Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Hati Yang Panas, Muka Yang Muram


Kejadian 4:1-16
tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.

- Kejadian 4:5

Ayat di atas memberi pengertian sederhana mengenai iri hati. Orang yang iri hati biasanya hatinya memanas dan raut mukanya muram ketika melihat orang lain lebih baik, lebih sukses/kaya, lebih tampan/cantik, dan lebih lebih lainnya dibandingkan dirinya. Kondisi orang lain yang lebih ini membuat kita mengingini yang dimilikinya sehingga timbullah iri hati yang bisa membawa kita pada tindakan jahat, seperti mencuri, memfitnah, berbohong, bahkan sampai membunuh seperti yang dilakukan oleh Kain.

Kain dan Habel adalah kakak beradik anak-anak pertama dari Adam dan Hawa. Bagi saya pribadi, kisah Kain dan Habel termasuk cerita ironis karena seorang kakak yang seharusnya mengayomi dan mengasihi adiknya, justru akhirnya membunuhnya secara keji dan tidak manusiawi. Kain tidak berdaya mengontrol hatinya yang memanas. Ia membanding-bandingkan dirinya dengan sang adik. Kain tidak terima jika adiknya lebih daripada dirinya dan juga mendapatkan penghargaan yang lebih dari Allah. Pusat perhatian Kain hanyalah pada pemenuhan keinginan pribadi. Ia egois, hanya memikirkan kepentingannya sendiri.

Yang menarik adalah ketika Kain hatinya memanas dan mukanya muram maka Tuhan bertanya kenapa ia marah dan mukanya muram, sekaligus memberikan peringatan bahwa dosa sedang mengintip jika Kain tidak mengontrol emosinya. (ay. 6-7). Namun, Kain tidak memedulikan suara Tuhan. Ia lebih memilih mengikuti suara hatinya, lalu membiarkan perasaan iri menguasai dirinya, dan akhirnya menghabisi nyawa adiknya sendiri.

Iri hati terjadi ketika kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Jangan membandingkan diri dengan orang lain, tetapi sadarilah apa yang Anda sudah miliki, yang Tuhan anugerahkan. Mengucap syukurlah atas pemberian tersebut. Setiap orang diberikan kemampuan dan berkat yang berbeda dengan ukuran yang sesuai di mata Tuhan. Karena itu, sebelum hati memanas dan muka muram akibat perasaan iri, mari sejenak mendengar suara Tuhan Yesus dan melihat hal-hal yang telah Dia anugerahkan kepada kita selama ini. Niscaya iri hati akan sirna, hati tetap tenang dan kepala dingin, dan kita dimampukan oleh-Nya untuk mengendalikan ego dan emosi kita.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah terjebak dengan perasaan iri hati melihat kelebihan orang lain? Bagaimana Anda mengatasinya?

Apa berkat dan anugerah yang Tuhan Yesus sudah berikan yang ingin Anda syukuri?


Share:

Siapakah Yang Aku Layani?

1 Samuel 18:6-26

Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.

—Amsal 14:30
Kemenangan Daud melawan Goliat, membuatnya menjadi orang yang dipercaya untuk memimpin pasukan perang Saul. Kepercayaan ini merupakan suatu kehormatan bagi Daud. Namun, ternyata di sisi lain menjadi ancaman bagi Raja Saul. Mengapa Saul merasa sangat terancam hingga membangkitkan amarahnya?
 Dalam pikiran Saul, hanya satu yang layak dipuji, yaitu dirinya sendiri. Saul iri hati karena Daud mendapatkan pujian yang lebih dibandingkan dirinya. Iri hati memunculkan amarah yang begitu menguasai Saul sehingga apa yang ada di pikirannya hanyalah melenyapkan Daud. 
Saul membiarkan iri hati bertumbuh subur di dalam hatinya sehingga roh jahat menguasai dan memengaruhi dirinya. Berbagai siasat Saul lakukan demi menjatuhkan dan membunuh Daud. Ia bahkan rela menyerahkan anaknya hanya demi mewujudkan keinginannya (ay. 17, 21). Saul tampak tidak memedulikan hukuman T uhan yang pernah diberikan kepadanya melalui Nabi Samuel atas ketidaksetiaannya di masa lampau (1Sam. 15:26, 33). Ia tetap merasa dirinya adalah raja yang sah.
 Saul dalam perjalanan hidupnya telah jauh dari T uhan sehingga dirinya dikuasai oleh hati yang jahat. Kehidupannya sebagai raja tidak menunjukkan sikap hormat kepada Allah, meskipun telah ditegur dan diingatkan. Hidup menjauh dari T uhan hanya membuat seseorang terus mengejar apa yang dapat memuaskan dirinya sendiri. Hidup tanpa relasi yang dekat dengan Allah berarti membiarkan diri terus dikuasai oleh hati yang jahat yang bisa memunculkan perbuatan-perbuatan jahat.
 Kita sebagai orang percaya juga rentan untuk jatuh ke dalam dosa seperti Saul. Di dalam kehidupan pelayanan di gereja, sadar atau tidak sadar terkadang kita pun memiliki kecenderungan suka menerima pujian dari orang lain. Kita senang jika dianggap penting di dalam suatu komunitas. Lama kelamaan, kita menganggap diri sebagai pusat di dalam komunitas gereja. Saat ada orang lain kemudian masuk ke dalam komunitas yang menggeser keberadaan kita, kita merasa terganggu. Perhatian orang lain teralihkan dari diri kita. Pada saat itu, kita seharusnya sadar siapa yang seharusnya menjadi pusat penyembahan kita. Siapa yang sesungguhnya kita layani? Kiranya hanya T uhan Yesus Kristus saja yang kita layani.
Refleksi Diri:
• Apa yang menjadi motivasi utama Anda melayani? Siapa sesungguhnya yang Anda layani: diri sendiri atau T uhan Yesus?
• Bagaimana cara Anda terhindar dari rasa iri hati atas keberhasilan pelayanan/pekerjaan orang lain di komunitas Anda?
Share:

