Yesus kemudian menyingkapkan bahwa Iblis telah menampi Simon seperti gandum, tetapi Ia sendiri telah berdoa agar iman Simon tidak gugur. Namun, Yesus juga menubuatkan bahwa Simon akan menyangkal-Nya tiga kali (34). Selanjutnya, Yesus menegaskan bahwa nubuat tentang diri-Nya harus digenapi, yaitu bahwa Ia akan terhitung di antara pemberontak (37). Ketika para rasul menunjukkan pedang dan bertanya apakah itu cukup, Yesus menjawab, “Cukup,” bukan untuk menganjurkan kekerasan, tetapi menegaskan bahwa penggenapan rencana Allah tidak memerlukan kekuatan manusia (38).
Meski telah lama bersama Yesus, para rasul masih salah memahami makna Mesias. Mereka membayangkan Mesias sebagai pemimpin politis yang akan membebaskan Israel dari penjajahan, bukan sebagai Hamba Allah yang datang untuk melayani dan menyerahkan diri bagi penebusan dosa manusia. Karena itu, Yesus meluruskan pemahaman mereka bahwa Mesias sejati datang untuk menderita, disalibkan, dan menebus dunia dari dosa.
Kesalahan yang sama sering terjadi hingga kini. Banyak orang, termasuk orang Kristen, masih gagal memahami karya penyelamatan Yesus. Mereka ingin keselamatan tanpa salib, kemuliaan tanpa penderitaan. Padahal, jalan salib adalah cara Allah yang penuh hikmat dan kasih untuk menebus manusia.
Bukankah sering kita temui bahwa orang yang dahulu direndahkan kemudian diangkat tinggi oleh Tuhan? Yusuf, misalnya—ia dijual dan dipenjara, tetapi akhirnya diangkat Allah menjadi penguasa kedua di Mesir. Begitu pula Yesus. Ia disalibkan, tetapi melalui kebangkitan-Nya, Allah meninggikan Dia dan mengaruniakan nama di atas segala nama (Flp. 2:8–11).
Inilah kebenaran tentang Mesias yang harus kita pahami dan sampaikan kepada dunia: Yesus Kristus adalah Mesias yang menderita, mati, dan bangkit untuk menyelamatkan manusia dari dosa.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar