Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Optimisme Semu

Markus 13:14-23 

Yesus melanjutkan pengajaran tentang akhir zaman. Ia menggambarkan penderitaan yang tak dapat dilawan. Ada kalanya, mundur bisa menjadi pilihan yang bijak.

Ucapan-Nya bagai teka-teki. Penafsir mencocokkan gambaran ini dengan pengepungan Yerusalem oleh tentara Romawi. Saat hal itu terjadi, ukurlah kemampuan. Jika tak sebanding dengan tantangan yang ada, larilah (14).

Namun, beberapa hal bisa memperlambat upaya melarikan diri. Pertama, harta benda yang tak lebih penting daripada nyawa. Barang yang tak perlu hanya akan mengulur waktu (15). Kedua, anggota keluarga yang rentan dan mudah menjadi korban, yaitu perempuan dengan anak menyusu, perempuan mengandung, dan orang lansia (17). Ketiga, cuaca ekstrem yang menyulitkan perjalanan (18).

Namun, ada pula hal yang mendukung upaya dalam menghadapi penderitaan. Pertama, Allahlah yang mengukur kemampuan manusia. Ia tahu seberapa besar kekuatan yang dimiliki manusia untuk menanggungnya, dan berapa lama ia sanggup memikulnya.

Berikutnya, kemampuan membedakan Mesias dan nabi yang asli dari yang palsu. Tolok ukurnya adalah apa yang mereka sampaikan. Yang palsu menyampaikan apa yang ingin didengar orang saja. Mereka membangun optimisme, tetapi jauh dari realita. Sebaliknya, yang disampaikan Mesias terasa pahit dan menyakitkan, tetapi itulah kebenaran.

Ada kalanya karya apokaliptik mengangkat peristiwa sejarah yang diramu menjadi seperti nubuat. Ini artinya yang perlu diartikan bukanlah apa peristiwanya, melainkan apa yang kita pelajari dari peristiwa tersebut. Hidup banyak tantangannya. Ukurlah dan pilihlah tantangan yang sesuai. Jangan membuang tenaga demi melawan tantangan yang tak bisa dimenangkan.

Pelajarilah apa saja yang memberatkan, memperlambat, atau melemahkan kita; mana yang perlu dilepaskan dan mana yang patut dipertahankan. Percayalah, Tuhan tahu batas kemampuan kita. Dengarkanlah masukan dari orang-orang yang sungguh-sungguh peduli terhadap kebaikan dan kemajuan kita. [WTH]

Share:

Akhir dan Permulaan

Markus 13:3-13 

Yesus bernubuat tentang kehancuran Bait Suci. Empat murid terdekat-Nya mengajukan dua pertanyaan: Pertama, kapan akan terjadi? Kedua, apa tandanya? Bait Suci adalah pusat kehidupan religius umat Yahudi. Hancurnya Bait Suci selalu dikaitkan dengan akhir zaman.

Yesus tidak menjawab pertanyaan itu karena hanya Bapa yang mengetahuinya (lih. Mrk 13:32). Yesus justru mengarahkan perhatian mereka kepada apa yang harus mereka lakukan, yaitu waspada (5).

Kata ini mengandung makna melihat dan berpikir kritis. Kita diminta untuk mengolah semua informasi yang diterima indra dengan pikiran jernih. Dengan begitu, kita tak mudah tertipu atau disesatkan (6).

Yesus menyebutkan peperangan, bencana alam, wabah, penganiayaan karena iman, serta kejahatan oleh orang-orang terdekat dan yang dipercaya (7-9, 12-13). Semua itu sering kali dikira sebagai tibanya akhir zaman atau tanda bahwa akhir zaman sudah dekat. Namun, ternyata itu salah. Perikop ini termasuk tulisan apokaliptik. Maksud dari tulisan ini adalah menerangkan mengapa kejahatan berkuasa, memberitakan Mesias yang segera datang, dan menyatakan kedatangan-Nya yang menandakan lahirnya era baru. Karena itu, ketika kita mendengar, melihat, atau mengalami semua itu, kita tidak perlu tertekan, apalagi menerka pikiran Allah soal kesudahan waktu.

