Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Pengharapan Yang Pasti

1 Petrus 1:1-5
Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan,
- 1 Petrus 1:3

Apa yang menjadi landasan kita beriman pada Tuhan Yesus? Jawabnya: pengharapan. Karena ada pengharapan sasaran iman kita menjadi jelas. Kita tidak beriman secara sia-sia atau tanpa arah. Bagian awal surat 1 Petrus membahas tentang pengharapan tersebut. Jemaat yang menerima surat dari Rasul Petrus tidak dalam keadaan baik-baik. Mereka hidup dalam penderitaan karena mempertahankan iman. Petrus menguatkan pembacanya agar memuji Tuhan. Bukan nasihat aneh, karena justru dengan memuji Tuhan, kita akan memfokuskan diri pada kebaikan Tuhan, bukan pada masalah kita.

Alasan untuk memuji Tuhan adalah “karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali” (ay. 3). Kehidupan baru di dalam Kristus adalah semata-mata rahmat Allah. Di dalam kehidupan baru, ada alasan bagi kita berpengharapan. Bukan asal pengharapan, tetapi pengharapan yang kuat dan pasti akan kehidupan di masa yang mendatang. Kehidupan baru dijamin oleh kebangkitan Yesus Kristus sendiri. Memang kita tidak menerima tubuh baru pada masa sekarang ini, tetapi nanti kita akan mendapatkannya. Kita sudah menerima kehidupan rohani yang baru yang akan menuju kesempurnaan pada saat kita bertemu dengan Tuhan di surga. Di surgalah kita menerima penggenapan warisan yang kekal atau tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu. Inilah penegasan bahwa pengharapan kita adalah pasti. Berkebalikan dengan warisan yang diterima orang Israel, yaitu tanah. Mereka menerima warisan yang fana, yang dapat cemar oleh dosa dan yang dapat layu atau rusak. Petrus sengaja menggunakan kata “kamu” (ay. 5) bukan “kalian” atau “kita” untuk menegaskan betapa personalnya warisan ini bagi setiap kita.
Sebagai orang percaya, marilah kita menaruh pengharapan pada sesuatu yang pasti dan bernilai tinggi. Bukan sesuatu yang material, fisikal atau keduniawian tetapi yang rohani dan surgawi. Ini berbeda dengan cara pandang dunia yang berfokus pada dunia dan isinya sekarang ini. Kaya harta surgawi jauh lebih berharga daripada kaya harta duniawi.
Refleksi Diri:
Siapa/apa yang menjadi tempat Anda menaruh pengharapan selama ini?
Mengapa pengharapan kepada Kristus bernilai tinggi?"
Share:

Meminta dan Mendapat

“Dan inilah keberanian mempercayai kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya.” – 1 Yohanes 5:14
Pada saat bangun pagi, seorang istri berkata pada suaminya, “Tadi malam aku mimpi, kamu kasih aku kalung berlian buat kado Natal. Bagaimana pendapatmu tentang mimpiku itu?” Suaminya menjawab, “Kamu akan tahu malam ini, Sayang”. Malam itu sang suami pulang membawa sebuah kotak kado. Dengan hati berdebar-debar penuh kebahagiaan, sang istri membuka kado itu perlahan-lahan. Di dalamnya ada sebuah buku yang berjudul “Arti-arti Mimpi”.
Mempunyai keinginan bukan hal buruk dan tabu. Bahkan bagi orang sakit atau pasien, memiliki keinginan membantu mereka secara fisik dan emosional untuk tabah dan kuat. Karena, keinginan itu memberi mereka secercah harapan untuk sembuh dan pulih lagi seperti sedia kala.
Sahabat wanita, sah-sah saja bila kita punya banyak keinginan, asalkan baik. Firman-Nya berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan terbuka bagimu” (Mat 7:7). Kita boleh minta banyak hal, tapi tidak boleh berpangku tangan. Upayakan yang bisa kita lakukan, karena doa diikuti dengan bekerja. Jangan memaksakan kehendak kita tapi mencari kehendak Tuhan, dimana Ia menghendaki agar kita mengenal Dia lebih dalam (Mat 9:13) dan memiliki belas kasihan (Mat 12:7). 
Mengenal Tuhan membuat kita mengerti yang Dia kenan dan tidak. Belas kasih menjadikan kita pribadi yang murah hati. Ketika kita memaksa, kita pun memaksa orang lain.
Doa: Tuhan, banyak yang aku pinta dari-Mu, tapi kehendak-Mu lah yang jadi. Apa yang Kau izinkan aku miliki, itu adalah yang terbaik dari-Mu .
Share:

