Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Tanda Yunus

Matius 12:38-41; Yunus 2:1-10.

Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN.

-Yunus 2:9
Pembahasan tentang kisah Nabi Yunus tidak mungkin terlepas dari apa yang dikatakan oleh
 Tuhan Yesus kepada ahli Taurat dan orang Farisi di Matius 12. Yesus mengatakan bahwa para ahli Taurat dan orang Farisi akan diberikan tanda Yunus untuk membuktikan bahwa Yesus itu Kristus, Sang Mesias. Apa maksud Yesus dengan mengatakan tanda Yunus?
Pada saat itu, T uhan Yesus tidak memberikan tanda apa pun karena sebelum mereka meminta, Dia sudah menunjukkan berbagai tanda dan mukjizat yang membuktikan Diri-Nya adalah Mesias. Permintaan tanda dari ahli Taurat dan orang Farisi hanyalah sebuah usaha untuk mencobai Yesus, bukan untuk percaya kepada-Nya. Yesus memberikan tanda yang sudah ada sejak Perjanjian Lama, yaitu tanda Yunus yang ditelan perut ikan selama tiga hari dan kemudian memberitakan kabar yang membawa keselamatan bagi orang Niniwe. 
Yesus menjanjikan sebuah tanda bahwa Mesias juga akan bangkit setelah tiga hari di dalam kubur yang membuktikan bahwa Diri-Nya adalah Mesias dari Allah dan barangsiapa percaya kepada-Nya akan selamat.
Kisah Yunus di dalam perut ikan menyatakan dengan jelas bahwa keselamatan hanya dari Tuhan. Yunus memberontak terhadap panggilan Tuhan dan berencana lari dari hadapan-Nya, tetapi Allah mencegat kapal yang ditumpanginya dengan angin besar. Yunus pun harus dilempar ke laut agar angin besar itu tenang. Ia mengalami pengalaman hampir mati di dalam laut hingga Tuhan menyelamatkan melalui ikan besar yang menelannya. Yunus akhirnya menyadari bahwa keselamatan dari Tuhan begitu absolut setelah tiga hari berada di perut ikan (ay. 6-9). Dan kesudahannya, Yunus menjadi alat Tuhan membawa keselamatan bagi orang Niniwe (Yun. 3:5).
Keselamatan bagi manusia yang berdosa juga tersedia di dalam Tuhan Yesus Kristus. 
Dosa merupakan pemberontakan kepada Tuhan. Upah dosa ialah maut, tetapi kasih karunia Allah ialah hidup kekal di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Rm. 6:23). Janganlah keraskan hati seperti ahli Taurat dan orang Farisi. Percayalah kepada Tuhan Yesus dan undang Dia masuk ke dalam hati sebagai Juruselamat Anda. Dan janganlah lupa jika Anda sudah percaya, beritakanlah kepada orang-orang di sekitar Anda yang belum percaya.

Refleksi Diri:

Apakah ada pikiran-pikiran yang membuat Anda kurang percaya terhadap T uhan Yesus yang menyelamatkan Anda dari maut?
Setelah Anda percaya dan menerima Yesus, siapa orang yang Anda rindu untuk beritakan kabar baik tentang keselamatan di dalam T uhan Yesus?
Share:

Layakkah Engkau Marah?

Tetapi firman TUHAN: “Layakkah engkau marah?”
- Yunus 4:4

Seorang bapak ketika melihat anaknya sembuh dari sakit berkata, “Puji Tuhan!” Seorang mahasiswa ketika lulus dari sidang skripsi juga bersorak, “Puji Tuhan!” Seorang karyawan yang mendapatkan promosi jabatan, spontan berujar, “Puji Tuhan!” Kita bisa dengan mudah bersyukur dan memuji Tuhan ketika mengalami yang baik atau harapan kita terwujud. Namun ketika yang dialami bertolak belakang dengan apa yang kita harapkan, bagaimana reaksi kita? Apakah kita masih memuji atau marah kepada Tuhan?
Yunus marah kepada Tuhan karena orang-orang jahat di kota Niniwe yang dibencinya, ketika mendengarkan khotbah pendek yang hanya satu kalimat (Yun. 3:4), mereka kemudian bertobat. Ia tidak suka dengan pertobatan mereka. Yunus seorang nabi lebih suka mereka dihukum bukan diselamatkan. Ia marah-marah ketika menyaksikan pertobatan massal itu terjadi. Tuhan lalu bertanya, “Layakkah engkau marah?” Yunus kembali marah kepada Tuhan ketika pohon jarak yang Tuhan tumbuhkan, Dia izinkan untuk layu kembali, Yunus marah karena tempat berteduhnya hilang, ia marah karena keadaannya tidak mengenakkan (ay. 6-9). Lalu Tuhan berkata lagi, “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Yunus marah untuk hal-hal yang sebetulnya dia tidak punya hak untuk marah.
Kadang kala tanpa disadari, kita berlaku tidak adil terhadap Tuhan. Kita sepertinya berhak untuk mendapatkan apa yang kita inginkan sehingga sering menempatkan diri sebagai Tuhan atas hidup. Ketika pemberian-pemberian dari Tuhan Dia izinkan hilang atau diambil-Nya, kita pun dengan mudah menyalahkan Tuhan. Apalagi dengan sesama, kita merasa sangat berhak untuk menghakimi orang lain.
Namun, kesabaran Tuhan begitu besar. Semua manusia seharusnya dihukum karena dosa, tidak ada seorang pun yang luput, padahal selayaknya Tuhan murka. Tetapi karena kasih karunia Tuhan, kita tidak dimurkai-Nya. Kemurkaan Tuhan yang seharusnya kita terima tidak terjadi, melainkan justru kasih-Nya yang besar melalui Tuhan Yesus Kristus yang kita dapatkan. Jika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan rencana kita dan kita marah-marah kepada Tuhan, ingatlah perkataan Tuhan, “Layakkah engkau marah?” Coba kita renungkan: apakah kita berhak untuk marah kepada Tuhan? Apakah Tuhan sudah melakukan kesalahan dalam hidup kita? Apakah Tuhan sudah berbuat jahat kepada kita?
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah/sedang marah kepada Tuhan atas masalah yang terjadi dalam hidup Anda?
Bagaimana seharusnya sikap Anda kepada Tuhan ketika hidup tidak sesuai dengan apa yang Anda harapkan?
Share:

Orang Hidup Punya Harapan

Pengkhotbah 9:1-10

Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
- Pengkhotbah 9:4

Jika meneliti lebih dalam kitab Pengkhotbah, kita akan menemukan hal menarik. Pembacaan sekilas kitab ini akan membawa kita pada kesimpulan bahwa nada kitab Pengkhotbah itu pesimis, ditandai dengan pengulangan kata “sia-sia” sampai 79 kali. Namun, sebenarnya Pengkhotbah tidak mengajarkan pesimisme. Di antara ayat-ayat yang berkesan pesimis justru kita menemukan ayat yang optimis seperti ayat di atas.

Pada ayat 1-3 perikop bacaan, Pengkhotbah mengatakan bahwa semua manusia pada dasarnya menuju tujuan yang sama, yaitu alam orang mati. Seolah-olah tak ada bedanya antara orang baik dan orang jahat. Sampai di sini kita masih melihat nada pesimis. Akan tetapi, Pengkhotbah 9:4 menandai awal perspektif yang berbeda. Ia menekankan keberhargaan kehidupan dibandingkan kematian. Bahwa hidup, sekalipun dalam keadaan menderita atau dianggap hina (seperti anjing), masih lebih baik daripada kematian. Sekadar catatan, pada masa kitab Pengkhotbah ditulis, ajaran tentang kehidupan setelah kematian belum sejelas pada masa Perjanjian Baru sehingga mereka menganggap kematian sebagai akhir segala kehidupan (bdk. Pkh 9:5).
Seseorang disebut hidup jika ia mempunyai harapan. Harapan akan sesuatu yang lebih baik, harapan menjalani hidup yang bermakna, harapan melakukan sesuatu bagi kemuliaan Allah sebelum menghadap takhta pengadilan-Nya (Pkh. 12:14). Seorang yang berpengharapan tidak akan berdiam diri. Ia akan berusaha sebaik-baiknya menjalani kehidupan ini (Pkh. 9:10). Selaras dengan yang dikatakan Rasul Paulus, “Pergunakanlah waktu yang ada (dengan sebaik-baiknya—tambahan penulis), karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef. 5:16).
Harapan juga membuat perbedaan ketika seseorang menghadapi tantangan kehidupan. Selama seseorang masih punya harapan, ia akan sanggup menjalani kehidupan, betapa pun beratnya. Dengan demikian, pengkhotbah ingin menyampaikan pesan, “Jangan menyerah, jangan berputus asa. Meskipun hidup ini sia-sia, tidak berarti tidak ada harapan dalam hidup. Hidup adalah berkat yang Tuhan berikan pada manusia. Kehidupan itu lebih baik daripada kematian. Karena itu, selama masih hidup, jadikanlah hidupmu berarti.”

Refleksi Diri:
Mengapa harapan sangat penting bagi hidup kita?
Bagaimana menyatakan sikap hidup berpengharapan di dalam hidup sehari-hari Anda?
Share:

