Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Orang Baik Atau Orang Setia?

Amsal 20

Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?

- Amsal 20:6

Selama hidup sampai hari ini, harus saya akui bahwa orang yang setia tidak mudah ditemukan di dunia ini. Orang yang baik mungkin sering kita jumpai dalam kehidupan karena tingkah laku ataupun perbuatan yang dilakukannya nyata, yang membuat kita berpendapat bahwa orang itu baik. Namun, jika berbicara tentang kesetiaan untuk membuktikannya haruslah diuji oleh waktu. Kesetiaan pada hakikatnya harus dibuktikan dengan melakukan sesuatu dan memerlukan waktu untuk menjalaninya. Orang yang baik banyak ditemukan, tetapi orang yang setia lebih sulit ditemukan.

Didalam bacaan di atas tadi  diungkapkan oleh penulis kitab Amsal ketika dalam pengalaman perjalanan kehidupannya, ia menemukan bahwa kesetiaan jarang ditemukan di dunia ini. Kata “menyebut diri” dalam ayat emas di atas bisa diterjemahkan sebagai memproklamasikan atau membuat pernyataan di depan publik sehingga makna ini bukan hanya sekadar tentang perasaan atau penilaian orang lain terhadap dirinya, tetapi merupakan perasaan atau penilaian yang diungkapkan di depan orang lain. Mengucapkan sumpah setia adalah satu hal, tetapi melakukannya adalah hal yang berbeda. Pengakuan di mulut dengan perbuatan nyata seringkali tidak sama. Janji dan realisasi seringkali tidak berteman. Mengucapkan sebuah janji memang mudah, membuktikannya adalah perkara yang tidak mudah.

Yang menarik dari perikop ini adalah penulis Amsal dengan jelas menyadari keterbatasan manusia untuk bisa setia sehingga Allah mempraktikkan melalui Yesus Kristus untuk menunjukkan apa arti kesetiaan yang sesungguhnya. Allah tidak hanya menuntut kesetiaan melalui firman-Nya, tetapi juga menuntun melalui wujud nyata kesetiaan. Ia tidak hanya memberikan perintah dan didikan, tetapi juga melakukan dan membuktikannya.

Pengorbanan Yesus Kristus seharusnya menjadi contoh yang sangat konkret untuk mendefinisikan apa arti kesetiaan. Perjalanan kesetiaan yang ditunjukkan Yesus menuju kayu salib dan menyelesaikan misi Allah untuk manusia dengan tuntas, harusnya menjadi contoh teladan bagi kita sebagai pengikut Kristus untuk belajar setia kepada-Nya. Berapa banyak janji setia yang sudah pernah diucapkan mulut kita? Berapa banyak yang sudah kita realisasikan? Kesetiaan bukan hanya ucapan belaka, melainkan dihidupi sampai kita bertemu muka dengan muka dengan Tuhan.

Refleksi Diri:

Apa faktor yang membuat Anda sulit menjadi setia, baik terhadap sesama maupun terhadap suatu hal yang Tuhan percayakan kepada Anda?

Apa bentuk kesetiaan yang ingin Anda lakukan dan akan terus dilakukan sepanjang hidup?"

Share:

Pengharapan Kedatangan Kristus

1 Tesalonika 4:13-18

Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari surga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit;
- 1 Tesalonika 4:16

Kita sudah mendengar dan menyaksikan berbagai berita mengejutkan yang terjadi di dunia saat ini. Misalnya, peperangan, bencana alam banjir, gempa bumi, angin puting beliung, pandemi Covid-19, dll. Hal ini membuat kita resah dan gelisah, seakan maut sangat dekat dengan kehidupan kita, bukan? Muncul pertanyaan, apakah masih ada pengharapan di hari esok? Mengapa semua peristiwa itu harus terjadi?
Alkitab menyingkapkan apa yang akan terjadi ketika Kristus datang untuk kedua kali dalam 1 Tesalonika 4:13-18. Paulus tidak ingin jemaat menjadi bodoh dengan tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal dunia (ay. 13). Dia ingin menghibur dan menguatkan iman jemaat bahwa masih ada pengharapan di balik kematian. Pertama, orang percaya yang meninggal dalam Kristus, rohnya dikumpulkan Allah bersama Dia di surga (ay. 14). Jadi, kita tidak perlu terlalu bersedih hati dan berduka berlebihan ketika kerabat kita yang sudah percaya Kristus meninggal dunia. Sebaliknya, kita seharusnya terhibur karena jiwa kerabat kita sudah berada di tempat yang penuh sukacita dan kedamaian di surga (ay. 18).
Kedua, kematian bukanlah akhir dari eksistensi manusia, tetapi hanya perpisahan sementara. Masih ada perjumpaan kembali atau reuni akbar antara kita dengan kerabat kita yang sudah meninggal dunia. Paulus menjelaskan lebih lanjut dalam ayat 16-17 bahwa Tuhan akan turun dari surga setelah penghulu malaikat berseru dan suara sangkakala Allah berbunyi. Kemudian orang yang mati di dalam Kristus akan bangkit dari antara orang mati. Karena kemenangan Kristus atas maut adalah kemenangan kita juga. Tidak ada yang hilang dalam kematian jika kita adalah milik-Nya. Mereka yang mati dalam Tuhan akan bersama dengan Tuhan dan kita akan bertemu dengan Tuhan serta bersama mereka di udara.
Syukur kepada Allah yang telah memberikan kita Yesus Kristus, yang mengalahkan maut dan bangkit dari antara orang mati sehingga kita yang di dalam Kristus juga akan mengalahkan maut dan bangkit. Karena itu, hiburkanlah satu sama lain dengan berita pengharapan tersebut.
Refleksi Diri:
Apa yang dihadapi jemaat di Tesalonika pada ayat 13-15? Apa yang Paulus ajarkan untuk meredakan ketakutan mereka?
Apa persiapan yang Anda lakukan dalam rangka menyambut kedatangan Yesus Krisus yang kedua kalinya?"
Share:

Pengakuan Manusia Atau Allah?

