Agustus 2025 ~ Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

🌱 Hidup dalam Pertobatan

 

Hidup dalam pertobatan berarti terus diperbarui oleh firman Tuhan, meninggalkan dosa, dan menghasilkan buah nyata bagi kemuliaan Kristus.

📖 Lukas 13:6–9

Hidup kita ada batas waktunya. Seperti pohon ara yang diberi kesempatan untuk berbuah, demikian juga Tuhan memberi kita waktu untuk bertobat dan menghasilkan buah bagi-Nya. Kesabaran Allah besar, tetapi tidak tanpa batas.

Sering kali kita menunda pertobatan dengan berpikir: “Nanti saja, masih ada waktu.” Padahal tidak seorang pun tahu sampai kapan waktu kita ada. Hati yang terbiasa dengan dosa justru makin sulit untuk berbalik kepada Tuhan.

Pertobatan berarti menyadari bahwa hidup tanpa Allah adalah sia-sia, lalu memilih berbalik dan tinggal dalam kasih-Nya. Hari ini, Tuhan masih memberi kesempatan. Jangan menunggu esok, sebab esok belum tentu ada.

Refleksi

  • Apakah hidupku sedang berbuah atau hanya “rimbun daun” tanpa hasil?

  • Apa yang masih kutunda untuk menyerahkan pada Tuhan hari ini?

Doa

“Tuhan, terima kasih untuk kesabaran-Mu. Tolong aku untuk tidak menunda pertobatan. Jadikan hidupku berbuah bagi-Mu. Amin.”

Share:

Siapkan Diri untuk Bertobat!

Lukas 13:1–5

Merasa lebih benar daripada sesama adalah sikap yang dapat merusak hubungan dan menimbulkan konflik. Itu adalah bentuk penghakiman, sebab seseorang menilai dirinya benar sementara menganggap orang lain bersalah. Kepongahan ini lahir dari hati yang gelap.

Dalam Lukas 13, orang-orang datang kepada Yesus dengan membawa kabar tentang orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus, bahkan darah mereka dicampurkan dengan darah kurban yang mereka persembahkan (ay. 1). Yesus menanggapi dengan sebuah pertanyaan: “Apakah dosa mereka lebih besar daripada orang Galilea yang lain?” (ay. 2). Demikian juga, Yesus menyinggung tentang delapan belas orang yang mati karena menara di Siloam roboh. Apakah mereka lebih berdosa daripada orang Yerusalem lainnya? (ay. 4).

Pandangan umum saat itu adalah penderitaan merupakan akibat langsung dari dosa pribadi. Orang-orang dengan mudah menganggap korban bencana atau tragedi sebagai orang berdosa yang mendapat hukuman. Namun Yesus menegur cara pandang itu. Ia menegaskan bahwa penderitaan bukanlah ukuran besar kecilnya dosa seseorang. Inti ajaran-Nya: semua orang perlu bertobat!

Yesus memakai peristiwa tragis itu untuk menegur hati manusia yang suka menghakimi. Alih-alih menunjuk kesalahan orang lain, Yesus mengajak kita melihat ke dalam diri sendiri. Jangan sampai kita lebih sibuk menilai penderitaan orang lain sebagai hukuman Allah, sementara kita sendiri lupa bahwa hidup kita harus dipertanggungjawabkan kepada Hakim yang adil.

Karena itu, mari siapkan diri untuk bertobat! Tuhan Yesus menegur kita bukan untuk menjatuhkan, melainkan agar kita kembali ke jalan-Nya.


---

Pokok Doa

Ucap syukur atas kuasa Tuhan yang melampaui segala kuasa, serta penyertaan-Nya yang melindungi kita senantiasa.

Doakan agar berkat Tuhan mengalir dalam kehidupan kita: keluarga, rumah tangga, anak-cucu, pekerjaan, ladang, usaha, toko, perusahaan, kantor, pelayanan, dan gereja kita.

Mohon agar hikmat, kekuatan, dan terobosan senantiasa Tuhan berikan, sehingga kita tetap berjalan dalam pimpinan-Nya.


Doa:
Dalam nama Tuhan Yesus, kami percaya berkat-Mu mengalir melimpah dalam hidup kami. Tambahkan hikmat-Mu setiap hari, kuatkan kami, dan tuntun langkah kami seturut kehendak-Mu. Amin.

Share:

Analisis yang Baik, Solusi yang Benar

📖 Lukas 12:54–59

Kita lihai membaca tanda alam—awan menggelap, kita siap payung; angin panas, kita siapkan topi. Yesus memuji ketelitian itu, tetapi menegur saat kemampuan yang sama tidak dipakai untuk membaca “zaman ini”—membedakan yang benar, berdamai sebelum terlambat, dan melangkah sesuai kehendak Allah (ay. 56–58).

Intinya: ketajaman analisis tanpa ketaatan rohani hanya melahirkan keputusan yang kosong. Tuhan mengajak kita memutuskan sendiri apa yang benar (ay. 57): gunakan nurani yang diterangi firman, bukan sekadar logika yang dingin.

Refleksi Singkat

  • Apa situasi yang sedang “mendung” dalam relasiku?

  • Apakah aku menunda rekonsiliasi padahal tahu langkah benar yang harus diambil?

  • Sudahkah analisisku disaring oleh doa, firman, dan kerendahan hati?

Langkah Praktis (hari ini)

  1. Hening 5 menit: serahkan satu konflik/keputusan kepada Tuhan.

  2. Ucapkan kebenaran: “Tuhan, tunjukkan apa yang benar, bukan apa yang mudah.”

  3. Ambil tindakan kecil: kirim pesan/telepon untuk minta maaf atau memulai damai sebelum “sampai ke hakim”.

  4. Catat 1 ayat pegangan (mis. Mzm 119:105) dan pegang saat mengambil keputusan.

Doa Singkat

“Tuhan, tajamkan pikiranku dengan hikmat-Mu dan lembutkan hatiku dengan kasih-Mu. Tuntun aku memilih yang benar dan melakukannya, terutama dalam rekonsiliasi. Amin.”

Share:

Komitmen Mengikut Yesus

Komitmen mengikut Yesus menuntut kesetiaan dan ketaatan. Firman Tuhan menuntun kita hidup benar, meski ada tantangan dan pertentangan dunia.

Mengikut Yesus bukan jalan yang selalu damai. Yesus sendiri berkata, “Aku datang bukan membawa damai, melainkan pertentangan.” Pertentangan itu muncul karena tidak semua orang mau menerima Dia. Bahkan dalam keluarga, ada yang mendukung, ada yang menolak.

Yesus mengingatkan, komitmen kita akan diuji. Seperti emas yang dimurnikan dengan api, iman kita pun dimurnikan lewat tantangan, bahkan penolakan dari orang terdekat. Di sinilah keteguhan hati kita diuji: lebih memilih setia pada Yesus, atau mundur karena tekanan?

Mengikut Yesus berarti berani berkata: “Tuhan, Engkaulah yang utama, lebih dari segalanya.” Meski ada air mata, penolakan, bahkan penderitaan, bersama Yesus kita tetap berjalan. Sebab, jalan bersama-Nya adalah jalan menuju hidup yang sejati.

Pokok Doa:

Puji syukur atas kuasa Tuhan yang melampaui segala kuasa, dan mohon penyertaan-Nya yang melindungi kita senantiasa.