Haus Akan Tuhan

Mazmur 42:1-12

Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?
- Mazmur 42:3

Pendeta dan penulis Amerika, A.W. Tozer berpendapat, “Salah satu musuh terbesar orang Kristen adalah cepat puas diri secara rohani. Kekristenan telah jatuh dalam keadaannya yang rendah sekarang ini karena kurangnya hasrat akan Allah. Di antara mereka yang mengaku sebagai orang Kristen sangat jarang memperlihatkan rasa haus yang bergairah akan Tuhan.” Fenomena riil saat ini memperlihatkan bahwa tidak banyak orang yang mau membayar harga dan berkorban untuk mengejar pengenalan akan Allah. Umumnya, kita lebih berani berkorban demi mencapai kesuksesan jasmaniah dibandingkan rohaniah, bukan?
Rasa haus dan lapar merupakan tanggapan tubuh sebagai tanda bahwa tubuh kita masih hidup. Demikian juga dalam hal kerohanian. Salah satu indikator kerohanian kita masih hidup dan sehat adalah adanya rasa haus dan lapar akan Tuhan. Berhenti haus dan lapar akan Allah berarti kita sedang mati secara rohani.
Ayat di atas mencerminkan kehidupan rohani Pemazmur. Ia menganalogikan orang percaya dengan rusa yang haus akan air, yang selalu mencari pemuasan dan kepuasan di dalam Tuhan saja. Karena harta kekayaan, kesenangan, hobi, maupun makanan, tak satu pun dapat memuaskan dahaga jiwa kita. Hanya di dalam Tuhan Yesus, kita menemukan kepuasan sejati. Yesus mengundang kita datang kepada-Nya, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh. 6:35). Kristus adalah makanan yang memelihara kehidupan kerohanian sehingga kita yang percaya kepada-Nya pasti mengalami kepuasan jiwa.
Jangan biarkan perkara duniawi menghambat dan mengurangi kerinduan jiwa kita akan Tuhan. Tidaklah salah menikmati berkat-berkat Tuhan, tapi jangan sampai kita terikat padanya. Itu bukan tujuan hidup, tapi sarana hidup. Ingatlah, tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Dia selamanya. Karena itu, waspadalah terhadap ketamakan, usaha mengejar kesenangan dan kenikmatan dunia yang menghalangi kecintaan kita kepada Tuhan. Berdoalah agar keinginan akan hadirat Tuhan diperkuat, kasih kita akan Tuhan makin bertambah, dan hasrat untuk membaca Alkitab makin bertambah. Kerinduan akan relasi dengan Tuhan melalui doa makin intensif dan komitmen melayani Tuhan makin bertumbuh.
Refleksi Diri:
Kapan terakhir kali Anda memiliki rasa haus dan lapar akan Tuhan? Apa yang menghalangi rasa haus Anda akan Tuhan saat ini?
Apa yang Anda akan lakukan untuk menumbuhkan atau membangkitkan kembali rasa lapar dan haus akan Tuhan?
Share:

Tenang dan Percaya

Nats: Yesaya 30:15, 
Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: “Dengan nyaman dan diam kamu akan diselamatkan dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Tapi kamu enggan”

Bagi orang yang tidak bisa berenang, tercebur ke kolam yang dalam adalah pengalaman yang menakutkan. Orang itu tentu membutuhkan pertolongan. Namun, supaya bisa ditolong dia harus tenang, mendengarkan, dan menurut petunjuk penolongnya. Kepanikan hanya akan menambah bahaya baginya.
Yehuda sedang panik. Di tengah krisis, mereka sibuk mencari bantuan dengan caranya sendiri. Mereka memutuskan untuk melindungi bangsa lain yang menurut mereka lebih kuat daripada bangsa penyerang.
Mereka mencari perlindungan kepada Mesir dan melupakan Allah (2). Padahal, Allah menginginkan agar mereka tetap tenang dan percaya kepada-Nya. Firman Allah yang datang kepada mereka mengingatkan bahwa berharap kepada Mesir dan kekuatan perangnya hanya akan membuat mereka malu, sebab Mesir tidak akan berdaya menghadapi Asyur (3, 7). Allah menyebut mereka sebagai anak-anak pemberontak, sebab sekalipun mereka adalah anak-Nya tetapi mereka tidak mau mendengarkan suara-Nya yang datang melalui nabi-Nya. Justru mereka membungkam dan mengusir nabi itu (10-11). Saat Allah meminta mereka tinggal tenang dan berharap kepada-Nya, Yehuda justru sibuk dengan kepanikannya.
            Kita pasti pernah mengalami peristiwa yang berat dalam hidup ini. Pada saat seperti itu, kita punya dua pilihan.
Pertama, kita bereaksi terhadap kepanikan dan berpikir pendek mengenai penyelesaian masalah sesegera mungkin.

Kedua, kita merespons dengan berhenti sejenak untuk menenangkan diri, berdoa memohon pertolongan Allah dan hikmat-Nya.
            Cara pertama akan mendorong kita untuk mengambil pilihan yang tidak cermat bahkan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Cara kedua akan memberi kesempatan kepada Allah untuk bekerja menolong dan membuat kita berpikir jernih.
Jadi dengan pilihan yang ada itu, memilih tetap tenang dan percaya serta mengikuti kehendak Allah adalah pilihan yang terbaik. Akankah Anda memilihnya?
Hanya kepada Tuhanlah, Israel seharusnya berharap. Kesetiaan dan kemahakuasaanNya telah terbukti  benar-benar berdaulat sebab itu jangan lupakan Tuhan. 
Saudara-saudara percayalah dan arahkanlah hati kita pada pimpinan Tuhan, itulah harapan satu-satunya yang takkan pernah luntur tetapi membuahkan kedamaian, selanjutnya yakinilah bahwa kita akan melihat bagaimana Allah akan bertindak mengatasi setiap masalah dalam kehidupan kita.
Tuhan Yesus nemberkati…
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.