Iman Yang Teguh

Kejadian 6:9-22
Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.

Kejadian 6:9
Iman adalah hal yang sering didengungkan dan diajarkan oleh seluruh manusia di dunia dalam kaitannya dengan agama, tetapi menjadi hal yang sangat sulit dipraktikkan dalam kehidupan. Setiap manusia dengan agamanya masing-masing menyatakan iman sesuai pemikiran dan perspektifnya masing-masing. Bagaimana dengan pandangan iman menurut kaum Kristiani? Iman merupakan keyakinan dan pengharapan yang teguh akan penggenapan Allah pada janji-janji-Nya bagi kita di dalam T uhan Yesus Kristus meskipun saat ini kita belum bisa melihat penggenapan tersebut.

Kejadian 6 menuliskan kisah Nabi Nuh yang mempunyai iman yang teguh dibandingkan orang-orang sezamannya. Dituliskan pada perikop bahwa dunia dipenuhi dengan kebobrokan akibat kejahatan yang manusia lakukan, tetapi Nuh hidup berbeda. Nuh memiliki iman yang benar di hadapan T uhan dan hidup tak bercacat (ay. 9). Ia selalu melibatkan T uhan dengan bergaul karib dengan-Nya. Nuh juga taat melaksanakan firman T uhan (Kej. 6:22). 

Ketika Tuhan berencana mendatangkan air bah untuk memusnahkan manusia yang jahat, Nuh beriman dengan membuat bahtera sesuai ketentuan yang T uhan perintahkan. Selama pembangunan bahtera, Nuh dan keluarganya pastilah mendapat tertawaan dan gunjingan dari banyak orang sebab membangun kapal yang ukurannya begitu besar. Namun, Nuh tetap percaya atas rencana T uhan dan yakin Dia pasti akan menyelamatkan mereka. Nuh menaruh pengharapannya di dalam tangan T uhan.

 Iman kepada Tuhan tidak hanya sampai pada memahami firman saja, melainkan harus sampai pada melaksanakan apa yang T uhan firmankan. Iman kepada Kristus juga harus diiringi keinginan untuk hidup menjauh dan menghindari dosa, bukannya menikmati dosa. 

Karena iman, Nuh melakukan segala sesuatu yang belum pernah atau bisa ia lihat dengan ketaatan penuh. Ketaatan dan kepercayaan penuh Nuh membuat ia dinyatakan benar di hadapan T uhan dan karenanya ia diselamatkan (Ibr. 11:7).

 Bagaimanakah iman yang Anda hidupi selama ini? Apakah Anda sudah sungguh beriman kepada Kristus dan berusaha hidup menjauhi dosa, serta melaksanakan firman-Nya? Bangun kepercayaan iman yang teguh di dalam Kristus. T etaplah percaya meskipun Anda belum melihat apa-apa, tetapi iman sanggup membuat segala sesuatu yang mustahil menjadi nyata.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah beriman teguh kepada Kristus meskipun saat ini Anda belum melihat penggenapan janji-janji-Nya?
Bagaimana Anda akan membangun iman Anda di dalam Kristus?


Share:

