Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Gema Suara Illahi Senin 5 Februuari 2024Sisi Baik Di Balik Sisi Buruk

1 Samuel 31:1-13

Mereka mengambil tulang-tulangnya lalu menguburkannya di bawah pohon tamariska di Yabesh. Sesudah itu berpuasalah mereka tujuh hari lamanya.
- 1 Samuel 31:13

Kisah hidup Saul berakhir di perikop bacaan hari ini. Menurut Anda, setelah mengikuti perjalanan hidupnya di dalam kitab 1 Samuel, apakah Saul seorang sukses atau gagal? Saya pikir kita terbiasa menilai akhir hidup Saul dari sisi negatif, yaitu bahwa ia bunuh diri. Memang, itu fakta tak terbantahkan. Kita bisa mengatakan Saul “finishing not well”. Saul didera sindrom minder dan rasa tidak aman sepanjang hidupnya. Ia tidak pernah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak ada prestasi yang istimewa semasa menjadi raja, kecuali pada masa awal ia menjabat. Sepanjang hidupnya, meskipun berkali-kali berperang, orang Filistin tidak berhasil ia tundukkan. Orang Israel tetap harus hidup dalam ancaman dan ketidakamanan.
Anda bisa menyebut nasib Saul tragis. Ia ingin menghindarkan diri dari siksaan dan hinaan orang Filistin, tetapi ternyata tetap saja jasadnya diperlakukan dengan hina (ay. 10). Akan tetapi, ada catatan menarik dalam ayat 11-13 tentang perlakuan baik dan hormat penduduk Yabesh-Gilead terhadap jenazah Saul. Siapa penduduk Yabesh-Gilead? Kembali ke masa lalu, dalam 1 Samuel 11, diceritakan tentang tindakan Saul menyelamatkan mereka dari orang Amon. Mereka tidak pernah melupakan jasanya. Saul adalah pahlawan bagi penduduk Yabesh-Gilead. Karena itu, mereka memberanikan dan merisikokan diri mengambil jasadnya di sarang musuh dan memperlakukannya dengan hormat.
Di balik pribadi yang kita anggap gagal, mungkin ada jasa baik dan dampak yang sudah dilakukan Saul bagi orang lain. Saul tak bisa disebut orang yang sukses, tetapi rasanya juga tidak pantas kita mengatakan ia pribadi yang gagal total, apalagi dari perspektif penduduk Yabesh-Gilead. Dari hidup Saul, mari kita belajar menghargai seseorang yang tidak dihargai siapa-siapa karena dirinya bukan siapa-siapa. Saya yakin, di balik pribadi yang bukan siapa-siapa, mungkin saja ada dampak yang telah diperbuatnya bagi sesama. Hendaklah kita belajar menghargai orang yang kurang dihargai karena mereka pun pasti pernah melakukan sesuatu yang berharga semasa hidupnya.

Refleksi Diri:

Siapa orang yang Anda kenal/tahu yang Anda pikir “bukan siapa-siapa”?
Apa perilaku baik dari orang tersebut yang bisa Anda hargai? Apa wujud nyata penghargaan Anda kepadanya?
"
Share:

