Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Jatuh Mati karena Khotbah Panjang

Mendengar cerita tentang seseorang yang tertidur dan mati akibat khotbah panjang dari Paulus mungkin terdengar seperti humor yang menghibur bagi para pengkhotbah (7-12). Tak mengapa jika ada yang tertidur saat mendengar khotbah, karena hal ini pun terjadi pada Paulus. Eutikhus, seorang pemuda, benar-benar tak mampu menahan kantuknya, lalu jatuh dari lantai tiga dan meninggal (9). Tindakan Paulus yang merebahkan tubuhnya di atas Eutikhus untuk menyembuhkannya mengingatkan kita pada penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Elia (bdk. 1Raj. 17:21).

Kisah ini memberi gambaran tentang pertemuan gereja mula-mula. Pertemuan pada Minggu malam biasanya diadakan di rumah-rumah jemaat dan berlangsung hingga larut malam, sering kali diiringi diskusi dan perjamuan. Suasana yang tercipta adalah kehangatan, persahabatan, humor, dan bahkan mukjizat penyembuhan.

Pertanyaan yang menarik saat ini adalah: apakah gereja masih memiliki daya tarik bagi generasi muda? Dengan segala keterbatasan sumber daya yang mungkin dimiliki gereja mula-mula, mereka tetap mampu membangun komunitas yang dinamis, mengadakan pertemuan di rumah-rumah dengan Paulus atau tokoh-tokoh lain sebagai pengajar. Mereka menjadi pusat kehidupan yang nyata bagi gereja awal.

Di zaman modern, banyak upaya dilakukan untuk membangun komunitas di "ruang ketiga" seperti kafe, mal, atau restoran. Ada kecenderungan bahwa gereja mungkin dianggap kurang cocok sebagai tempat untuk membahas berbagai isu kehidupan masyarakat. Pertanyaannya, mungkinkah gereja dianggap tidak relevan dalam membicarakan hal-hal yang penting bagi kehidupan sehari-hari?

Misi Paulus terasa sangat nyata dalam kehidupan gereja rumah, ruang pertama bagi jemaat. Di sana ada perjamuan, persahabatan, bahkan kejadian-kejadian luar biasa seperti Eutikhus yang tertidur sampai mati dan disembuhkan. Namun, tak seorang pun meragukan relevansi gereja mula-mula yang begitu hidup di tengah umat.

Mungkin ini adalah humor Alkitab bagi kita. Saat ini banyak orang tertidur di gereja, tetapi sedikit yang disembuhkan. Mungkinkah kita bisa menghidupkan kembali visi gereja rumah seperti yang dipraktikkan oleh Paulus?

Share:

Berkontribusi secara Positif

Paulus kembali dituduh menimbulkan masalah. Kali ini, kelompok yang dipimpin oleh Demetrius, seorang pengusaha besar industri perak yang memproduksi patung untuk kuil Artemis, merasa terancam (23-29). Ajaran Paulus dianggap mengancam bisnis kuil Artemis yang sangat menguntungkan.

Efesus adalah pusat utama penyembahan kepada dewi Artemis (35). Artemis dianggap sebagai pelindung kota, dan jika kuilnya terancam, penduduk percaya bencana dapat menimpa mereka. Ketakutan ini menjadi pendorong kuat bagi massa untuk melawan Paulus.

Pengaruh ajaran Paulus begitu besar hingga memicu kekacauan dan demonstrasi besar-besaran di Gedung Kesenian kota (29-32). Di tengah kekacauan, seorang bernama Aleksander didorong oleh orang-orang Yahudi ke tengah kerumunan untuk memberikan penjelasan (33). Namun, tidak jelas apakah tugasnya adalah untuk menjauhkan sinagoge dari keterlibatan dengan Paulus atau mencoba menjelaskan bahwa Paulus dan pengikutnya berada di bawah perlindungan hukum Roma. Bagaimanapun, keributan terus berlangsung, dengan massa berteriak-teriak selama dua jam (34).

Di tengah kekacauan ini, seorang wakil pemerintah datang untuk menenangkan massa dan menegaskan bahwa Paulus dan murid-muridnya tidak melanggar hukum (35-41). Dengan demikian, Paulus terbebas dari tuduhan penistaan agama dan pemberontakan. Kisah ini menunjukkan pengaruh ajaran Paulus yang terus meluas dan diakui oleh masyarakat luas.

Setiap kali pengikut Yesus memberikan kontribusi besar melalui pewartaan Injil, selalu ada risiko terjadi konflik dengan berbagai kepentingan bisnis atau kekuasaan. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, hal tersebut bisa memicu persekusi atau penganiayaan. Lukas menegaskan bahwa Paulus dan para pengikut Yesus bukanlah pemberontak. Selama umat Kristen terus mewartakan Injil, perlindungan Tuhan akan senantiasa menyertai mereka.

Di masa kini, mampukah umat Kristen di Indonesia tetap konsisten dalam mewartakan Injil dan berkontribusi secara positif bagi masyarakat luas?