Memulihkan Relasi Yang Rusak

2 Samuel 12:1-14, Mazmur 51

Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!
- Mazmur 51:12

Daud jatuh ke dalam dosa. Ia mengingini seorang wanita elok rupa bernama Batsyeba. Batsyeba adalah istri Uria, orang Het. Daud mengatur strategi untuk membunuh Uria dengan menempatkannya di barisan depan pertempuran. Perbuatan Daud ini jahat di mata Tuhan (2Sam. 11:27). Daud tidak langsung menyadari perbuatannya adalah dosa. Ia tidak sadar bahwa relasi yang selama ini ia miliki dengan Tuhan telah menjadi rusak.
Tuhan tidak tinggal diam. Dia mengutus Nabi Natan untuk menyadarkan Daud akan dosanya (2Sam. 12:1). Daud sekarang paham dirinya telah melakukan dosa. Ia tidak hanya mengakui dosanya di hadapan Natan, tetapi juga dengan rendah hati mengakui segala dosanya di hadapan Tuhan. Daud menyadari keberdosaannya dan memohon pengampunan dari Tuhan yang diungkapkannya dalam Mazmur 51. Daud mengatakan di dalam Mazmur-nya bahwa dirinya sangat kotor, tidak layak berdiri di hadapan Allah yang Mahasuci. Ia sujud dan kata-kata pertama yang diserukannya adalah, “Kasihanilah aku, ya Allah…” (Mzm. 51:3). Satu-satunya alasan Daud berani menghadap ke hadirat Tuhan adalah karena ia tahu belas kasihan Tuhan besar.
Daud dan Saul pernah jatuh ke dalam dosa. Dari kedua tokoh ini kita bisa melihat perbedaan yang jelas dalam hal respons atas kejatuhannya. Daud memilih untuk memohon belas kasihan Tuhan dan membangun kembali relasi dengan-Nya. Berbeda dengan Saul yang tidak sungguh-sungguh mengakui dosanya, apalagi memulihkan kembali relasinya dengan Tuhan. Akhir kehidupan Saul terbukti mengenaskan dibandingkan Daud.
Setiap kita juga memiliki potensi yang sama untuk jatuh ke dalam dosa. Dosa merusak relasi kita dengan Tuhan. Semakin lama dosa bertahan di dalam hidup kita maka semakin jauh juga relasi kita dengan Tuhan. Namun, kita yang berdosa bisa datang ke hadapan Tuhan Yesus karena belas kasihan-Nya begitu besar. Tuhan senantiasa memberi kesempatan kepada kita untuk sadar dan bertobat, serta kembali ke jalan-Nya. Mohonkan pengampunan dan mintalah Tuhan untuk memurnikan hati agar relasi kita dengan Tuhan kembali dipulihkan, seperti yang dilakukan oleh Daud.
Refleksi Diri:
Kapan Anda terakhir kali jatuh ke dalam dosa? Bagaimana relasi Anda dengan Tuhan saat itu?
Apakah Anda sudah mohon pengampunan dan minta Tuhan Yesus memurnikan hati Anda kembali?"
Share:

Beribadah Dan Memberi Persembahan

1 Tawarikh 16:23-29

Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah menghadap Dia! Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan.
- 1 Tawarikh 16:29

Dalam liturgi ibadah yang kita ikuti setiap minggunya, ada satu momen dimana semua jemaat diajak untuk memberikan persembahan. Biasanya pemimpin pujian akan mengatakan, “Marilah kita mengembalikan berkat yang sudah Tuhan berikan melalui persembahan,” atau kalimat-kalimat sejenis lainnya untuk mengajak jemaat memberikan persembahan. Di dalam Alkitab juga terdapat ajakan kepada umat Israel untuk membawa persembahan kepada Tuhan.
Kita bisa menemukan susunan liturgi ibadah yang biasa orang Israel lakukan melalui perikop hari ini. Sang pemimpin pujian melakukan panggilan beribadah kepada umat (ay. 23-24). Ia lalu memberikan alasan mengapa mereka harus beribadah kepada Tuhan (ay. 25-27) dan melanjutkan dengan momen memberikan persembahan (ay. 29).
Mengapa kita perlu memberikan persembahan dalam susunan liturgi ibadah? Apakah kita wajib melakukannya? Jika pertanyaan ini dipermasalahkan maka pertanyaan yang lebih utama patut dikemukakan: Mengapa kita perlu beribadah? Apakah kita wajib melakukan ibadah? Jawabannya sudah pasti, kita beribadah bukan karena kewajiban untuk dilakukan, melainkan seperti yang disampaikan pemimpin pujian di atas mengenai alasan beribadah, karena Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang besar dan telah terbukti kedahsyatan-Nya di antara allah bangsa-bangsa lain.
Dengan alasan yang sama kita beribadah dan memberikan persembahan, bukan karena ada tuntutan yang ditujukan kepada kita, tetapi karena Tuhan yang telah menunjukkan kedahsyatan-Nya kepada bangsa Israel adalah Tuhan yang sama yang masih menyatakan kedahsyatan-Nya di dalam kehidupan kita dengan wujud yang berbeda daripada yang bangsa Israel dapatkan. Memberikan persembahan adalah respons yang kita berikan kepada Tuhan karena kesetiaan-Nya dan sebagai ungkapan syukur kita kepada-Nya oleh karena berkat- berkat yang dicurahkan-Nya tidak pernah sedikit dan usai.
Persembahan sejati tidak berbeda dengan ibadah. Ibadah dan persembahan adalah dua hal yang sejajar. Saat memberikan persembahan, kita juga melakukan kewajiban ibadah kita untuk memuliakan Tuhan. Tuhan Yesus tidak membutuhkan harta kekayaan, melainkan pujian kita kepada-Nya. Tuhan juga tidak membutuhkan jumlah yang besar untuk kita masukkan ke dalam kantong persembahan, tetapi melihat hati yang sepenuhnya menyembah Dia. Hati yang menyembah dan memberi dengan penuh ucapan syukur.
Refleksi Diri:
Bagaimana sejauh ini Anda memahami makna dalam beribadah dan memberikan persembahan?
Apa sikap yang seharusnya Anda kembangkan dalam memberikan persembahan?
Share:

Akhir Yang Tragis

2 Samuel 18:9-18

Lalu mereka mengambil mayat Absalom dan melemparkannya ke dalam lobang yang besar di hutan itu, kemudian mereka mendirikan di atasnya timbunan batu yang sangat besar.
- 2 Samuel 18:17

AAbsalom adalah nama yang indah, artinya bapak kedamaian. Sayangnya, arti namanya bertolak belakang dengan kehidupannya. Sebagian besar perjalanan hidup Absalom dihabiskan dalam pemberontakan dan menghasilkan perpecahan. Semuanya diawali dendam. Bermula dengan peristiwa yang tampak konyol ketika Absalom tersangkut pohon saat menunggangi bagal, kemudian harus bertemu dengan Yoab yang berdarah dingin yang menghabisinya bersama orang-orangnya, dan akhirnya dikuburkan begitu saja di hutan. Pemberontakannya berujung pada kepahitan. Sungguh nahas akhir hidup Absalom.
Absalom sebetulnya sudah mempersiapkan kudeta dari jauh-jauh hari. Banyak orang Israel yang mengikutinya dan ia berhasil mempermalukan ayahnya, Daud (lih. 2Sam 15:1- 12). Sepertinya Absalom di atas angin. Namun, siapa sangka segala sepak terjangnya berakhir seperti itu. Ia akhirnya hanya dikenal sebagai seorang pemberontak yang gagal. Tidak ada orang yang menghargainya. Absalom tidak pernah bertobat sampai akhir hidupnya. Ia juga tidak punya kesempatan berekonsiliasi dengan ayahnya, hanya luka dan nama buruk yang ditinggalkannya. Sebuah akhir yang tragis.
Daud sebetulnya tetap mengasihi Absalom, bahkan mau bertukar nyawa dengannya. Daud bahkan berharap dapat menggantikan kematian anaknya (2Sam 18:33). Daud sudah mengusahakan dengan berpesan kepada para perwiranya agar jangan membunuh Absalom (2Sam 18:5), tetapi ia tidak dapat mengendalikan apa yang terjadi di medan perang. Daud tidak bisa menjamin hidup seseorang sekalipun dirinya seorang raja. Tuhan sudah menetapkan apa yang akan terjadi pada Absalom.
Belajarlah dari Absalom bahwa kita mungkin bisa menikmati apa saja yang sesuai keinginan kita, bahkan yang tidak sesuai kehendak Tuhan. Kita melihat hidup ini baik-baik saja. Namun, jangan juga melupakan bahwa kita tidak mengetahui ke mana hidup kita bergerak. Hanya Tuhan yang tahu. Banyak orang tidak punya kesempatan untuk bisa bertobat, ajal menjemput begitu cepat, ini akhir yang tragis. Jika Anda belum menerima Tuhan Yesus, segera percayalah kepada-Nya. Jika Anda sudah percaya Tuhan Yesus, jangan sia-siakan hidup. Manfaatkanlah setiap kesempatan yang Tuhan berikan untuk meninggalkan jejak-jejak yang menjadi berkat.
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan? Apa akibatnya?
Apa tindakan nyata yang lain kali Anda mau lakukan agar dapat memakai kesempatan yang Tuhan berikan dengan baik?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.