Mengalir dalam kehidupan kita semua. Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu Studi mu. Tokomu Usaha mu. Kantor mu, MOU mu, Pelanggan mu Rumah mu. Keluargamu. Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendampingmu 

Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami.. saya sadar bertambahnya hari harimu . Bertambahnya juga hikmat ku, supaya kami tetap kuat dan selalu ada terobosan  dan proses  untuk sukses dalam pimpinanmu. Jadilah seturut Kehendak Mu. AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati

Share:

Kesetiaan dalam Ketidakpastian Waktu

Hidup kita sering dikelilingi ketidakpastian. Kita tidak tahu kapan berkat datang, kapan ujian muncul, bahkan kapan Kristus datang kembali. Namun Yesus mengingatkan: tetaplah berjaga, dengan pinggang terikat dan pelita menyala. Artinya, kita dipanggil untuk selalu siap, bukan hanya sewaktu-waktu.

Kesetiaan sejati terlihat dalam hal sederhana: tetap setia melakukan tugas meski tak ada yang melihat, tetap taat meski tidak tahu kapan Tuhan datang. Justru di tengah ketidakpastian itulah kesetiaan diuji.

Yesus berkata, berbahagialah hamba yang didapati tuannya setia ketika ia kembali. Maka mari kita terus hidup dengan hati yang siap, iman yang teguh, dan kesetiaan yang nyata. Sang Tuan pasti datang—dan Ia mencari hamba yang setia!

Share:

Prioritaskan yang Paling Primer

 

Prioritaskan yang paling primer dalam hidup, yaitu firman Tuhan, agar langkah kita terarah, hati teguh, dan hidup berbuah bagi kemuliaan-Nya.

Kita sering sibuk memikirkan apa yang akan dimakan atau dipakai. Kekhawatiran itu wajar, tetapi Yesus mengingatkan: hidup lebih penting daripada makanan, dan tubuh lebih berharga daripada pakaian.

Lihatlah burung-burung dan bunga di ladang. Mereka tidak bekerja keras seperti manusia, tetapi Allah memelihara dan menghiasi mereka dengan indah. Jika yang kecil saja dijaga, apalagi kita yang jauh lebih berharga di mata-Nya.

Kekhawatiran tidak menambah apa pun, justru merampas sukacita. Karena itu Yesus menegaskan: carilah dahulu Kerajaan Allah, maka semua yang kita butuhkan akan ditambahkan.

Mari belajar menaruh prioritas pada yang utama—bukan sekadar kebutuhan harian, tetapi hidup bersama Tuhan yang memberi jaminan kekal.

Share:

Harta Melimpah Bukan Jaminan Hidup

 

Harta melimpah bukan jaminan hidup bahagia, hanya firman Tuhan yang menuntun kita pada kepuasan sejati dan kekekalan yang tak tergoncangkan.

Banyak orang beranggapan bahwa harta melimpah adalah jaminan hidup. Tidak heran, sebagian orang mengarahkan hidupnya hanya untuk mengumpulkan kekayaan. Hal serupa tampak pada seseorang yang datang kepada Yesus dan meminta agar Yesus menyuruh saudaranya berbagi warisan dengannya (ayat 13). Bayangkan, ia sudah berjumpa dengan Sang Juruselamat, tetapi fokusnya hanya pada harta!

Yesus menegaskan agar kita berjaga-jaga terhadap segala ketamakan, sebab hidup manusia tidak ditentukan oleh kekayaannya (ayat 15). Benar, harta bisa memenuhi kebutuhan, tetapi tidak pernah bisa membeli hidup itu sendiri.

Melalui perumpamaan orang kaya yang tanahnya berlimpah hasilnya (ayat 16–19), kita melihat bagaimana ia merasa hidupnya aman karena gudang-gudangnya penuh. Ia berkata kepada dirinya sendiri: “Bersukacitalah, engkau punya simpanan untuk bertahun-tahun. Nikmatilah hidupmu!” Tetapi Yesus menyebutnya bodoh, sebab malam itu juga nyawanya diambil (ayat 20). Betapa sia-sianya harta yang ditimbunnya, sebab akhirnya justru dinikmati orang lain.

Hidup bukan sekadar soal berapa banyak harta yang kita punya, melainkan untuk siapa kita hidup. Mengumpulkan harta tanpa menyadari bahwa hidup ini ada dalam tangan Allah hanya membuat kita semakin jauh dari tujuan sejati hidup.

Mari kita belajar bersyukur atas kelimpahan yang ada, sekaligus menggunakannya untuk menjadi berkat. Ingat, kekayaan terbesar bukan pada berapa banyak yang kita miliki, tetapi pada bagaimana kita memakainya untuk memuliakan Allah dan menolong sesama.

Share:

✨ Roh Kudus Menghindarkan Kemunafikan

 

Roh Kudus menuntun kita hidup jujur sesuai firman Tuhan, menjauhkan dari kemunafikan, agar iman nyata terpancar dalam perkataan dan perbuatan.
Lukas 12:1-12

Salah satu hal yang paling keras ditentang Yesus adalah kemunafikan. Ia mengingatkan murid-murid agar waspada terhadap “ragi orang Farisi” (Luk. 12:1). Ragi itu kecil, tetapi pengaruhnya besar. Demikian pula kemunafikan—sedikit saja masuk dalam hati, bisa merusak seluruh hidup.

Yesus menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang bisa disembunyikan di hadapan Allah. Segala pikiran, perkataan, bahkan motivasi terdalam, semuanya diketahui-Nya. Maka, bersikap munafik sama saja dengan tidak takut akan Tuhan, seolah-olah kita bisa menyembunyikan sesuatu dari Dia.

Sering kali kemunafikan muncul karena kita ingin menghindari penderitaan atau mencari aman. Namun Yesus mengingatkan: jangan takut pada manusia yang hanya bisa melukai tubuh, takutlah kepada Allah yang berkuasa atas jiwa kita. Jika burung pipit saja tidak dilupakan-Nya, apalagi kita yang jauh lebih berharga. Rambut di kepala kita pun dihitung satu per satu—betapa besar kasih dan pemeliharaan-Nya!

Kemunafikan pada akhirnya adalah bentuk penyangkalan. Kita bisa saja mencari pengakuan manusia, tetapi Yesus bertanya: lebih penting mana, diakui manusia atau diakui Tuhan? Berani mengaku Yesus di dunia berarti juga akan diakui-Nya di hadapan malaikat-malaikat Allah.

Di tengah ancaman atau tekanan, kita sering bingung harus berkata apa. Tetapi Yesus memberi janji indah: Roh Kudus akan mengajar kita. Dialah yang menuntun kata-kata kita, memberi keberanian, dan menjaga hati kita tetap setia.

Mari kita belajar tidak mengandalkan kepintaran atau kekuatan sendiri. Serahkanlah hidup sepenuhnya pada kuasa Roh Kudus. Dengan demikian, kita tidak hidup untuk popularitas diri, melainkan untuk memuliakan Kristus melalui perkataan dan perbuatan kita setiap hari. 🌿

Share:

🌱 Nyata dalam Keseharian

 

Firman Tuhan bukan sekadar teori, tetapi nyata dalam keseharian, menuntun langkah, mengubah sikap, dan menguatkan iman dalam setiap aspek hidup.

Kita sering mendengar istilah NATO – No Action Talk Only. Artinya, banyak bicara tapi tanpa tindakan nyata. Dalam kehidupan beriman, hal ini sama dengan kemunafikan—rajin bicara soal firman, tetapi enggan melakukannya.

Inilah yang Yesus tegur kepada orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka sibuk mengkritik hal-hal kecil seperti aturan mencuci tangan sebelum makan, tetapi kehidupan mereka jauh dari kasih dan kebenaran Allah. Mereka tampak saleh di luar, tetapi hati mereka kosong dari kerendahan hati dan kepedulian.

Yesus mau mengingatkan: iman sejati bukan soal penampilan, ritual, atau sekadar kata-kata rohani. Iman sejati adalah hidup yang selaras dengan kehendak Allah, nyata dalam tindakan kasih sehari-hari.

Hari ini, mari kita bercermin. Apakah ibadah kita hanya berhenti di bangku gereja? Apakah firman yang kita dengar sudah menjadi sikap nyata dalam rumah tangga, pekerjaan, dan relasi kita? Jangan sampai kita sibuk mengoreksi orang lain, tetapi lupa menghidupi firman itu sendiri.

Mari mohon pertolongan Roh Kudus, supaya kita mampu menjadi teladan—bukan hanya dalam perkataan, melainkan juga dalam perbuatan. Dengan begitu, iman kita akan benar-benar nyata dalam keseharian. 🌿

Share:

👀 Mata Anda Penuntun Jalan Anda

 

Mata Anda penuntun jalan Anda, firman Tuhan menjadi terang yang menuntun langkah, agar tidak tersesat dan tetap berjalan di jalan kebenaran.
Lukas 11:33-36

Bayangkan Anda berjalan di jalan gelap tanpa lampu. Apa yang terjadi?

Langkah kita pasti ragu-ragu, mudah tersandung, bahkan bisa jatuh ke lubang yang tidak terlihat. Itulah sebabnya lampu jalan dipasang tinggi—supaya cahayanya menuntun orang berjalan dengan aman.

Yesus mengingatkan hal serupa dengan pelita pada zaman-Nya (Luk. 11:33-36). Pelita tidak dinyalakan untuk disembunyikan, melainkan untuk ditempatkan di kaki pelita agar seluruh ruangan terang. Terang itu berbicara bukan hanya soal cahaya fisik, tetapi juga tentang mata rohani kita. Jika mata kita jernih, seluruh hidup akan dipenuhi terang; tetapi bila mata kita gelap, seluruh hidup pun penuh kegelapan.

Mata bukan sekadar organ tubuh, melainkan “jendela hati”. Dari mata, kita belajar bagaimana memandang hidup, orang lain, bahkan Tuhan. Jika pandangan kita hanya terfokus pada hal-hal dunia yang menyesatkan, kita mudah terjebak dalam dosa. Tetapi jika mata hati kita diarahkan kepada Kristus, Sang Terang, maka hidup kita akan dipenuhi damai dan bimbingan-Nya.

Firman Tuhan berkata, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mazmur 119:105). Terang dari firman dan kasih Kristus adalah penuntun yang meneguhkan setiap langkah kita.

Hari ini, mari kita bertanya pada diri sendiri:
👉 Ke mana mata hati saya tertuju?
👉 Apakah saya sedang memandang kepada terang Kristus, atau tergoda menatap pada hal-hal yang justru membawa kegelapan?

Mari gunakan mata rohani kita untuk melihat kepada Yesus. Dialah Sang Terang Abadi, penuntun jalan kita, yang tak pernah membiarkan kita berjalan dalam gelap.

Share:

Pujian Ibadah GKKK Tepas 24 Agustus 2025

Share:

✨ Terimalah Tanda Itu!

Terimalah tanda dari firman Tuhan sebagai peneguhan iman, pengharapan, dan kasih yang menuntun hidup pada jalan kebenaran yang sejati

Lukas 11:29-32

Pernahkah Anda melihat seseorang mengabaikan rambu lalu lintas?

Awalnya mungkin terlihat sepele, tetapi akibatnya bisa fatal—kecelakaan, luka, bahkan kehilangan nyawa. Rambu itu sebenarnya bukan sekadar tanda, melainkan peringatan demi keselamatan. Namun, sering kali orang lebih memilih mengikuti keinginannya sendiri daripada memperhatikan tanda yang ada.

Yesus pun pernah menegur orang banyak yang selalu menuntut tanda dari-Nya (Luk. 11:29-32). Padahal, tanda terbesar sudah ada di hadapan mereka: Yesus sendiri! Ia adalah tanda keselamatan, sebagaimana Yunus menjadi tanda bagi pertobatan orang Niniwe. Tetapi, alih-alih percaya, banyak yang tetap menolak, bahkan menguji-Nya.

Bukankah kita pun kadang begitu? Kita sering berkata, “Tuhan, kalau Engkau benar-benar peduli, tunjukkan tanda-Mu… beri aku bukti nyata!” Padahal, tanda kasih dan kuasa-Nya sudah hadir setiap hari: napas kehidupan, keluarga, firman yang kita dengar, doa yang dijawab, bahkan salib dan kebangkitan-Nya yang sudah meneguhkan bahwa keselamatan itu nyata.

Renungannya sederhana:
👉 Apakah saya masih menuntut tanda lain, padahal Kristus sudah menjadi tanda terbesar bagi hidup saya?
👉 Apakah saya benar-benar mengizinkan tanda itu mengubah arah hidup saya menuju pertobatan?

Mari kita belajar untuk tidak lagi hidup menurut kemauan sendiri, melainkan taat pada Yesus—Sang Tanda itu sendiri. Terimalah Dia, kenalilah Dia, dan hiduplah seturut firman-Nya. Karena hanya dengan begitu, perjalanan hidup kita akan selamat dan penuh damai sejahtera.

Share:

🌿 Sumber Kebahagiaan

 

Lukas 11:27-28

Seorang lanjut usia pernah merasa hidupnya tidak bahagia. Ia sering mengeluh karena merasa anak dan cucunya kurang memedulikannya. Baginya, keluarga adalah harta paling berharga, tetapi ketika perhatian itu tidak ia rasakan, hatinya dipenuhi kesedihan. Hingga suatu hari ia sakit dan dirawat di ICU. Di sanalah ia menemukan sesuatu yang luar biasa: sumber kebahagiaan sejati.

Seorang perawat Kristen dengan penuh kasih bukan hanya merawat secara medis, tetapi juga memutarkan renungan firman Tuhan dari gawainya. Dari situ, lansia tersebut menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukan bersumber dari anak, cucu, atau harta, melainkan dari firman Tuhan yang hidup.

Pengalaman itu mengingatkan kita pada seorang ibu yang berseru di tengah kerumunan kepada Yesus (Luk. 11:27). Namun Yesus menegaskan bahwa kebahagiaan yang sejati bukan hanya karena keluarga atau hal-hal yang menyenangkan hati kita, melainkan karena mendengarkan firman Allah dan memeliharanya.

Apa artinya mendengarkan dan memelihara firman Tuhan?
1️⃣ Datang kepada Tuhan dan menikmati hadirat-Nya yang membawa damai sejahtera.
2️⃣ Membuka telinga dan hati, membiarkan firman Tuhan menguasai pikiran dan keputusan kita.
3️⃣ Dengan pertolongan Roh Kudus, merenungkan firman dan berusaha mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4️⃣ Menyadari bahwa firman itu bukan hanya tulisan, melainkan Sang Firman yang hidup, Yesus Kristus sendiri.

