Para pemimpin agama mengejek-Nya dengan sinis:
“Orang lain Ia selamatkan, biarlah Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri jika Ia benar Mesias, orang pilihan Allah!”
Prajurit-prajurit pun menambah hinaan dengan menawarkan anggur asam. Di atas kepala-Nya, mereka menulis, “Inilah Raja orang Yahudi” — tulisan yang mereka maksudkan sebagai ejekan, tapi sesungguhnya adalah kebenaran. Tanpa mereka sadari, mereka telah mengakui bahwa Yesus memang Raja — bukan hanya bagi orang Yahudi, tapi bagi seluruh dunia.
Di tengah olokan itu, dua suara terdengar dari salib di samping-Nya. Satu penjahat ikut menghina, sementara yang lain mulai menyadari siapa yang sedang disalib di tengah mereka. Dengan hati yang hancur, ia berkata,
“Kita memang pantas menerima hukuman ini, tetapi Ia tidak berbuat salah apa pun.”
Dalam kejujuran dan penyesalan itu, penjahat tersebut berani beriman,
“Yesus, ingatlah akan aku apabila Engkau datang sebagai Raja.”
Dan Yesus menjawab dengan kasih yang tak terbayangkan,
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Betapa luar biasanya kasih dan pengampunan Yesus. Di tengah penderitaan-Nya, Ia masih membuka pintu keselamatan bagi seorang berdosa yang jujur mengakui kesalahannya.
Kita pun diundang untuk memiliki hati seperti penjahat itu — hati yang berani mengakui dosa, menyesal, dan percaya bahwa Yesus sanggup mengampuni.
Tak ada dosa yang terlalu besar bagi-Nya, asalkan kita datang dengan kejujuran dan kerendahan hati.
Yesus adalah Raja yang penuh kasih. Ia tidak hanya berkuasa, tetapi juga rela mengampuni.
Pengakuan yang jujur membuka jalan bagi pengampunan dan hidup yang baru di dalam Dia.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar