Merespons Teguran dengan Benar
Pernikahan yang Dikehendaki Allah
Kejadian 2:8-25
Pernikahan bukan hanya sekedar ikatan komitmen, tetapi merupakan bagian dari inisiatif Allah sejak awal penciptaan manusia.
Allah melihat bahwa Adam membutuhkan seorang penolong yang sesuai untuknya (18). Allah melihat kebutuhan Adam setelah ia berinteraksi dengan semua ciptaan yang Allah bawa kepadanya (19-20). Oleh karena itu, Allah menciptakan seorang wanita yang sepadan dengan Adam, yang diberi nama Hawa.
Allah menciptakan wanita dari Adam, menjadikannya berbeda dari ciptaan lain (21-22). Mereka sesungguhnya adalah satu kesatuan. Ada aspek dari Adam yang hanya dapat ditemukan dalam Hawa, sehingga mereka menjadi satu dalam kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Alkitab mengatakan bahwa keduanya berdua telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu (25). Ini menunjukkan keterbukaan dan kejujuran di antara mereka, tanpa rasa malu atau perlu menyembunyikan apapun. Mereka saling menerima dan mengasihi apa adanya.
Hal ini mencerminkan pernikahan Kristen yang ideal. Ketika seorang pria dan wanita bersatu dalam pernikahan yang kudus, mereka menjadi satu. Kesatuan ini tidak hanya fisik, tetapi juga rohani. Mereka menerima satu sama lain dengan segala kelebihan dan kekurangan.
Namun, setelah jatuh ke dalam dosa, pernikahan seringkali kehilangan esensinya. Keterbukaan menjadi sesuatu yang dihindari, mungkin karena takut ditolak atau dihakimi. Akibatnya, pasangan saling mencurigai, menyalahkan, dan bahkan membenci. Intimasi dan keutuhan hilang, serta kegembiraan yang seharusnya ada dalam pernikahan menghilang.
Pernikahan seperti apa yang Anda jalani atau akan Anda jalani? Mari kita kembali ke esensi pernikahan yang dikehendaki Allah. Belajarlah untuk terbuka, menerima, dan membangun satu sama lain, sehingga pernikahan yang Anda bangun dapat memuliakan Tuhan dan membawa sukacita ilahi bagi semua yang melihatnya.
Kacamata Iman
Kejadian 1:1-2:7
Kitab Kejadian dengan jelas menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Tidak ada yang ada dan berbentuk jika bukan Allah yang menciptakannya.
Allah melakukan pekerjaan yang luar biasa yang melebihi pemikiran manusia. Sebagai contoh, bagaimana kita bisa menjelaskan keberadaan samudera kosmos dan Roh Allah yang melayang-layang di atas permukaan air, jika lautan dan atmosfer diciptakan pada hari kedua dan ketiga? (1:2, 6-10). Atau, bagaimana kita bisa menjelaskan terang pada hari pertama jika benda penerang diciptakan pada hari keempat (1:3, 14-16).
Meskipun manusia terus mencari penjelasan dan mengajukan berbagai teori tentang asal-usul alam semesta, belum ada teori yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan sepenuhnya.
Kitab Kejadian bukanlah buku sains, tetapi apa yang ditulis di dalamnya mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Allah menciptakan manusia dengan akal budi, memberikan kekuasaan atas ciptaan lain, dan tugas untuk merawat bumi (1:26, 28; 2:5). Ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan juga berasal dari Allah. Oleh karena itu, dalam memahami asal-usul dunia dan isinya, kita tidak hanya bergantung pada akal manusia, tetapi juga memerlukan perspektif iman.
Misteri-misteri dalam penciptaan alam mengingatkan kita tentang pentingnya iman dalam hidup. Iman melampaui pengetahuan empiris. Apa yang kita lihat mungkin tidak lengkap atau benar karena keterbatasan penglihatan kita.
Demikian pula, dalam banyak peristiwa hidup yang penuh misteri, jika kita hanya mengandalkan akal budi kita, kita tidak akan pernah puas. Sebaliknya, iman akan membantu kita melihat bahwa Tuhan hadir, bekerja, dan merawat kita.
Mari kita terus memandang kehidupan dengan kacamata iman, dan percayakan hidup kita kepada Tuhan, Pencipta yang berdaulat.