Sahabat, mari kita mengingat bahwa sumber kebahagiaan sejati hanya ada di dalam Tuhan. Dialah yang mampu mengisi hati kita dengan damai, sukacita, dan kekuatan, bahkan di tengah kelemahan dan kesedihan.


🙏 Doa

Tuhan Yesus, kami sering mencari kebahagiaan pada hal-hal duniawi, bahkan pada orang-orang terdekat kami. Namun hari ini kami diingatkan bahwa hanya Engkaulah sumber kebahagiaan sejati. Penuhi hati kami dengan firman-Mu, agar hidup kami selalu dipimpin oleh kasih dan damai-Mu.
Amin.

Share:

✨ Hanya Dia yang Bertakhta

Pernahkah Anda melihat sebuah rumah kosong yang lama tidak dihuni? Awalnya mungkin bersih, tapi lama-kelamaan debu menumpuk, serangga dan hewan kecil mulai datang, bahkan seolah-olah rumah itu sudah berpindah tangan dan ada “penguasanya” yang baru.

Hati kita juga bisa seperti itu. Saat pertama kali kita menerima Yesus, hati kita dibersihkan dan dipenuhi sukacita. Namun, jika kita berhenti hanya pada pengalaman awal itu dan tidak sungguh-sungguh membuka hati setiap hari untuk Roh Kudus bertakhta, hati kita bisa kembali “kosong”. Dan hati yang kosong tidak akan pernah benar-benar kosong—ada hal lain yang akan mengisinya: hawa nafsu, iri hati, kebencian, atau kuasa jahat yang mengikat kita.

Itulah sebabnya Yesus mengingatkan bahwa hidup kita harus terus-menerus dipimpin dan dipenuhi oleh Tuhan. Bukan hanya sekali, tetapi setiap hari kita perlu meminta-Nya tinggal dan memerintah dalam hati kita. Kalau Yesus bertakhta, tidak ada ruang bagi kuasa jahat atau keinginan duniawi.

Hari ini mari kita bertanya dalam hati:
👉 Apakah Yesus benar-benar yang bertakhta dalam hidup saya?
👉 Atau ada hal lain yang diam-diam menguasai hati saya?

Mari jangan biarkan hati kita kosong. Biarlah Kristus yang menguasai, membentengi, dan mengarahkan hidup kita. Sebab hanya bila Dia yang bertakhta, hidup kita akan dipenuhi damai sejahtera dan kekuatan untuk melawan godaan dunia.

🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus yang penuh kasih,
kami bersyukur karena Engkau telah membersihkan dan membarui hidup kami. Jangan biarkan hati kami kosong, tetapi penuhilah selalu dengan hadirat-Mu. Biarlah Engkau saja yang bertakhta, memimpin, dan menguasai hidup kami, sehingga tidak ada kuasa jahat, hawa nafsu, atau keinginan duniawi yang mengikat kami lagi. Kami mau hidup hanya untuk-Mu, ya Tuhan.
Dalam nama Yesus Kristus kami berdoa,
Amin.

Share:

Mata Imanmu Tertutup?

Saat mata iman tertutup, kita mudah salah menilai. Firman Tuhan membuka hati dan pikiran agar melihat kebenaran serta berjalan dalam terang-Nya.

Lukas 11:14-23

Coba bayangkan, ada lima orang diminta memakai kacamata dengan warna berbeda: hitam pekat, merah, hijau tua, biru tua, dan bening. Mereka semua melihat objek yang sama. Apakah hasil pandangannya sama? Tentu tidak. Warna kaca itu memengaruhi cara mereka menilai apa yang terlihat.

Hal serupa terjadi pada orang Farisi dan ahli Taurat saat Yesus mengusir roh jahat dari seorang bisu. Bukannya melihat kuasa Allah yang nyata, mereka justru menuduh Yesus melakukannya dengan kuasa Beelzebul. Mengapa? Karena “kacamata” hati mereka sudah tertutup iri, dengki, dan kebencian. Mereka tidak lagi mampu melihat dengan jernih. Hasilnya: lahirlah fitnah, olok-olok, dan sinisme.

Kalau kita jujur, kadang kita juga seperti mereka. Ada kalanya kita melihat orang lain bukan apa adanya, tapi lewat “kacamata” iri hati, sakit hati, atau kepahitan. Akibatnya, penilaian kita jadi keliru, bahkan bisa melukai orang lain.

💡 Pertanyaannya untuk kita:

  • Kacamata apa yang sedang saya pakai saat menilai orang lain?

  • Apakah iri, gengsi, atau luka hati menutup mata iman saya?

  • Apakah saya masih bisa melihat karya Tuhan dalam hidup orang lain dengan hati yang bersih?

Mari kita minta Tuhan menolong kita untuk menyadari apa saja yang menutupi mata iman. Biarlah Tuhan yang membersihkan lensa hati kita, supaya kita bisa melihat dengan jernih, mengasihi dengan tulus, dan menilai dengan bijak. Karena di dalam Tuhan, rasa iri bisa diubah menjadi dorongan untuk bertumbuh, bukan batu sandungan bagi diri sendiri maupun orang lain.

Doa 

“Tuhan Yesus yang penuh kasih, terima kasih karena Engkau telah membuka mata iman kami untuk melihat kebaikan dan karya-Mu dalam hidup ini. Ampunilah kami jika sering kali iri hati, kepahitan, dan dosa menutupi pandangan kami, sehingga kami tidak mampu melihat kasih-Mu dengan benar.

Ya Tuhan, tolonglah kami agar senantiasa memiliki hati yang bersih, penuh syukur, dan mampu melihat sesama dengan kasih. Jadikan hidup kami saluran berkat dan terang-Mu bagi orang lain. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa dan mengucap syukur. Amin.”

Share:

Melakukan yang Baik dan Benar

Firman Tuhan menuntun kita untuk selalu melakukan yang baik dan benar, membawa berkat, dan menjadi teladan dalam setiap langkah kehidupan.

Lukas 10:38-42

Pernahkah kita merasa sudah melakukan sesuatu yang baik, tetapi ternyata Tuhan menilai berbeda?

Kisah Marta dan Maria mengajak kita merenungkan perbedaan antara “baik” menurut kita dan “benar” menurut Tuhan.

Bayangkan suasananya: Yesus datang bersama murid-murid-Nya. Marta menyambut dengan hangat dan langsung sibuk menyiapkan jamuan. Maria, adiknya, memilih duduk di dekat Yesus, mendengarkan setiap perkataan-Nya. Dari sudut pandang manusia, Marta tampak lebih benar — sibuk melayani — sedangkan Maria “terlihat” tidak membantu.

Namun, ketika Marta mengadu pada Yesus, jawabannya cukup mengejutkan: Marta khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak hal, sementara Maria telah memilih “bagian terbaik” yang tidak akan diambil darinya.
Yesus tidak menolak pelayanan Marta, tetapi Ia mengingatkan bahwa pelayanan tanpa hati yang tenang, tulus, dan penuh sukacita akan kehilangan makna.

Kadang kita seperti Marta: sibuk mengurus banyak hal, bahkan untuk Tuhan, tetapi lupa duduk dan berdiam diri di hadapan-Nya. Kita lupa bahwa pekerjaan yang benar-benar berkenan di hati Tuhan lahir dari relasi yang intim dengan-Nya.