Penderitaan itu justru adalah permulaan zaman (8b). Inilah masa transisi menuju ke era baru. Seperti penderitaan ibu yang bersalin, meskipun sakit, rasa sakit itu menuju ke kegembiraan yang besar.

Penderitaan bukan terjadi tanpa makna, bukan pula tanda bahwa kejahatan tak terkendali lagi. Kita bukan korban yang tak berdaya dan pasrah di bawah penderitaan. Justru penderitaan dapat menjadi peluang bagi kita untuk memberitakan Injil dan menunjukkan kualitas iman.

Bagaimana mutu kita sebagai murid Kristus ketika ditipu dan dicurangi, mengalami kegagalan, melakukan kesalahan, atau terkena musibah? Ingat, penderitaan bukanlah akhirnya, melainkan Kerajaan Allah. [WTH]

Share:

Kokoh di Luar, Rapuh di Dalam

Markus 13:1-2 

Bait Suci yang berdiri pada masa PB dibangun oleh Raja Herodes Agung. Bangunannya disusun dari batu-batu putih yang kokoh. Kemegahannya melampaui bangunan yang pernah dibangun oleh Salomo.

Para murid mengagumi kemegahan Bait Suci (1). Namun, Yesus justru merespons mereka dengan menubuatkan kehancuran Bait Suci (2).

Sebelumnya, Bait Suci dihancurkan oleh tentara Babilonia. Kemudian, Bait Suci dibangun kembali oleh Herodes, raja Romawi yang berkuasa di Yudea. Herodes membangun Bait Suci bukan karena ia berbakti kepada Allah, melainkan karena ia memiliki motif politik. Dengan membangun Bait Suci ia berusaha merebut simpati dan dukungan dari rakyat.

Bangsa Israel percaya bahwa Bait Suci merupakan tanda kehadiran Allah di dunia. Selama Bait Suci kokoh berdiri, Allah selalu menyertai mereka. Sementara itu, para nabi mengingatkan bahwa kehadiran Allah tidak identik dengan benda kasat mata seperti bangunan yang megah. Kehadiran Allah tampak dari cara hidup umat yang menaati-Nya. Para nabi menerangkan bahwa Bait Suci hancur sebagai hukuman Allah atas dosa umat. Ritual ibadah mereka sempurna, sesempurna bangunan Bait Suci, tetapi mereka berlaku jahat terhadap sesamanya.

Yesus melihat Bait Suci kokoh di luar, tetapi rapuh di dalam. Bangunan ini beserta tatanan di dalamnya hanya menunggu waktu. Sejarah pun terulang. Ibadah-ibadah yang dilakukan di dalamnya tidak mencerminkan kehadiran Allah. Tidak ada yang sepenuh hati memikirkan nasib umat yang malang, apalagi kehendak Allah.

Ada ungkapan "gereja bukanlah gedungnya, melainkan orangnya". Yang menghidupkan rumah ibadah adalah orang-orang yang giat di dalamnya. Ketika kita beribadah, kita dapat mencari tempat yang nyaman dengan fasilitas lengkap, berdoa secara khusyuk, dan larut dalam nyanyian rohani yang menghibur hati. Namun, apakah kita mengenal siapa yang duduk di samping kita, apalagi peduli terhadap kesusahannya?

Gereja akan menjadi rumah Allah yang "hidup" selama kita giat melakukan kehendak-Nya. [WTH]

Share:

Menjaga Reputasi


Markus 12:38-40 

Ahli Taurat merupakan orang yang dipercaya karena keahliannya dalam hukum dan agama Yahudi.

Ada tiga tugas yang dijalankannya. Pertama, memelihara hukum Taurat. Mereka mempelajari tradisi tulisan maupun lisan. Kedua, mengumpulkan murid dan mengajar. Ketiga, menjadi ahli hukum di pengadilan. Mereka dilarang memungut bayaran untuk pelayanan yang diberikan, tetapi mereka diperbolehkan menerima pemberian untuk menyokong kehidupannya.

Ahli Taurat disegani karena keahlian dan statusnya. Namun, banyak di antara mereka yang menyalahgunakan jabatannya. Dari penampilan luar, mereka tampak saleh dan meyakinkan karena mengenakan pakaian khusus (38). Mereka adalah kaum elit dan terpelajar yang selalu mendapat tempat duduk yang khusus dan terhormat (39).

Menurut Yesus, reputasi para ahli Taurat bukan terletak pada pakaian, tempat duduk, atau doa-doa yang diucapkan, melainkan pada sikap mereka terhadap kaum yang rentan. Yesus menyoal kebijakan mereka terhadap hak janda (40). Sekalipun beberapa janda hidup berkecukupan karena menempati tanah mendiang suaminya sampai ia meninggal, banyak juga yang dibiarkan hidup dalam kemiskinan.

Saat itu perempuan tidak bekerja untuk mendapat nafkah. Hidupnya bergantung pada laki-laki. Ketika seorang perempuan menjadi janda, ia tak hanya kehilangan suami, tetapi juga pelindung dan sumber penghidupannya. Ia juga tidak memiliki hak waris sehingga hidupnya bergantung pada kebaikan masyarakat.

Hukuman bagi ahli Taurat yang menyalahgunakan jabatannya untuk merampas keuntungan dari kaum rentan seperti ini amat berat. Mereka tahu yang baik dan benar, tetapi berlaku sebaliknya. Mereka seharusnya melindungi domba yang dipercayakan kepada mereka, tetapi mereka justru memangsanya.

Kita berstatus sebagai murid Kristus dan reputasi ini mesti ditunjukkan melalui sikap kita terhadap mereka yang rentan. Seberapa besar kebaikan yang kita lakukan bagi mereka menunjukkan seberapa besar iman kita kepada Kristus. [WTH]

Share:

Mendengarkan dengan Penuh Minat

Markus 12:35-37 

Tidak selalu kita bisa memahami firman yang kita baca, bahkan ada banyak hal yang mungkin kita tidak tahu setelah membaca.
Banyak orang tertarik mendengarkan pengajaran Yesus. Namun, ada juga yang berusaha menjatuhkan-Nya dengan pertanyaan jebakan.
Kali ini Yesus yang balik bertanya kepada mereka. Ia menanyakan pandangan mereka tentang Mesias (35-36; bdk. Mzm 110:1). Mazmur ini diyakini ditulis oleh Daud dan bernuansa mesianik. Yesus mempertanyakan bagaimana mungkin Mesias itu "anak Daud", sementara Daud sendiri menyebut-Nya sebagai "Tuanku" (37a). Anak tidak mempunyai kuasa atas bapanya, lantas mengapa Daud menghormati Mesias sebagai Tuannya?
Anak Daud merupakan gelar untuk Mesias. Artinya, Mesias itu berasal dari keturunan Daud. Namun, Ia lebih berkuasa daripada Daud. Mesias duduk bukan di sebelah kanan Daud, melainkan Allah. Ini melambangkan kemuliaan dan kedekatan dengan Allah. Artinya, Mesias bukan hanya seorang manusia, tetapi juga figur ilahi.
Dengan pertanyaan itu, Yesus merombak pengertian para pendengarnya akan figur Mesias. Mereka menantikan kedatangan raja Israel yang akan meneruskan takhta Daud di dunia. Sementara itu, Yesus menunjukkan kehadiran Kerajaan Allah melalui berbagai pengajaran dan mukjizat yang dilakukan-Nya. Mesias bukan sosok yang mencari dan menggulingkan kekuasaan, tetapi menghadirkan kasih karunia dan keselamatan Allah dalam hidup manusia.
Orang banyak mendengarkan Yesus dengan senang hati (37b). Sebab, pertanyaan yang disampaikan Yesus membuat mereka penasaran. Mereka ingin tahu lebih jauh tentang Mesias.
Tindakan mempertanyakan keyakinan iman atau isi Alkitab bukanlah sesuatu yang salah, juga tidak menunjukkan kebodohan kita. Justru dengan bertanya, kita akan membangkitkan gairah dan kekaguman kita akan iman Kristen yang kita yakini selama ini. Ingatlah, iman kita adalah iman yang hidup, bukan sekadar ayat hafalan, aturan ibadah, atau hukum agama. [WTH]
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.