Share:

Jangan Mempermainkan Kuasa Allah!

Sepanjang sejarah kekristenan, memanfaatkan nama Yesus demi keuntungan pribadi atau finansial bukanlah hal yang baru. Bahkan di negara-negara mayoritas Kristen, nama Yesus sering digunakan sebagai alat untuk merebut kekuasaan.

Ketika melihat bagaimana Paulus menggunakan nama Yesus untuk melakukan keajaiban, seperti kesembuhan dan pengusiran setan (lih. 19:12), beberapa eksorsis Yahudi, termasuk tujuh anak Imam Besar Skewa, mencoba meniru metode tersebut (14). Namun, upaya mereka berakhir tragis. Orang yang kerasukan setan justru menyerang anak-anak Skewa, membuat mereka lari keluar dalam keadaan telanjang (16). Bermain dengan kekuatan spiritual memang berbahaya, apalagi jika kekuatan tersebut adalah kuasa sejati dan nyata. Bahkan Iblis bersaksi, "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu siapa?" (15). Meski mereka mempermainkan nama Yesus, ironisnya, nama Yesus justru semakin dikenal (17).

Permainan kekuasaan, politik, dan uang atas nama agama adalah fenomena yang sudah ada sejak zaman dahulu. Umat Kristen di Indonesia juga tidak lepas dari praktik-praktik semacam ini, terutama karena agama dan simbol-simbolnya sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Lebih jauh lagi, kehadiran platform media sosial yang dilengkapi dengan AI (Kecerdasan Buatan) menghadirkan tantangan baru. Dengan mengenali pola konsumsi berita penggunanya, platform ini dapat menyebarkan berita-berita yang relevan dengan preferensi individu, menyebabkan polarisasi dan adu pendapat di masyarakat. Isu-isu yang mengatasnamakan agama bisa terpolarisasi dengan cepat melalui cara ini. Dengan demikian, "setan" di zaman modern merusak individu bahkan negara melalui cara-cara yang lebih canggih.

Oleh karena itu, menghayati dan menghormati nama Yesus seperti yang dilakukan Paulus menjadi sangat penting di zaman kita. Apakah kita memandang nama Yesus hanya sebagai sarana untuk meraih keuntungan pribadi? Hati-hatilah dalam bermain dengan kuasa Allah, karena kuasa-Nya sanggup menundukkan setan demi memberikan kesaksian bagi kemuliaan-Nya!

Share:

Kebangunan Iman dan Kesatuan Tubuh Kristus

Pengikut Yohanes Pembaptis bukanlah orang-orang yang tidak beriman. Mereka menerima baptisan Yohanes dan mengikuti tradisi perjanjian pengampunan dosa sebagaimana yang dipahami oleh banyak orang Yahudi pada masa itu. Namun, iman adalah sesuatu yang dinamis. Meski benar bahwa baptisan Yohanes merupakan bagian dari rencana Allah (3-4), karya Allah tidak berhenti di sana. Ketika murid-murid dibaptis dalam nama Yesus, Roh Kudus turun atas mereka, yang kemudian membawa kebangkitan iman di antara para murid di Efesus (5-6).

Para pengikut Yohanes Pembaptis sudah familiar dengan karya Allah melalui nenek moyang mereka, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub. Komunitas Yahudi diaspora ini secara rutin berkumpul di sinagoge, merindukan kedatangan kerajaan Allah melalui keturunan Daud, kerajaan yang tidak berasal dari dunia ini. Dengan kedatangan Yesus, realitas Kerajaan Allah telah digenapi. Pelayanan Paulus kepada murid-murid Yohanes di Efesus ini memperkuat penghayatan iman mereka, menuntun mereka kepada cinta kasih Kristus.

Pada zaman ini, gereja-gereja Protestan sering terlibat dalam perselisihan. Banyak perdebatan modern berfokus pada istilah seperti "baptisan Roh Kudus" atau "fenomena bahasa Roh." Namun, masalah yang dihadapi Paulus dan gereja mula-mula jauh berbeda. Pada abad pertama, komunitas Yahudi sendiri sudah terbagi menjadi beberapa aliran, tetapi Paulus dengan gigih mendorong kebangunan iman dan kasih dalam Yesus, melampaui batasan kelompok, suku, etnis, dan bangsa.

Apakah ini mungkin adalah inti dari iman dalam Kristus? Paulus sungguh-sungguh percaya bahwa cinta kasih Yesus begitu kuat, mampu menyatukan berbagai kelompok dan etnis, bukan memecah belah seperti yang kadang dilakukan oleh para ahli agama.

Ironisnya, banyak perdebatan mengenai bahasa Roh dan baptisan Roh Kudus kini justru menjadi penyebab perpecahan dalam gereja, bukan sarana untuk membangun iman dan membawa kesembuhan. Paulus, di sisi lain, berjuang demi pemulihan—bukan hanya pemulihan fisik individu, tetapi juga iman dan kesatuan tubuh Kristus.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 29 September 2024

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.