💡 Renungan untuk kita:

  • Apakah saya mengutamakan kesibukan atau keintiman dengan Tuhan?

  • Apakah hati saya tetap tulus dan damai saat melayani, atau mulai dipenuhi keluhan?

Mari kita belajar menyeimbangkan keduanya: seperti Marta, kita tetap bekerja dan melayani; seperti Maria, kita juga memilih waktu terbaik untuk duduk dekat Tuhan. Karena hanya dengan hati yang melekat pada-Nya, kebaikan yang kita lakukan akan menjadi benar di mata-Nya.

Share:

Pujian Ibadah 16 Agustus 2025

Share:

Kasih yang Melampaui Batas


(Lukas 10:25–37)

Pernahkah kita mengasihi dengan “batas”?
Misalnya, kita hanya mau menolong kalau orang itu baik pada kita, atau kita berharap suatu hari dia akan membalasnya? Banyak orang memberi kasih dengan tujuan tertentu—supaya dipuji, dihormati, atau mendapatkan imbalan. Tetapi kasih yang Yesus ajarkan berbeda.

Ketika seorang ahli Taurat bertanya pada Yesus tentang bagaimana memperoleh hidup yang kekal, jawabannya terdengar sederhana: mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Namun ahli Taurat itu ingin memperjelas—atau mungkin mencari celah—dengan bertanya, “Siapakah sesamaku manusia?”

Yesus menjawab dengan kisah yang kita kenal sebagai Perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati.
Seorang pria dirampok di jalan menuju Yerikho, dipukuli, lalu ditinggalkan nyaris mati. Seorang imam lewat, melihat, lalu menghindar. Seorang Lewi juga melihat, lalu berjalan terus. Namun seorang Samaria—yang pada zaman itu dianggap musuh oleh orang Yahudi—justru berhenti, menolong, merawat luka-lukanya, bahkan membawa dia ke penginapan dan membayar biaya perawatannya.

Yesus kemudian bertanya, “Siapa yang menjadi sesama manusia bagi orang yang dirampok itu?”
Ahli Taurat menjawab, “Orang yang menunjukkan belas kasihan kepadanya.”
Yesus pun berkata, “Pergilah, dan perbuatlah demikian.”

Kasih sejati tidak dibatasi oleh perbedaan suku, agama, status sosial, atau hubungan pribadi. Kasih sejati adalah kasih yang melampaui batas—kasih yang lahir dari hati yang digerakkan oleh belas kasihan Kristus.

Saudaraku,
Kita pun pernah mengalami kasih yang melampaui batas itu—kasih Kristus yang menyelamatkan kita. Karena itu, mari kita menjadi saluran kasih itu bagi siapa pun, tanpa syarat, tanpa pamrih, dan tanpa memandang latar belakang.

Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau telah lebih dulu mengasihi kami tanpa syarat. Ajar kami untuk mengasihi setiap orang dengan tulus, melampaui batas-batas yang ada, dan menjadi saksi kasih-Mu di mana pun kami berada. Amin.

Share:

Kemuliaan Hanya bagi Allah

"Kemuliaan Hanya bagi Allah" – Temukan firman Tuhan yang penuh hikmah. Situs ini menyajikan renungan, ayat suci, dan inspirasi rohani untuk mendekatkan diri pada-Nya. #FirmanTuhan #KemuliaanBagiAllah
Lukas 10:17-20

Pernahkah kita merasa bangga sekali setelah berhasil melakukan sesuatu?
Rasanya ingin semua orang tahu. Apalagi jika keberhasilan itu terasa besar dan berarti. Tapi di balik rasa bangga itu, tanpa sadar, sering kali ada benih kecil yang namanya kesombongan.

Itulah yang Yesus lihat pada murid-murid-Nya ketika mereka kembali dari misi penginjilan. Mereka bersukacita karena kuasa kegelapan tunduk di bawah nama Yesus. Namun, Yesus mengarahkan fokus mereka:

“Lebih baik kalian bergembira karena namamu tercatat di surga.” (Lukas 10:20, BIMK)

Yesus tidak menolak keberhasilan mereka, tapi Ia mengingatkan bahwa yang paling berharga bukanlah kuasa yang kita pegang, melainkan status kita sebagai milik Allah. Semua keberhasilan itu pun bukan dari kita, melainkan anugerah Tuhan.

Kesombongan itu licin—ia bisa masuk bahkan lewat keberhasilan rohani. Sedikit demi sedikit, kita bisa merasa “ini hasil kerja keras saya” atau “karena kemampuan saya”, padahal semua itu hanya mungkin karena Tuhan yang memberi kuasa, kesempatan, dan hasil.

Amsal 16:18 mengingatkan,

“Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.”

Saudaraku,
Kalau hari ini kita sedang ada di puncak keberhasilan, bersyukurlah, tapi tetaplah rendah hati. Kalau kita merasa “sukses” di mata manusia, ingatlah: semua itu milik Tuhan. Gunakan untuk kemuliaan-Nya.

Mari berdoa:

“Tuhan, jauhkan aku dari kesombongan. Ajar aku untuk selalu mengembalikan segala pujian dan kemuliaan hanya bagi-Mu, Sang Pemilik segala keberhasilan.”

Share:

Kristen Tanpa Pertobatan?

"Kristen Tanpa Pertobatan? Temukan kebenaran melalui firman Tuhan! Jelajahi makna pertobatan sejati sesuai Alkitab. Baca renungan inspiratif sekarang!"
Lukas 10:13-16

Pernahkah kita bertanya, "Apakah aku sungguh Kristen, atau hanya sekadar punya label Kristen?"
Ada istilah yang sering terdengar: "Kristen KTP" — Kristen Tanpa Pertobatan. Ini menggambarkan seseorang yang mengaku percaya, rajin beribadah, tetapi hidupnya tidak mengalami perubahan nyata.

Di zaman Yesus, fenomena ini sudah ada. Penduduk Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum menyaksikan langsung kuasa Yesus melalui banyak mukjizat. Mereka kagum, mereka heran, bahkan mungkin mereka bersorak saat melihat mujizat terjadi. Tetapi… hati mereka tetap keras. Mereka tidak mau bertobat.

Mengapa bisa begitu?
Karena bagi sebagian orang, iman hanya diukur dari kenyamanan yang dirasakan: “Selama aku diberkati, aku senang.” Tetapi ketika Tuhan menegur, mengajak berubah, atau menantang kita meninggalkan dosa, responnya adalah menolak.

Padahal, mukjizat terbesar bukanlah kesembuhan tubuh atau berkat materi. Mukjizat terbesar adalah hati yang diubahkan.

Bertobat berarti berbalik dari jalan dosa dan mau diarahkan Tuhan. Berkabung berarti menyesali dosa dengan tulus, bukan karena malu ketahuan, tetapi karena sadar telah menyakiti hati Tuhan.

Saudaraku,
Jangan sampai kita hanya menikmati status Kristen tanpa mengalami pertobatan yang sejati. Tuhan rindu kita bukan sekadar tahu firman-Nya, tetapi menghidupinya. Setiap hari adalah kesempatan untuk dibentuk Roh Kudus menjadi semakin serupa Kristus.