Kemenangan di dalam Tuhan
Mazmur 20
Dalam mazmur ini, Daud mengungkapkan imannya bahwa hanya Tuhan yang dapat menyelamatkannya dari musuh dan kesulitan.
Daud yakin bahwa Tuhan dapat menyelamatkan Israel dari kesulitan, melindungi mereka, memberikan bantuan yang diperlukan, dan memberikan kemenangan (2-3). Oleh karena itu, Daud menyarankan agar umat Tuhan tidak bergantung pada kekuatan militer seperti kereta dan kuda yang digunakan oleh bangsa lain. Mereka yang bergantung pada kekuatan manusia tidak akan dapat mengalahkan kekuatan Tuhan. Kemenangan hanya akan diberikan kepada mereka yang diperkenan Tuhan (7-9).
Di akhir mazmur, Daud kembali memohon kemenangan kepada Tuhan (10). Ini menunjukkan bahwa peperangan belum dimulai dan kemenangan belum diraih. Namun, Daud berkomitmen untuk bergantung sepenuhnya pada Tuhan dan mengajak Israel untuk melakukan hal yang sama.
Hari ini, kita mungkin tidak menghadapi perang fisik seperti yang dihadapi Israel pada masa Daud. Namun, kita sering kali mengalami pergumulan dalam kehidupan yang menekan kita seperti perang. Dalam situasi seperti itu, apakah kita akan bergantung pada kekuatan dan keahlian kita? Atau apakah kita akan mencari pertolongan dari orang lain? Atau, apakah kita akan berseru kepada Tuhan seperti Daud?
Berusaha sebaik mungkin dan meminta bantuan orang lain adalah hal yang baik. Namun, kita sebaiknya tidak menggantungkan harapan kita pada manusia. Sebaiknya, kita serahkan diri dan situasi kita sepenuhnya kepada Tuhan. Dia akan bekerja, memberikan hikmat, dan menyediakan pertolongan yang kita butuhkan.
Meskipun saat ini kemenangan belum terlihat, kita tidak boleh berhenti berdoa dan berharap kepada Tuhan. Karena kemenangan sejati dalam pergumulan hidup kita hanya dapat ditemukan di dalam Tuhan.
Mencintai Firman-Mu
Mazmur 19
Mazmur ini dibuat oleh Daud saat ia merenungkan keajaiban karya Tuhan, baik melalui ciptaan-Nya (wahyu umum) maupun melalui firman-Nya (wahyu khusus).
Daud menyatakan bahwa meskipun langit tidak berbicara, keindahannya menyampaikan kemuliaan Tuhan (2-5a). Demikian pula matahari yang selalu naik dan terbenam pada waktu dan tempat yang tepat (5b-7).
Kemuliaan Tuhan juga tercermin dalam firman-Nya, yaitu Alkitab. Firman Tuhan adalah sempurna, teguh, benar, murni, suci, kekal, dan adil (8-10). Daud menggunakan berbagai istilah seperti Taurat, peraturan, titah, perintah, dan hukum untuk menunjukkan nilai dan kepentingan firman tersebut.
Daud menyadari bahwa tanpa firman Tuhan, ia akan tersesat. Hanya firman Tuhan yang memberikan hikmat dan peringatan saat hidupnya menyimpang (8, 12). Ketika orang jahat berusaha mempengaruhinya untuk berbuat dosa, firman Tuhan menguatkan dan meneguhkannya agar tetap hidup dalam kekudusan (14). Daud percaya bahwa mereka yang berpegang pada firman Tuhan dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya akan mendapatkan upah besar.
Upah yang dimaksud bukanlah kekayaan atau kebebasan dari kesulitan. Upah besar adalah menjadi orang yang diperkenan dan dikasihi oleh Allah. Orang yang benar-benar mencintai Tuhan dan firman-Nya, taat kepada-Nya, dan mengutamakan-Nya dalam segala situasi akan menjadi sahabat Allah.
Bagaimana dengan kita sekarang? Seberapa besar cinta kita kepada Tuhan dan firman-Nya? Seberapa keras kita berusaha untuk taat kepada firman-Nya di tengah keterbatasan dan kesulitan yang kita hadapi? Sudahkah kita menjadi sahabat Allah?
Semoga kita semua ditemukan oleh Allah sebagai anak-anak yang mencintai firman-Nya.











