahat akan masuk segera ke dalam hatinya dan menguasainya. Tidak ada posisi netral. Yang terjadi pada Saul selanjutnya adalah ia marah ketika sanjungan kepada Daud lebih tinggi daripada kepada dirinya. Ia dengki. Saul takut kepada Daud, dalam arti takut Daud akan merebut kedudukannya. Ia bahkan membuat strategi jahat untuk melenyapkan Daud. Intensitas dosanya bertambah buruk.
Tuhan Yesus mengatakan, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan” (Mat. 12:30). Ayat ini di dalam terjemahan Alkitab versi NLT berbunyi demikian, “Anyone who isn’t with me opposes me, and anyone who isn’t working with me is actually working against me.” Dengan kata lain, Tuhan menyertai orang yang bekerja bersama-Nya dan sebaliknya, orang yang tidak bekerja bersama Tuhan adalah orang yang menentang Tuhan. Kita bisa memperluas makna “mengumpulkan” atau “working with me” sebagai segala aktivitas yang seturut kehendak Tuhan. Jadi, jika kita hidup seturut kehendak Tuhan, Dia pasti menyertai kita (Mzm. 23:4). Di dalam menjalani hidup, kita tidak perlu takut atau parno seperti Saul. Yang harus kita takuti hanyalah satu Pribadi: Tuhan.
Dua keadaan terbentang di hadapan kita: disertai Tuhan atau ditinggalkan Tuhan. Tidak ada pilihan ketiga. Jika kita ingin menjadi orang yang disertai Tuhan maka berjalanlah di jalan Tuhan. Ikutilah jalan ke mana Tuhan melangkah. Percayalah, jalan Tuhan adalah jalan terbaik. Jalan menuju kehidupan.

Refleksi Diri:
Apa hal-hal yang membuat kita pasti disertai Tuhan?
Apa pula hal-hal yang membuat kita ditinggalkan Tuhan?
Share:

Andalkan Tuhan Ya, Kreatif Juga Ya!

1 Samuel 17:38-50

Hikmat memberi kepada yang memilikinya lebih banyak kekuatan dari pada sepuluh penguasa dalam kota.
- Pengkhotbah 7:19

Mengandalkan Tuhan dan menggunakan akal budi. Itulah strategi Daud mengalahkan Goliat. Di satu sisi, ia maju membawa nama Tuhan. Di sisi lain, ia maju dengan strategi yang tepat untuk menang. Daud mengandalkan Allah, tetapi sekaligus menggunakan akal cerdasnya.

Mari kita dalami. Pertama, Daud menolak pertempuran jarak dekat. Secara fisik, ia kalah besar, kalah kuat, dan kalah jangkauan tangan. Ibarat Mike Tyson melawan Manny Pacquiao. Beda kelas. Itu juga sebabnya Daud tidak mau memakai baju zirah yang beratnya minta ampun. Ia tidak akan bisa bergerak lincah.

Kedua, Daud tahu kelemahan Goliat. Goliat berkata, “Hadapilah aku” (ay. 44 terjemahan versi NIV: come to me). Mengapa ia meminta Daud datang kepadanya? Jangan-jangan Goliat tidak bisa melihat dengan jelas di mana Daud sampai jaraknya sudah dekat. “Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat? (ay. 43, terjemahan versi NIV: kata “tongkat” berbentuk jamak bukan tunggal). Mengapa Goliat melihat Daud membawa lebih dari satu tongkat? Ilmu medis modern mengatakan bahwa Goliat sebenarnya menderita penyakit yang disebut acromegaly, yaitu kelainan hormon akibat tumor di otak yang menyebabkan badannya tumbuh besar. Kelainan ini menyebabkan gangguan penglihatan. Ternyata, Goliat rabun. Daud tahu, strategi paling tepat adalah pertarungan jarak jauh, yaitu menggunakan umban. Cerdas! Di tangan seorang ahli, umban adalah senjata mematikan. Batu yang dilontarkan dapat bergerak pada kecepatan 34 meter/detik dan bisa menghancurkan tengkorak kepala. Daud jagonya memainkan umban.

Kisah ini mengajari kita tentang cara mengatasi masalah. Seperti Daud, Anda harus mengandalkan kekuatan dan pertolongan Tuhan. Itu keniscayaan. Akan tetapi, mengandalkan Tuhan tidak berarti rebah-rebahan saja dan tidak berbuat apa-apa. Anda harus menggunakan akal budi dan kecerdasan untuk menghadapi masalah atau musuh Anda. Mintakan hikmat dari Tuhan Yesus untuk menemukan cara yang tepat. Allah akan membekali Anda dengan akal budi dan kreativitas untuk menemukan solusi dan kemenangan. Kalau kekurangan hikmat, mintalah kepada Tuhan (Yak. 1:5).

Refleksi Diri:

Apa makna ungkapan: Ora et Labora (berdoa dan bekerja) bagi Anda?
Apakah Anda setuju dengan pernyataan: Berserah kepada Yesus tidak berarti berdiam diri, tanpa berusaha apa-apa? Mengapa?
"
Share:

Goliat Itu Masalah Kecil

1 Samuel 17:31-47

Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu.
- 1 Samuel 17:45

Kisah Daud dan Goliat sangat populer. Paling sering diceritakan di kelas-kelas sekolah Minggu. Ceritanya memang keren. Dalam renungan ini, saya ingin mengajak Anda memfokuskan diri pada dua tokoh. Bukan Daud dan Goliat, melainkan Saul dan Daud dalam hal bagaimana mereka memandang masalah dan cara menghadapinya.

Pertama, perspektif terhadap masalah. Saul memandang masalah dari perspektif aku—masalahku. Aku dan masalahku berhadapan langsung. Masalah dilihat apa adanya. Besar-kecilnya masalah sepenuhnya menjadi masalahku. Aku harus menghadapi sendirian masalahku. Tak heran Saul merasa ketakutan. Baginya, masa depan gelap, tak ada jalan keluar, dan nasib buruk tak terhindarkan. Berbeda dengan Daud, perspektifnya adalah aku—Allah—masalahku. “Aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam.” Antara aku dan masalahku ada Allah. Dalam kacamata Daud, masalah itu bukan apa adanya, tetapi siapa yang ada bersamanya menghadapi masalah. Ada Pribadi lain yang terlibat dalam masalah yang dihadapinya. Bagaimana cara Anda memandang suatu masalah? Seperti Saul atau Daud?

Kedua, perspektif tentang kekuatan. Bagi Saul, kehebatan seseorang ada pada kekuatan fisik, penampilan, “bungkus luar”. Ia memandang Goliat sebagai sosok monster yang menakutkan, tak terkalahkan, prajurit kawakan. Tak heran ia meragukan Daud, seorang bocah dan gembala yang sehari-harinya memegang tongkat. Memegang pedang pun mungkin ia tidak pernah apalagi berduel dengan prajurit kawakan. Bagi Saul, kekuatan atau kuasa itu identik dengan kekuatan atau kuasa lahiriah. Bagi Daud, kekuatan sejati tidak terletak pada kekuatan fisik, tetapi pada Allah. Meskipun secara fisik Daud tidak sebesar atau sekuat Goliat, ia tidak kehilangan kepercayaan diri sebab Daud percaya Tuhan yang menyertainya. Pada masa lampau Tuhan telah menyertai, pasti Dia akan menyertainya juga pada masa kini dan yang akan datang (ay. 37). Immanuel! Allah beserta kita.

Dari Daud, kita belajar tentang bagaimana menghadapi masalah dengan perspektif yang benar dan mengandalkan kekuatan dan penyertaan Tuhan. Tiada masalah yang tidak bisa diselesaikan, asalkan kita mengandalkan Tuhan Yesus, Dia pasti akan menyertai.

Refleksi Diri:

Bagaimana perspektif dan cara Anda menghadapi masalah selama ini?
Apa hal yang Anda pelajari dari perbedaan sikap Saul dan Daud dalam menghadapi masalah?
"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.