Hari ini, mari berdoa:

“Tuhan, ubahkan hatiku. Jangan biarkan aku menjadi Kristen tanpa pertobatan. Biarlah hidupku memancarkan kasih dan kebenaran-Mu setiap hari.”

Share:

💬 Diutus dan Diperlengkapi

"Diutus dan Diperlengkapi – Temukan inspirasi, renungan, dan bahan pelayanan untuk bertumbuh dalam iman dan melayani dengan kuasa Tuhan."

Lukas 10:1-12

Pernahkah Anda membayangkan menjadi seorang atlet yang mewakili Indonesia di Olimpiade? Pasti bangga sekali. Bukan hanya karena mengejar medali, tetapi juga membawa nama bangsa di hadapan dunia. Mereka berangkat dengan beban tanggung jawab, tapi juga dengan keyakinan: ada dukungan, latihan, dan perlengkapan yang memadai.

Bacaan hari ini mengisahkan Yesus mengutus 70 murid. Kita tidak tahu detail siapa saja mereka—bisa muda, tua, laki-laki, perempuan, lajang, atau sudah berkeluarga. Tapi yang jelas, mereka semua menerima perintah Yesus tanpa menolak. Mereka diutus bukan karena sudah sempurna, melainkan karena Yesus tahu: Ia sendiri yang akan memperlengkapi mereka.

Tiga misi utama yang mereka bawa:

  1. Menyebarkan damai sejahtera — menghadirkan kasih persaudaraan yang tulus.

  2. Menyembuhkan — bukan hanya fisik, tetapi juga luka hati dan batin.

  3. Memberitakan Kerajaan Allah — menghadirkan karakter dan kehendak Allah di dunia ini melalui Kristus.

Sekarang, giliran kita. Kita juga diutus. Mungkin bukan ke desa-desa seperti murid-murid itu, tetapi melalui profesi kita, lingkungan keluarga, atau komunitas kita. Misi ini kadang terasa berat kalau dilakukan sendirian. Itu sebabnya Yesus mengutus murid-murid berdua-dua—agar saling menguatkan, mengingatkan, dan berdampak lebih besar.

Saudaraku, mari jalani panggilan ini dengan iman. Jangan takut kekurangan. Jangan gentar menghadapi tantangan. Tuhan yang mengutus, adalah Tuhan yang memperlengkapi.

📖 Refleksi:

  • Apakah saya sadar bahwa saya sedang diutus oleh Tuhan hari ini?

  • Bagian mana dari misi Tuhan yang bisa saya mulai wujudkan dari tempat saya sekarang?

🙏 Doa:
Tuhan, terima kasih karena Engkau mempercayakan misi-Mu kepada kami. Ajari kami untuk percaya bahwa Engkau yang mengutus, juga yang memampukan. Pakailah hidup kami, supaya damai-Mu, kasih-Mu, dan Kerajaan-Mu hadir di dunia ini. Amin.

Share:

HATI YANG MELEKAT

 *Dinamika hidup ilahi ditentukan oleh kualitas hubungan kita dengan Tuhan, yaitu sejauh mana hati kita melekat kepada-Nya.

#* Karena itu, pikiran kita harus senantiasa tertuju kepada Tuhan. Tentu, kita tetap harus menyediakan waktu untuk keluarga, pekerjaan, dan tanggung jawab lainnya, tetapi fokus utama hidup kita adalah Tuhan, hingga hal itu menjadi ritme yang tetap dalam kehidupan.

#Memang, waktu kita banyak tersita oleh pekerjaan dan upaya mencari nafkah. Namun, pasti ada celah waktu untuk memiliki “me time” bersama Tuhan, dan itulah yang harus menjadi prioritas. Kita perlu berani mengorbankan tontonan yang tidak bermanfaat, serta pertemuan-pertemuan yang tidak membangun, agar hidup kita digarami oleh kehadiran Tuhan. Barulah kita dapat berkata: “Tuhan dan Kerajaan-Mu adalah segenap hidupku.”

# Sekiranya kita diberi usia hidup seribu tahun dan menjalani kehidupan dengan kebiasaan seperti ini, mungkin belum tentu cukup untuk mengenal dan mengalami Allah yang tidak terbatas. Apalagi kita hanya memiliki waktu hidup sekitar 70 hingga 100 tahun. Memang, terkadang kita merasa belum sungguh-sungguh mengalami Tuhan, padahal kita telah berusaha dengan segenap hati untuk mencari-Nya. Kita juga kerap merasa pertumbuhan rohani kita sangat lambat. Secara jujur, perasaan tersebut bisa membuat kita menjadi tawar hati.

#Di sinilah dibutuhkan ketekunan dan kesabaran. Kita harus tetap mencari Tuhan. Apalagi ketika kita berada dalam kondisi sulit, dan seolah-olah Tuhan tidak peduli terhadap pergumulan hidup kita—padahal kita sudah berusaha hidup suci, berdoa, bahkan berpuasa. Namun, keadaan hidup kita tetap tampak berantakan, dan Tuhan seakan menutup mata terhadap permasalahan kita. Dalam situasi seperti ini, kita dituntut untuk tetap tekun. Ini merupakan bagian dari proses pendewasaan rohani.

#  Karena itu, kita harus berani mempercayai bahwa hanya Tuhan yang benar-benar berharga. Tidak ada yang lebih bernilai dibandingkan Tuhan. 

#Jika kita mencermati tokoh-tokoh besar dalam Alkitab, sering kali Tuhan membawa mereka kepada kondisi-kondisi yang sangat kritis. Orang-orang besar pasti mengalami hal ini. Misalnya: Abraham harus menunggu kelahiran anaknya selama 25 tahun, lalu diperintahkan untuk mempersembahkan Ishak. Yusuf dijerumuskan ke dalam sumur, lalu ke penjara, atas tuduhan palsu. Musa harus menghadapi Laut Kolzum dengan bukit di kiri-kanannya dan laut di hadapannya. Daniel harus masuk ke gua singa. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego harus menghadapi dapur api yang menyala-nyala. Mereka adalah pribadi-pribadi besar, kekasih TUHAN, yang pada akhirnya akan bersama Yang Mahabesar dan Mahamulia, Elohim YAHWEH, di Kerajaan Surga.

#   Lalu, pertanyaannya: Apakah kita juga memiliki hak istimewa seperti mereka? Jawabannya: ya, tetapi hal itu bergantung pada kita. Tuhan pasti menyediakan opsi atau pilihan, namun bergantung pada seberapa besar keberanian kita untuk membayar harga dari pilihan itu. Maka dari itu, kita harus memiliki jiwa nekat secara rohani, bukan nekat buta, tetapi nekat yang lahir dari kerinduan untuk memilih yang terbaik.

# dinamika hidup anak-anak Allah yang berjalan bersama Tuhan sejak di bumi akan berlanjut di dalam kekekalan.

Hikmat Yang Saya dapatkan dari perenungan hari ini.

DINAMIKA HIDUP ILAHI DITENTUKAN OLEH KUALITAS HUBUNGAN KITA DENGAN TUHAN, YAITU SEJAUH MANA HATI KITA MELEKAT KEPADA-NYA.

Pokok Doa:

Puji syukur atas kuasa Tuhan yang melampaui segala kuasa, dan mohon penyertaan-Nya yang melindungi kita senantiasa.

Mengalir dalam kehidupan kita semua. Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. Pekerjaanmu. Sawah dan ladang mu. perusahaanmu Studi mu. Tokomu Usaha mu. Kantor mu, MOU mu, Pelanggan mu Rumah mu. Keluargamu. Pelayanan mu. Gereja mu.. Majikanmu, serta Calon pendampingmu 

Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami.. saya sadar bertambahnya hari harimu . Bertambahnya juga hikmat ku, supaya kami tetap kuat dan selalu ada terobosan  dan proses  untuk sukses

Share:

Tidak Layak

Keadaan yang tak sesuai firman Tuhan. Kehidupan ini tidak layak di hadapan-Nya, perlu pertobatan dan anugerah-Nya.

Lukas 9:57-62

Mengikut Yesus bukan sekadar berkata, “Aku mau mengikut-Mu, Tuhan”. Bukan pula sekadar merasa terpanggil. Mengikut Yesus berarti siap berjalan bersama Dia—di mana saja, kapan saja—walau harus melewati jalan yang tidak nyaman. Yesus sendiri ditolak, tidak diberi tempat, dan menghadapi banyak tantangan. Mengikut Dia berarti siap mengalami hal yang sama.

Dalam perjalanan-Nya, Yesus berbicara kepada tiga orang (Lukas 9:57–62). Ada yang menawarkan diri untuk mengikut-Nya, ada yang Dia ajak langsung, dan ada yang mau ikut tapi masih ingin mengurus hal lain dulu. Kepada mereka, Yesus memberi tiga gambaran:

  1. Serigala punya liang, burung punya sarang, tetapi Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Mengikut Yesus berarti siap hidup tanpa kenyamanan dunia yang dijadikan sandaran.

  2. Biarlah orang mati menguburkan orang mati. Mengikut Yesus berarti memberi prioritas tertinggi pada panggilan-Nya, melebihi urusan pribadi yang kelihatannya penting.

  3. Orang yang membajak tidak boleh menoleh ke belakang. Mengikut Yesus berarti berjalan dengan fokus, tidak goyah, dan tidak kembali ke kehidupan lama.

Yesus menegaskan: mengikut Dia harus total, konsisten, dan berkualitas. Tidak ada setengah hati. Jika komitmen itu hilang, kata-Nya tegas: tidak layak.

Hari ini, mari kita bertanya pada diri sendiri:

  • Apakah aku masih setia seperti saat pertama mengikut Yesus?

  • Apakah ada kenyamanan atau urusan pribadi yang diam-diam menahan langkahku?

Mintalah Tuhan menolong kita agar tetap setia, meski ada risiko dan pengorbanan. Mari saling menguatkan, agar bila ada yang jatuh, ia dapat bangkit lagi—setia berjalan bersama Yesus, memberitakan Injil Kerajaan-Nya.

Share:

Marah Tidak Menguntungkan

Lukas 9:51-56

Setiap orang bisa marah. Ada yang marah karena niat baiknya tidak mendapat tanggapan positif, ada pula yang marah karena merasa diperlakukan tidak adil. Perasaan ini wajar, tetapi yang sering menjadi masalah adalah tindakan yang menyusul setelahnya. Tidak jarang, kemarahan membuat seseorang mengutuk, mengancam, bahkan berdoa agar Tuhan menghukum orang yang membuatnya marah.

Kisah serupa terjadi pada Yakobus dan Yohanes. Mereka begitu marah kepada orang-orang Samaria di sebuah desa hingga meminta persetujuan Yesus untuk memanggil api dari langit dan membinasakan mereka (ay. 54). Kemarahan ini dipicu oleh penolakan orang-orang Samaria ketika Yesus ingin melewati desa mereka menuju Yerusalem (ay. 53).

Bagi kita, alasan ini mungkin terdengar membingungkan. Namun, pada masa itu hubungan orang Yahudi dan orang Samaria memang penuh ketegangan (Yoh. 4:9). Orang Yahudi beribadah di Yerusalem, sedangkan orang Samaria di Gunung Gerizim (Yoh. 4:20). Maka, penolakan terhadap Yesus—yang adalah orang Yahudi—saat Ia hendak melewati wilayah mereka menuju Yerusalem bisa dianggap wajar dalam konteks hubungan kedua bangsa tersebut.

Meski demikian, marah sampai meminta Tuhan menghukum orang lain bukanlah sikap yang berkenan di hadapan-Nya. Sebelumnya, Yesus telah menegur murid-murid-Nya untuk tidak melawan mereka yang bukan musuh mereka (Luk. 9:50). Kini, Ia juga menegur mereka agar tidak mengutuk sekalipun kepada orang yang menolak Dia (ay. 55).

Kemarahan yang mendorong kita untuk mengutuk hanya membuat kita terjebak pada kepentingan diri sendiri dan bersikeras mempertahankan hal-hal yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Ia tidak menghendaki pembelaan dengan amarah. Sebaliknya, Yesus mengajar, “Kasihilah musuh-musuhmu” (Luk. 6:27).

Kiranya kita saling mendoakan, agar setiap orang mampu saling memahami dan bersama-sama mencari solusi dalam damai.

Share:

🤝 Kawan, Bukan Lawan

Firman Tuhan mengajar kita melihat sesama sebagai kawan, bukan lawan—hidup dalam damai, bukan permusuhan, mencerminkan kasih Kristus.

"Barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu." – Lukas 9:50


🔍 Siapa yang Di Pihak Kita?

Bayangkan seseorang sedang melayani, melakukan kebaikan, bahkan mengusir setan dalam nama Yesus—tapi... dia bukan dari ‘lingkaran kita’.
Reaksi spontan Yohanes waktu itu cukup bisa dimengerti.

“Guru, dia bukan dari kelompok kita. Kami sudah melarang dia!”

Bukankah kita pun sering berpikir serupa?
“Dia bukan dari gereja kita.”
“Dia bukan dari pelayanan kita.”
“Dia bukan dari tradisi atau cara kita.”

Namun Yesus menjawab dengan mengejutkan:

“Jangan kamu cegah dia!”

🤲 Pelayanan Bukan Milik Eksklusif

Yesus mengingatkan para murid—and kita hari ini—bahwa pelayanan bukan tentang grup, label, atau pengakuan dari manusia.
Selama seseorang sungguh-sungguh melayani dalam nama Yesus, dengan maksud menyatakan kasih, membagikan kebaikan, dan menyebarkan terang Kristus, maka dia adalah kawan sepelayanan.

Tuhan Yesus tidak sedang mencari loyalitas terhadap kelompok—Dia mencari hati yang tulus dan tangan yang mau melayani.

🧍‍♂️🧍‍♀️ Saat Pelayanan Jadi Ajang Kompetisi

Di zaman sekarang, tidak jarang kita menjadikan pelayanan sebagai “wilayah kekuasaan”.

  • Persaingan antar gereja.

  • Kecurigaan terhadap kelompok lain.

  • Pengkotakan siapa yang “asli” pelayan dan siapa yang “palsu”.

Tapi Yesus tidak pernah membatasi kasih-Nya hanya untuk satu golongan. Ia justru membuka pelayanan-Nya untuk semua orang yang bersedia melayani dalam kasih dan kebenaran.

❓ Refleksi: Apakah Kita Kawan atau Lawan?

  • Apakah kita mudah menghakimi pelayanan orang lain hanya karena caranya berbeda?

  • Apakah kita melihat sesama pelayan dari komunitas lain sebagai ancaman?