Bagian Allah, Bagian Manusia

1 Samuel 30:1-20

Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya.
- 1 Samuel 30:6b

Berkali-kali Daud menghadapi krisis. Kali ini, ia kembali menghadapi masalah besar. Pertama, Daud menghadapi kenyataan pahit: serangan balik dari orang Amalek. Dulu Daud pernah menyerang mereka dan sekarang mereka menyerang balik (1Sam. 27:8). Orang-orang yang dikasihi serta harta-bendanya dirampas. Istri dan anak-anaknya ditawan. Kedua, Daud menghadapi krisis kepemimpinan. Pengikutnya menyalahkan ia dan hampir melemparinya dengan batu. Daud dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Tak mudah menghadapi orang-orang yang sedang sedih dan marah.
Bagaimana Daud menghadapi masalah ini? Kuncinya ada pada ayat 6. Dikatakan, “Dan Daud sangat terjepit.” Ungkapan yang sama digunakan oleh Saul (1Sam. 28:15). Keduanya menghadapi situasi berat. Namun, keduanya merespons dengan cara yang berbeda. Saul mencari pertolongan dari pemanggil arwah. Dalam keputusasaannya, Saul tidak melihat sumber pertolongan yang utama, yaitu Allah. Berkebalikan dengan Daud, responsnya adalah “menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya.” (ay. 6b). Daud tak sedikit pun ragu dan goyah akan sumber kekuatan dan pertolongannya. Daud benar-benar berpaut kepada Allah.
Keterpautan Daud kepada Allah ditunjukkan dengan tindakan mencari kehendak Tuhan (ay. 8). Tuhan berkenan menyatakan kehendak-Nya dan menjanjikan keberhasilan baginya. Langkah selanjutnya adalah Daud bersama-sama enam ratus orang mengusahakan misi penyelamatan. Sikap Daud ini mengingatkan kita pada pernyataan Rasul Paulus dalam Filipi 2:12-13, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu … karena Allahlah yang mengerjakan …” Bagi Daud, menguatkan kepercayaan kepada Tuhan berarti bersandar sepenuhnya pada Allah yang aktif bekerja, tetapi pada saat yang sama ia juga bergiat dalam bagian yang harus dikerjakannya. Orang beriman tak kenal kata diam dan menyerah. Orang yang paling beriman adalah orang yang paling giat berusaha.
Bapa Gereja Agustinus berkata, “Berdoalah seolah-olah semuanya bergantung kepada Allah, bekerjalah seolah-seolah semuanya bergantung kepadamu.” Ini adalah paradoks. Di satu sisi kita harus beriman sepenuhnya pada kuasa Allah dalam menggenapkan kehendak-Nya. Di sisi lain, kita harus berusaha sebaik-baiknya karena itulah kehendak Allah bagi kita.

Refleksi Diri:
Bagaimana Anda memahami arti dari beriman dan berusaha?
Apa masalah yang Anda hadapi saat ini? Sejauh mana Anda berusaha dan berdoa/ beriman dalam menghadapi masalah tersebut?
Share:

Bukan “HOKI” Yang Menghampiri

1 Samuel 29:1-11

Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu.
- Mazmur 34:20
Hoki” adalah istilah yang populer untuk menyatakan nasib baik yang dialami seseorang. Misalnya, ketika ada kecelakaan mobil beruntun di jalan tol dan mobil Anda terluput, Anda akan dibilang, “Hoki.”
Daud ada dalam situasi sulit. Dilema. Maju kena, mundur kena. Oleh Raja Akhis, Daud diminta berperang melawan bangsanya sendiri. Selama ini Akhis menganggapnya sudah berbelot dari bangsanya dan berpihak kepadanya, bahkan sudah diangkat sebagai pengawal setia. Akhis sangat percaya bahkan menyanjung-nyanjung Daud (ay. 6, 9). Akhis tidak tahu ini hanya drama cantiknya Daud. Di sisi lain, Daud tentu tidak akan mau berperang melawan bangsanya sendiri. Ia bukan pengkhianat seperti dugaan Akhis. Namun, jika Daud menolak permintaan Akhis, dramanya akan terbongkar.
“Hoki” akhirnya mendatangi Daud. Raja-raja kota orang Filistin (atau panglima ay. 4) keberatan dengan kehadiran Daud di tengah mereka. Dalam anggapan mereka, betapa konyolnya berperang melawan orang Israel, sementara di sini bersama mereka ada segerombolan orang Israel. Mereka tidak percaya bahwa Daud betul-betul berpihak pada orang Filistin. Akhis kalah dalam posisi tawar-menawar dengan raja-raja kota ini sehingga mengurungkan niatnya mengajak Daud berperang melawan orang Israel. Akhirnya, reputasi Daud di mata Akhis tetap terjaga baik dan di sisi lain ia tidak harus berperang melawan bangsanya sendiri. Dilema selesai.
Daud sedang “hoki”? Nanti dulu. Bukan “hoki” yang menghampirinya, tetapi Tuhan yang menyertainya. Yang terjadi di sini adalah tangan kuasa Allah yang memerintah dengan senyap. Allah beserta dengan Daud di mana pun ia berada (1Sam. 18:12, 28) termasuk ketika berada di tengah-tengah orang Filistin. Tidak ada kebetulan dalam jalan hidup manusia. Tuhan berdaulat atas hidup manusia dan mengatur segala sesuatu untuk kebaikan orang yang dikasihi-Nya (Rm. 8:28).
Jika Anda berada dalam situasi dilematis, jangan cepat-cepat putus asa. Jangan juga pasrah sambil berharap “hoki” menghampiri. Percayalah kepada Tuhan yang berkuasa atas langit-bumi dan isinya. Bersandarlah kepada-Nya. Tuhan Yesus mengatur semua untuk kebaikan orang yang dikasihi-Nya, kadang dengan cara yang terang-terangan seperti mukjizat, kadang dengan cara yang senyap.
Refleksi Diri:

Apakah Anda percaya pada hoki atau nasib baik?
Bagaimana Anda akan bersikap setelah membaca renungan ini ketika menghadapi situasi dilematis?
Share:

Hidup Tenang, Bukan Panik

1 Samuel 28:1-19

Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.
- Yesaya 59:1-2

Bob Buford menulis buku berjudul Finishing Well, tentang bagaimana mengakhiri kehidupan dengan baik. Saya yakin setiap kita kelak ingin mengakhiri kehidupan dengan baik. Dalam hal Saul, sayangnya, itu tidak terjadi. Mendekati akhir hidupnya, hidup Saul semakin tragis.
Dalam 1 Samuel 28, kita membaca tentang Saul yang semakin kelabakan menghadapi masalahnya. Ia ingin mencari pimpinan Tuhan tetapi Tuhan telah meninggalkannya dan tidak menjawabnya (ay. 6). Nabi Samuel, panutannya juga sudah meninggal dunia. Padahal, Saul adalah pribadi yang tidak percaya diri. Ia butuh orang yang memberinya arahan, apalagi ketika berada dalam situasi terancam oleh orang Filistin. Yang terpikir dalam kepalanya hanyalah Samuel. Lalu ia menempuh cara yang dilarang oleh firman Tuhan (Ul. 18:10-12), yaitu mendatangi pemanggil arwah untuk memanggilkan roh Samuel. Ironis sekali Saul melakukan itu karena sebelumnya ia sudah menyingkirkan para pemanggil arwah (ay. 3). Apa yang dulu dilarangnya, sekarang dilakukannya. Saul semakin jatuh ke titik terendah dalam hidupnya.
Saya bertanya-tanya, mengapa Tuhan meninggalkannya? Benarkah Tuhan meninggalkannya? Atau sebenarnya Saul yang lebih dulu meninggalkan Tuhan maka Dia pun meninggalkannya? Ketika sedang jaya-jayanya sebagai raja, Saul tidak taat perintah Tuhan (ay. 18). Alih-alih bertobat, ia ulangi lagi kebodohannya dengan memberi korban persembahan ketika Samuel yang ditunggu-tunggu tidak datang. Ketika berhadapan dengan Daud pun, ia menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Memang ia sepertinya pernah menyesal, tetapi tidak ada pertobatan nyata dalam hidupnya. Saul semakin menjauhkan diri dari Tuhan.

Hidup Saul mengajari kita tentang menghadapi masalah dengan tenang, bukan panik dan ceroboh. Semakin panik dan ceroboh, semakin runyam masalah kita. Hadapi masalah dengan datang kepada Tuhan Yesus dan mencari kehendak-Nya. Jika ada dosa atau kesalahan, bertobatlah, bukannya semakin jatuh ke dalam dosa dengan melakukan lagi perbuatan bodoh dan ceroboh. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah “tega” meninggalkan kita jika kita sungguh-sungguh mencari-Nya (Yes. 59:1-2).

Refleksi Diri:
Apa respons Anda selama ini ketika dihimpit masalah?
Bagaimana Yesaya 59:1-2 menguatkan Anda?
"
Share:

Gemas Sama Daud

1 Samuel 26:1-12

Lagi kata Daud: “Demi TUHAN yang hidup, niscaya TUHAN akan membunuh dia: entah karena sampai ajalnya dan ia mati, entah karena ia pergi berperang dan hilang lenyap di sana. Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang yang diurapi TUHAN.”
- 1 Samuel 26:10-11a

Sekian jauh mengikuti kisah perseteruan Daud versus Saul, apakah Anda mendapat kesan Daud itu gemasin? 1 Samuel 26 mirip dengan 1 Samuel 24, bercerita tentang kesempatan Daud untuk membunuh Saul tetapi tidak dilakukannya. Sudah jelas-jelas kesempatan emas, eh, dibiarkan lewat. Apa sih maunya Daud? Dari pernyataan Daud di ayat emas, apakah Anda mendapat kesan Daud itu beriman pasif? Maksudnya, ia sedemikian beriman dan pasrah kepada Tuhan sampai tidak melakukan apa-apa dalam menghadapi Saul yang semakin menjadi-jadi.

Apakah benar Daud tidak berbuat apa-apa melawan Saul? Mari kita lihat ayat 12 (bdk. 1Sam. 24:5). Daud mengambil tombak dan kendi kepunyaan Saul. Tombak adalah senjata yang selalu ada bersama Saul, alat pertahanan diri dan simbol kuasanya. Bagi Daud lebih penting mengambil simbol kuasa Saul daripada mengambil nyawanya. Tindakan itu seharusnya mempermalukan Saul. Tanpa tombak, Saul tidak berdaya. Daud telah “mengalahkan” Saul tanpa perlu mencabut nyawanya. Jadi, Daud tidak diam ketika diperlakukan buruk oleh Saul. Ia tidak mau mengambil tindakan yang melebihi batas, yaitu membunuh orang yang diurapi Tuhan. Urusan mencabut nyawa, apalagi nyawa orang yang diurapi Tuhan, bukanlah wewenangnya. Ia mengakui kewenangan Tuhan dalam hal itu (ay. 10). Kalau Tuhan berkehendak, Dia pasti sanggup melakukannya. Tak ada manusia yang bisa melawan. Apakah Anda tidak bertanya-tanya apa maksud penulis mengatakan “karena TUHAN membuat mereka tidur nyenyak”? (ay. 12). Itu jelas menyatakan kedaulatan Tuhan dalam bertindak, dalam hal ini Dia membela Daud dengan membuat Saul dan pasukannya tertidur nyenyak.
Kisah ini mengajari kita tentang pentingnya percaya dan taat pada kehendak dan kekuasaan Tuhan dalam segala hal. Jika Tuhan berkehendak, Dia pasti berkuasa melaksanakannya. Bukan berarti kita berdiam diri dan pasrah begitu saja. Kita tetap berusaha dengan kesadaran akan keterbatasan kita dan ketidakterbatasan Tuhan. Kedauatan milik Tuhan, bukan milik kita. Percayalah, jika Tuhan Yesus berkehendak, semua akan terjadi pada waktu-Nya.

Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah mengalami dorongan untuk bertindak sendiri tanpa memercayakan diri pada kehendak atau kedaulatan Tuhan?
Apa yang Anda pelajari dari teladan Daud dalam menghadapi Saul?
"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.