Cermin Karakter Allah

Rut 2:1-17, 20-22
Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.
- Matius 4:16
Keputusan seorang pemimpin negara dalam menjalankan negaranya menggambarkan kepribadian serta karakternya. Jika pemimpin tersebut adalah seseorang yang korup maka keputusan yang diambilnya akan menguntungkan dirinya atau orang-orang dekatnya tanpa peduli dengan keadilan. Berbeda dengan pemimpin yang memikirkan kepentingan masyarakat. Keputusan-keputusan yang dibuatnya tentu akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat. Kejadian yang Rut alami dalam bagian Alkitab ini merupakan bagian dari peraturan yang Tuhan tetapkan bagi orang Israel. Apa karakter Tuhan yang tercermin dalam bagian ini?
Salah satu karakter Tuhan yang terlihat jelas adalah peduli terhadap orang-orang yang lemah dalam komunitas. Status Naomi dan Rut sebagai janda dalam suatu komunitas membuat mereka rentan menerima perlakuan semena-mena dari orang lain, apalagi ditambah status Rut sebagai orang Moab (musuh orang Israel). Namun, dalam perikop bacaan hari ini terlihat Rut diizinkan untuk memungut jelai yang tersisa di ladang milik Boas. Rut dapat melakukannya karena Tuhan telah mengatur agar hidup orang miskin dan orang asing agar tetap terpelihara (lih. Im. 19:9-10; 23:22; Ul. 24:19). Boas, sebagai pemilik ladang, bahkan menunjukkan kebaikan yang lebih dari yang ditentukan oleh Tuhan (ay. 8-9, 14-17). Sungguh sebuah komunitas yang mencerminkan kasih Allah.
Orang-orang yang ditebus oleh Tuhan Yesus pun memiliki panggilan untuk mencerminkan Injil-Nya dalam kehidupan. Tuhan Yesus mengatakan murid-murid-Nya adalah garam dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Murid Yesus sebagai garam memberikan pengaruh yang dapat terasa bagi orang sekitarnya dan sebagai terang untuk menunjukkan perbuatan yang baik sehingga Bapa di surga dimuliakan. Kehidupan yang berpengaruh dan memuliakan Bapa terlihat dalam jemaat mula-mula di Yerusalem (Kis. 2:41-47). Kehidupan mereka saling berbagi dan mengasihi sehingga dicatat “… Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka …” (ay. 47).
Panggilan Tuhan Yesus kepada orang Kristen masa kini tidak berubah, Ia rindu hidup orang Kristen memuliakan Bapa di surga. Yesus tidak meminta untuk melakukan hal yang di luar kekuatan kita, tetapi hal yang dapat dilakukan sehari-hari. Mari belajar untuk melakukan dengan setia cara hidup yang mencerminkan kasih Yesus yang memuliakan Bapa di surga.

Refleksi Diri:
Apa karakter Anda yang mencerminkan karakter Allah dalam keseharian Anda?
Apa komitmen yang mau Anda lakukan untuk mencerminkan kasih Yesus dalam kehidupan?"
Share:

Bukan Agama Lahiriah

Galatia 4:1-11

Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun.
- Galatia 4:10

Ada berbagai alasan orang pergi beribadah ke gereja. Beberapa orang mengatakan, “Gimana ya, kalau nggak ke gereja, rasanya hati nggak tenang.” Yang lain berpendapat, “Itu sudah kewajiban orang Kristen.” Ada lagi, “Saya kangen dengan teman-teman.”

Apa pun alasannya, kita harus memahami hakikat iman Kristen bukanlah melaksanakan ritus atau upacara keagamaan. Seolah kalau sudah melakukan ritus maka tugas kita kepada Tuhan selesai. Dalam kekristenan, sangat sedikit sekali perintah untuk melakukan ritus keagamaan karena hakikat iman adalah relasi hati kita dengan hati Tuhan. Ritus keagamaan hanyalah sebatas cara untuk mendekat kepada Tuhan.

Dalam Galatia 4, Rasul Paulus menegur jemaat Galatia yang percaya kepada Injil plus, yang tidak murni. Injil yang mewajibkan orang Kristen untuk menaati hukum Taurat dan ritus-ritus agama. Paulus menjelaskan bahwa status mereka sudah bukan lagi hamba hukum Taurat, tetapi anak Allah. “Kok mau-maunya kalian menghambakan diri kembali pada ‘roh-roh dunia yang lemah dan miskin’”? (bdk. Gal 4:9). Mengapa kalian mau turun derajat? Mengapa iman atau keyakinan kalian menjadi sekadar iman lahiriah? Mengapa kalian sibuk dengan “memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun”? Apakah dengan berbuat seperti itu kalian merasa sudah beriman? Mengapa kalian tidak mengutamakan persekutuan yang intim, hangat, dan bebas seperti seorang anak dengan ayahnya?

Mari kita mengevaluasi kehidupan rohani kita. Apakah kita masih beribadah karena alasan kewajiban, kebiasaan atau tradisi? Kita berdoa karena sudah terbiasa sejak lama? Kita membaca Alkitab karena diharuskan orangtua ketika masih kecil? Kita memberi persembahan karena janji diberkati berkali lipat? Apakah dengan menunaikan semua kewajiban itu kita merasa sudah menjadi orang Kristen yang berkenan kepada Allah? Ibadah di gereja, membaca Alkitab, berdoa, memberi persembahan dan lainnya adalah hal yang baik dan bermanfaat tetapi hakikat iman Kristen bukan menunaikan kewajiban agama. Hakikat iman Kristen adalah persekutuan hangat dan erat dengan Tuhan Yesus. Tradisi hanyalah sarana untuk membawa kita pada persekutuan indah tersebut.

Refleksi Diri:

Apakah Anda setuju atau tidak dengan pernyataan ini: tradisi atau kewajiban agama adalah hal yang baik, tetapi bukan hakikat iman Kristen? Mengapa?
Bagaimana orang Kristen seharusnya bersikap terhadap tradisi atau kewajiban agama?"
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.