Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Firman Tuhan : " Masih Polos "

 

Imamat 12

Banyak orang berpikir bahwa bayi yang baru lahir masih polos, belum mengenal dosa, dan tidak memiliki kesalahan apa pun. Namun, jika kita melihat kebenaran Alkitab, benarkah demikian?

Dalam bacaan hari ini, seorang perempuan yang melahirkan anak laki-laki dianggap najis selama tujuh hari. Pada hari kedelapan, anak tersebut harus disunat, dan sang ibu masih harus menunggu 33 hari untuk proses pentahirannya (2-4). Jika yang lahir adalah anak perempuan, masa kenajisannya berlangsung lebih lama, yaitu dua minggu, diikuti dengan 66 hari masa penahiran (5).

Peraturan ini menunjukkan bahwa kelahiran bukan hanya sekadar peristiwa alami, tetapi juga memiliki makna rohani. Menariknya, bayi yang baru lahir pun masih harus melalui proses yang berkaitan dengan penahiran. Jika bayi benar-benar tidak berdosa, mengapa dalam hukum Taurat ada aturan seperti ini?

Mazmur 51:7 berkata, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku dilahirkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." Ayat ini menunjukkan bahwa dosa bukan hanya soal tindakan, tetapi juga sesuatu yang melekat pada natur manusia sejak lahir. Dengan kata lain, setiap manusia, tanpa terkecuali, telah membawa warisan dosa sejak dalam kandungan.

Oleh karena itu, dalam Perjanjian Lama, baik anak laki-laki maupun perempuan harus dibawakan kurban penghapus dosa di hadapan Tuhan (6-8). Namun, dalam Perjanjian Baru, kita tidak perlu lagi memberikan kurban seperti itu. Yesus Kristus telah datang sebagai kurban yang sempurna, yang dengan darah-Nya menebus dan menyucikan kita dari segala dosa.

Karena itu, berapa pun usia kita sekarang, kita tetap membutuhkan kasih karunia Tuhan. Marilah kita datang kepada-Nya dengan hati yang rendah dan menyerahkan diri sepenuhnya, agar hidup kita dikuduskan oleh-Nya.

Share:

Kuliner: Antara Selera dan Kekudusan

Imamat 11

Di zaman sekarang, siapa yang tidak menyukai kuliner? Banyak orang dengan sengaja meluangkan waktu untuk menjelajahi berbagai jenis makanan, mencoba cita rasa baru yang belum pernah mereka nikmati sebelumnya. Kini, kita bisa mencicipi berbagai masakan dengan bebas. Namun, pernahkah kita berpikir tentang apakah makanan yang kita makan itu tahir atau najis?

Ketika membaca perikop dalam Imamat 11, kita mungkin bertanya-tanya: Apakah aturan ini membatasi kita dalam memilih makanan? Haruskah kita benar-benar memilah mana yang tahir dan mana yang najis sebelum makan? Haruskah kita hanya mengonsumsi hewan yang berkuku belah, kukunya bersela panjang, dan memamah biak (2-3), serta menghindari yang hanya memenuhi satu dari kriteria tersebut seperti unta, pelanduk, kelinci, dan babi (4-8)? Ataukah kita baru boleh makan hewan laut jika memiliki sirip dan sisik (9)?

Aturan ini mungkin terdengar kaku dan membatasi selera makan. Namun, dalam Perjanjian Lama, hukum Taurat diberikan untuk menjaga kekudusan umat Allah, bukan semata-mata demi kesehatan jasmani. Bagaimana dengan kita yang hidup dalam zaman anugerah di Perjanjian Baru? Apakah peraturan ini masih berlaku?

Firman Tuhan dalam 1 Timotius 4:4-5 mengingatkan kita bahwa "semua yang diciptakan Allah itu baik dan tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, karena semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa." Artinya, yang terpenting bukan sekadar jenis makanannya, tetapi bagaimana sikap hati kita saat menerimanya.

Sebagai orang percaya, kita harus memiliki pengendalian diri dalam segala hal, termasuk dalam hal makanan. Jika kita makan dengan sembarangan dan tanpa kendali, itu bisa berdampak buruk pada kesehatan maupun kerohanian kita. Sebaliknya, dengan bijaksana menjaga pola makan yang sehat, kita bisa memuliakan Tuhan melalui tubuh yang diberikan-Nya kepada kita.

Jadi, daripada berdebat tentang makanan tahir atau najis, lebih baik kita fokus pada bagaimana kita dapat memuliakan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk dalam cara kita makan dan menjalani hidup sehari-hari.

Share:

Pengalaman Adalah Guru yang Baik


Imamat 10:8-20

Pengalaman buruk dapat mematahkan semangat, bahkan kegagalan pahit dalam pelayanan dapat membuat seseorang berkata,
"Bagaimana mungkin kami mendamaikan umat dengan Tuhan, sedangkan kami sendiri belum berdamai dengan Tuhan?"

