Persiapan Hati dan Pikiran
Bukan Sekadar Perintah
Akan Tiba Saatnya
Markus 13:24-31
Hari yang paling dinantikan oleh seluruh orang percaya adalah hari kedatangan kembali Kristus. Secara samar-samar, Yesus memberikan gambaran tentang kedatangan-Nya itu.
Kedatangan Anak Manusia ditandai dengan fenomena angkasa di mana benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang menjadi gelap dan tidak bercahaya seakan-akan kehilangan kekuasaannya (24-25). Gambaran ini mirip dengan apa yang digambarkan oleh Nabi Yesaya (lih. Yes 13:10). Pada saat itulah, Anak Manusia akan datang dengan segala kemuliaan-Nya untuk mengumpulkan semua orang pilihan-Nya dari seluruh bumi (26-27).
Sebagaimana perumpamaan tentang pohon ara yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya, Ia menjelaskan bahwa waktu kedatangan Anak Manusia sudah dekat (28-29). Tak seorang pun tahu persis kapan waktunya akan tiba. Jadi, yang pasti bukan waktunya, melainkan apa yang telah difirmankan Yesus (30-31).
Apa yang Ia sampaikan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan memberikan kepastian bahwa Anak Manusia benar-benar akan datang menjemput orang-orang percaya. Meski kita tidak tahu kapan waktunya akan tiba, tanda-tanda jelas menunjukkan bahwa waktunya makin dekat. Oleh karena itu, sebagai orang percaya kita harus waspada.
Allah ingin kita berfokus bukan pada kapan kedatangan-Nya tiba, melainkan pada apa yang difirmankan-Nya. Kebenaran akan datangnya Anak Manusia dalam kekuasaan dan kemuliaan-Nya seharusnya membuat hidup kita makin bergantung kepada Allah, memaksimalkan hidup kita untuk melakukan firman Allah, dan menjaga kualitas hidup kita sebagai anak-anak Allah.
Waspadalah! Jangan lengah, apalagi menyerah. Teruslah berjuang untuk hidup setia dalam menghidupi janji dan kebenaran Allah. Ingatlah, kebenaran dan janji-Nya di dalam Tuhan Yesus Kristus akan membuat perjuangan iman kita tidak akan pernah sia-sia.
Percayalah! Akan tiba saatnya, Yesus akan menjemput kita bersama semua orang percaya untuk menikmati persekutuan yang indah dengan Allah. [MAR]
Optimisme Semu
Markus 13:14-23
Yesus melanjutkan pengajaran tentang akhir zaman. Ia menggambarkan penderitaan yang tak dapat dilawan. Ada kalanya, mundur bisa menjadi pilihan yang bijak.
Ucapan-Nya bagai teka-teki. Penafsir mencocokkan gambaran ini dengan pengepungan Yerusalem oleh tentara Romawi. Saat hal itu terjadi, ukurlah kemampuan. Jika tak sebanding dengan tantangan yang ada, larilah (14).
Namun, beberapa hal bisa memperlambat upaya melarikan diri. Pertama, harta benda yang tak lebih penting daripada nyawa. Barang yang tak perlu hanya akan mengulur waktu (15). Kedua, anggota keluarga yang rentan dan mudah menjadi korban, yaitu perempuan dengan anak menyusu, perempuan mengandung, dan orang lansia (17). Ketiga, cuaca ekstrem yang menyulitkan perjalanan (18).
Namun, ada pula hal yang mendukung upaya dalam menghadapi penderitaan. Pertama, Allahlah yang mengukur kemampuan manusia. Ia tahu seberapa besar kekuatan yang dimiliki manusia untuk menanggungnya, dan berapa lama ia sanggup memikulnya.
Berikutnya, kemampuan membedakan Mesias dan nabi yang asli dari yang palsu. Tolok ukurnya adalah apa yang mereka sampaikan. Yang palsu menyampaikan apa yang ingin didengar orang saja. Mereka membangun optimisme, tetapi jauh dari realita. Sebaliknya, yang disampaikan Mesias terasa pahit dan menyakitkan, tetapi itulah kebenaran.
Ada kalanya karya apokaliptik mengangkat peristiwa sejarah yang diramu menjadi seperti nubuat. Ini artinya yang perlu diartikan bukanlah apa peristiwanya, melainkan apa yang kita pelajari dari peristiwa tersebut. Hidup banyak tantangannya. Ukurlah dan pilihlah tantangan yang sesuai. Jangan membuang tenaga demi melawan tantangan yang tak bisa dimenangkan.
Pelajarilah apa saja yang memberatkan, memperlambat, atau melemahkan kita; mana yang perlu dilepaskan dan mana yang patut dipertahankan. Percayalah, Tuhan tahu batas kemampuan kita. Dengarkanlah masukan dari orang-orang yang sungguh-sungguh peduli terhadap kebaikan dan kemajuan kita. [WTH]
Akhir dan Permulaan
Markus 13:3-13
Yesus bernubuat tentang kehancuran Bait Suci. Empat murid terdekat-Nya mengajukan dua pertanyaan: Pertama, kapan akan terjadi? Kedua, apa tandanya? Bait Suci adalah pusat kehidupan religius umat Yahudi. Hancurnya Bait Suci selalu dikaitkan dengan akhir zaman.
Yesus tidak menjawab pertanyaan itu karena hanya Bapa yang mengetahuinya (lih. Mrk 13:32). Yesus justru mengarahkan perhatian mereka kepada apa yang harus mereka lakukan, yaitu waspada (5).
Kata ini mengandung makna melihat dan berpikir kritis. Kita diminta untuk mengolah semua informasi yang diterima indra dengan pikiran jernih. Dengan begitu, kita tak mudah tertipu atau disesatkan (6).
Yesus menyebutkan peperangan, bencana alam, wabah, penganiayaan karena iman, serta kejahatan oleh orang-orang terdekat dan yang dipercaya (7-9, 12-13). Semua itu sering kali dikira sebagai tibanya akhir zaman atau tanda bahwa akhir zaman sudah dekat. Namun, ternyata itu salah. Perikop ini termasuk tulisan apokaliptik. Maksud dari tulisan ini adalah menerangkan mengapa kejahatan berkuasa, memberitakan Mesias yang segera datang, dan menyatakan kedatangan-Nya yang menandakan lahirnya era baru. Karena itu, ketika kita mendengar, melihat, atau mengalami semua itu, kita tidak perlu tertekan, apalagi menerka pikiran Allah soal kesudahan waktu.
Penderitaan itu justru adalah permulaan zaman (8b). Inilah masa transisi menuju ke era baru. Seperti penderitaan ibu yang bersalin, meskipun sakit, rasa sakit itu menuju ke kegembiraan yang besar.
Penderitaan bukan terjadi tanpa makna, bukan pula tanda bahwa kejahatan tak terkendali lagi. Kita bukan korban yang tak berdaya dan pasrah di bawah penderitaan. Justru penderitaan dapat menjadi peluang bagi kita untuk memberitakan Injil dan menunjukkan kualitas iman.
Bagaimana mutu kita sebagai murid Kristus ketika ditipu dan dicurangi, mengalami kegagalan, melakukan kesalahan, atau terkena musibah? Ingat, penderitaan bukanlah akhirnya, melainkan Kerajaan Allah. [WTH]