  • Ataukah kita bersedia bekerja sama, saling mendoakan, dan memperkuat satu sama lain?

✨ Pelayanan yang Menyatukan

Yesus memanggil kita untuk menjadi satu tubuh.
Bukan membangun “tembok perbedaan”, tetapi jembatan kesatuan.
Bukan berlomba-lomba menunjukkan siapa yang paling rohani, tapi bersama-sama menunjukkan kasih Kristus kepada dunia.

🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, sering kali kami mengkotak-kotakkan siapa yang layak dan tidak layak melayani atas nama-Mu.
Ampuni kami yang merasa pelayanan adalah milik kelompok kami saja.
Ajari kami untuk membuka hati, melihat saudara kami yang juga melayani-Mu dengan tulus.
Bentuk kami menjadi satu tubuh, satu iman, satu kasih, dan satu tujuan: memuliakan Engkau. Amin.

Share:

👶 Nilai Diri: Belajar dari Anak Kecil

 

Firman Tuhan mengajarkan bahwa anak kecil mencerminkan kerendahan hati dan ketulusan—dua nilai diri yang penting dalam kerajaan Allah.
📖 Lukas 9:46–48

“Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku...”
— Lukas 9:48


🙄 Siapa yang Terbesar?

Murid-murid Yesus sedang sibuk berdebat:
“Siapa yang paling hebat di antara kita?”
Pertanyaan ini terasa akrab, bukan? Kita pun—disadari atau tidak—sering bertanya hal yang sama dalam hati:

“Apakah aku cukup dihargai? Apakah orang lain mengakui aku? Mengapa bukan aku yang lebih diutamakan?”

Dunia mengajar kita untuk menjadi yang paling menonjol. Tapi Yesus menampilkan sosok yang tak disangka sebagai ilustrasi terbesar:
Seorang anak kecil.


👧 Apa Istimewanya Anak Kecil?

Di mata dunia, anak kecil sering dianggap:

  • Tidak penting.

  • Tidak punya suara.

  • Tidak bisa diandalkan.

Namun Yesus melihat mereka berbeda. Bagi-Nya, anak kecil bukan pengganggu, tapi teladan kerendahan hati dan ketulusan.

Yesus berkata,

“Siapa yang menyambut anak kecil ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Artinya, menghormati yang dianggap kecil adalah bentuk nyata dari menghormati Kristus sendiri.


🔄 Paradoks Nilai Diri

Nilai sejati seorang murid bukan diukur dari gelar, jabatan, atau pujian orang, tetapi dari kesediaan untuk merendahkan diri seperti anak kecil.

Dunia berkata:
“Naiklah ke atas.”
Tapi Yesus berkata:
“Turunlah ke bawah, dan angkatlah orang lain.”


❓ Refleksi: Bagaimana Kita Menilai Orang?

  • Apakah kita hanya menghormati orang yang “berpengaruh”?

  • Apakah kita mudah mengabaikan mereka yang kecil, lemah, atau tidak sesuai “standar” kita?

  • Apakah kita bersedia “menyambut anak kecil”—bukan hanya secara harfiah, tapi juga menyambut mereka yang dipandang kecil dalam masyarakat?


✨ Jadilah Besar di Mata Allah

Kita diajak untuk tidak sibuk membesarkan diri, tapi belajar meninggikan orang lain.
Bukan mencari tempat terbaik, tapi memberi tempat bagi yang tak dianggap.
Inilah jalan murid Yesus:
rendah hati, penuh kasih, dan terbuka untuk semua.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, dunia kami mengajarkan untuk menjadi besar, tapi Engkau mengajar kami untuk menjadi kecil.
Ampuni kami yang sering mengukur nilai diri dari pengakuan manusia.
Ajari kami untuk menyambut mereka yang sering diabaikan, dan melihat nilai dalam setiap orang.
Kami rindu menjadi besar di mata-Mu, bukan di mata dunia. Amin.

Share:

🙏 Sekadar Takjub atau Sungguh Mengerti?

 
Renungkan firman Tuhan: Apakah kita hanya sekadar takjub, atau sungguh mengerti dan menghidupi kebenaran-Nya dalam kehidupan setiap hari?

"Dengarkan dan camkanlah segala perkataan-Ku ini..."
— Lukas 9:44

🤩 Takjub, Tapi Tidak Mengerti

Yesus baru saja melakukan mukjizat luar biasa—mengusir roh jahat dari seorang anak. Orang banyak takjub. Mereka kagum dan heran akan kuasa Allah.

Namun menariknya, di tengah kekaguman orang banyak, Yesus tidak merayakan pujian mereka. Justru Ia berkata sesuatu yang tidak sesuai dengan suasana hati mereka:

“Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”

Mengapa Yesus berbicara soal penderitaan di tengah perayaan dan kekaguman?

Karena takjub bukanlah tanda iman yang sejati.

🎯 Dari Takjub ke Pemahaman

Yesus mengajak para murid—dan juga kita—untuk naik satu level dalam relasi kita dengan Dia.
Bukan sekadar kagum dengan karya-Nya, tetapi mengerti maksud dan jalan-Nya, termasuk penderitaan salib.

Ini adalah ajakan untuk mendengar lebih dalam, merenungkan lebih sungguh, dan memahami kehendak-Nya meski itu tidak selalu menyenangkan atau sesuai ekspektasi kita.

❓Refleksi: Bagaimana Kita Merespons Firman?

  • Apakah kita hanya menikmati bagian-bagian firman yang menghibur dan menguatkan, tetapi enggan menyelami bagian yang menantang dan menyakitkan?

  • Apakah kita berani bertanya dan mencari tahu ketika tidak mengerti, atau hanya diam dan akhirnya lupa?

  • Apakah kita hanya terpesona oleh kuasa-Nya, tapi tidak benar-benar mengenal hati-Nya?

🌱 Iman yang Bertumbuh adalah Iman yang Mau Belajar

Iman yang sejati tidak berhenti di perasaan takjub.
Iman sejati bertumbuh lewat pemahaman, ujian, dan ketaatan dalam kehidupan nyata.

Para murid waktu itu memang belum mengerti, karena waktunya belum tiba. Tapi yang menyedihkan adalah:

“Mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu.” (ay. 45)

Jangan diam dalam kebingungan.
Bertanyalah kepada Tuhan. Carilah hikmat-Nya. Ia tidak pernah menolak mereka yang haus akan kebenaran-Nya.

✨ Mari Belajar Mengerti

Iman bukan hanya soal merasa baik, melainkan mengerti siapa Tuhan, apa yang Dia kehendaki, dan bagaimana kita hidup di dalam-Nya.

➡ Jadilah murid yang tidak hanya “terpukau”, tetapi “terbuka”.
➡ Beranilah mendekat kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, ajari aku memahami jalan-Mu.”
➡ Dengarkan firman bukan sekadar sebagai hiburan rohani, tapi sebagai arah hidup.

🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus, sering kali kami terpukau akan kuasa dan karya-Mu, tapi lambat memahami isi hati-Mu.
Ampunilah kami yang hanya ingin hal-hal menyenangkan, namun enggan mendengar tentang salib.
Ajari kami untuk menjadi murid-Mu yang peka, yang tidak hanya takjub, tetapi juga mengerti dan taat.
Kami rindu mengenal-Mu lebih dalam, dan hidup dalam firman-Mu setiap hari. Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.