Hal ini tercermin dalam kisah ketika Musa menegur Eleazar dan Itamar karena tidak memakan daging kurban penghapus dosa di tempat yang kudus (Imamat 10:16-18). Bukannya menegur, Harun justru berusaha menenangkan Musa. Dengan beratnya beban kehilangan dua anaknya, Nadab dan Abihu, ia merasa bahwa dirinya dan anak-anaknya belum layak menjalankan tugas keimaman (Im. 10:19).

Pengalaman traumatis seperti itu, ditambah dengan kekecewaan diri dan ketakutan akan kesalahan yang sama, sering kali membuat anak-anak Tuhan kehilangan harapan. Banyak yang mundur dari ibadah maupun pelayanan karena merasa tidak mampu atau tidak layak.

Namun, kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya pengendalian diri, khususnya dalam hal pikiran dan hati. Kita harus menyadari bahwa meskipun kita manusia yang terbatas, Tuhan amat mengasihi dan memulihkan kita. Alih-alih membiarkan kegagalan menjauhkan kita dari-Nya, jadikanlah setiap pengalaman pahit sebagai pelajaran untuk lebih mengenal kehendak Tuhan dan semakin bergantung pada kebaikan-Nya.

Jika Tuhan yang telah memilih kita, Dia pasti akan menunjukkan kasih dan pemeliharaan-Nya. Rasa bersalah dan kekecewaan hendaknya mendorong kita untuk lebih introspeksi, mengambil waktu jeda untuk beristirahat dan memiliki waktu teduh bersama Tuhan, bukan untuk berhenti melangkah. Jangan biarkan perasaan gagal menghentikan tekad kita dalam melayani Tuhan. Tetaplah berkomitmen dan teruslah mendekat kepada-Nya, agar kita selalu dipulihkan dan dimampukan untuk melanjutkan pelayanan.

Share:

Firman Tuhan : " Sekejam Itukah TUHAN ? "

 

📖 Imamat 10:1-3

Ketika membaca kisah Nadab dan Abihu, kita mungkin bertanya-tanya: Mengapa Tuhan begitu keras terhadap mereka? Bukankah mereka hanya membawa api untuk mempersembahkan korban?

Namun, jika kita memahami lebih dalam, kita akan mengerti bahwa peristiwa ini bukan hanya tentang api—ini tentang ketaatan, hormat, dan kekudusan Tuhan.

Kesalahan Nadab dan Abihu

  1. Mereka Membawa "Api Lain"

    • Tuhan sendiri telah menyalakan api kudus di atas mezbah (Im. 9:24).
    • Nadab dan Abihu malah membawa api dari sumber lain, yang tidak diperintahkan Tuhan (Im. 10:1).
    • Ini menunjukkan ketidaktaatan dan sikap seolah-olah mereka bisa menentukan cara beribadah sendiri.
  2. Mereka Mengabaikan Kekudusan Tuhan

    • Sebagai imam, mereka seharusnya lebih peka dan taat terhadap perintah Tuhan.
    • Mereka mungkin merasa karena mereka anak Harun, mereka bisa melakukan tugas keimaman dengan cara mereka sendiri.
    • Namun, Tuhan ingin ketaatan penuh, bukan sekadar ritual kosong.
  3. Akibat dari Ketidakhormatan

    • Tuhan tidak mentoleransi sikap sembrono terhadap kekudusan-Nya.
    • Akibatnya, api Tuhan sendiri melahap mereka.

Pelajaran bagi Kita

  • Jangan Sembarangan dalam Beribadah
    Apakah kita sering kali datang ke hadirat Tuhan dengan sikap yang asal-asalan?

    • Kita menyanyi, tetapi hati kita tidak sungguh-sungguh menyembah.
    • Kita berdoa, tetapi hanya sebagai rutinitas.
    • Kita melayani, tetapi hanya untuk dilihat orang.
  • Taatlah dengan Penuh Hormat

    • Tuhan tidak menghendaki "api lain" dalam hidup kita.
    • Kita dipanggil untuk hidup dalam ketaatan, bukan sekadar menjalankan ritual agama.
  • Kekudusan Itu Serius

    • Tuhan tidak berubah dari dulu sampai sekarang.
    • Jika di Perjanjian Lama kekudusan itu sangat ditekankan, di Perjanjian Baru kita juga dipanggil untuk hidup kudus dalam Yesus Kristus.

Refleksi Pribadi

✔ Apakah aku sudah menghormati Tuhan dalam setiap aspek hidupku?
✔ Apakah aku melayani Tuhan dengan hati yang benar, atau hanya karena kebiasaan?
✔ Apakah aku sering kali membawa "api lain" dalam bentuk sikap yang tidak taat?

🔥 Doa 🔥

_Tuhan, aku menyadari bahwa Engkau adalah Allah yang kudus dan layak dihormati. Ampuni aku jika aku telah beribadah atau melayani dengan asal-asalan.

Bentuklah hatiku agar selalu hidup dalam ketaatan kepada-Mu, dan biarlah setiap hal yang kulakukan memuliakan nama-Mu.

Dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin._

Semoga renungan ini memberkati dan mengingatkan kita untuk selalu menghormati dan menaati Tuhan dalam segala hal. 🙏🔥

Share:

Pujian Ibadah 16 Maret 2025

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.