1 Samuel 15:1-26

Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.
- Galatia 1:10

Tuhan memerintahkan Saul untuk memusnahkan semua yang ada pada orang Amalek, bahkan termasuk seluruh ternak yang mereka miliki (ay. 3). Saul lalu mengumpulkan rakyatnya dan mempersiapkan pasukannya. Namun, Saul dan pasukannya tidak melakukan perintah Tuhan. Ia tidak menumpas seluruh orang Amalek. Ia memerintahkan untuk menangkap Agag, raja Amalek, serta menyelamatkan ternak-ternak terbaik dan tambun, serta segala yang berharga (ay. 9).
Tindakan Saul menunjukkan keserakahannya. Tindakannya dilandasi ketakutannya terhadap pandangan publik tentang dirinya, serta kebutuhannya untuk mendapatkan pengakuan dari manusia (ay. 24). Saul melakukannya demi memuaskan kesombongannya, serta menaikkan popularitasnya di mata rakyat. Pada zaman itu, raja-raja yang kalah perang dan ditangkap, sering dibawa pulang untuk dipertontonkan kepada masyarakat sebagai piala tanda kemenangan. Saul lebih mencari pengakuan manusia daripada pengakuan Allah. Saul lebih memilih menyenangkan banyak orang daripada menyenangkan Tuhan.
Saul juga menunjukkan kesombongannya dengan mendirikan tanda peringatan untuk menyatakan kehebatan dan kemenangannya sehingga orang bisa tahu dan dapatmengenangnya (ay. 12). Ia lebih tertarik untuk  memasyhurkan namanya daripada memasyhurkan nama Tuhan. Saul bukannya tidak memahami perintah Tuhan, tetapi ia hanya memedulikan dirinya sendiri. Saul lupa bahwa jabatan yang diberikan kepadanya sebagai raja merupakan anugerah dari Allah. Tidak hanya itu, Saul juga menganggap Allah layaknya seperti manusia yang bisa disenangkan dengan persembahan ternak terbaik yang ia selamatkan (ay. 15). Ia menganggap dengan memberikan persembahan, Allah akan berkenan atas perbuatan yang dilakukannya.
Di dalam kehidupan, kita mungkin juga punya kecenderungan ingin menyenangkan orang lain, lebih daripada menyenangkan Tuhan. Kita mencari popularitas dengan melakukan tindakan yang sebetulnya melanggar firman Tuhan. Kita seakan-akan melakukannya demi kepentingan orang banyak, tetapi sebenarnya sedang melayani kepentingan diri sendiri. Janganlah kita memiliki sikap hati seperti Saul yang fokus hidupnya hanya mencari pengakuan dari manusia. Jika kita terjebak dalam keinginan untuk mencari pengakuan dari orang lain, kita akan gagal menemukan keinginan Tuhan Yesus dalam hidup dan menyenangkan hati-Nya.
Refleksi Diri:
Apa yang selama ini Anda kejar dalam hidup? Apakah pengakuan dari manusia atau Allah?
Apa komitmen yang Anda akan ambil untuk menjadikan Kristus sebagai fokus utama dalam kehidupan Anda?"
Share:

Meresponi Tuduhan

Bilangan 12:1-16

“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.
- Lukas 6:27-28
Kita mungkin pernah mendengar peringatan bahwa ketika kita menunjuk seseorang, hanya ada satu jari yang menunjuk orang tersebut, tetapi ingat ada tiga buah jari yang menunjuk balik kepada diri kita. Kalimat peringatan ini biasanya ditujukan kepada orang yang suka menunjuk pada kelemahan atau kesalahan orang lain di muka umum dengan tujuan agar membuat dirinya terlihat lebih baik.
Musa harus berurusan dengan isu seperti ini ketika memimpin bangsa Israel melewati perjalanan panjang di padang gurun. Miryam serta Harun menunjuk kepada dosa atau kelemahan Musa agar orang-orang memandang mereka sebagai pemimpin yang sebenarnya. Musa bisa saja melawan balik dengan menunjuk pada dosa atau kelemahan Miryam dan Harun, serta membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin yang tepat bagi bangsa Israel. Namun, Musa tidak melakukannya. Sebaliknya, Musa melakukan dua hal yang baik untuk kita teladani ketika kita mengalami hal yang sama.
Pertama, Musa tidak merespons, melainkan membiarkan Tuhan sendiri yang menjawab Miryam dan Harun (ay. 3-4). Musa tidak membela dirinya. Dia membiarkan Tuhan menanganinya. Kedua, Musa berdoa bagi mereka (ay. 13). Bukannya membiarkan dirinya dipengaruhi oleh tuduhan tersebut serta menimbun kepahitan hati terhadap Miryam dan Harun, Musa malah berdoa bagi kebaikan mereka.
Yesus juga memilih diam dan tidak merespons balik atas tuduhan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat saat diri-Nya dikatakan menghujat Allah (Mat. 26:65). Dia bahkan rela disiksa, dihukum salib, bahkan sampai menyerahkan nyawa-Nya, dan membiarkan Allah Bapa yang bertindak atas orang-orang yang menuduh-Nya.
Terkadang lebih mudah untuk melawan balik orang yang menunjuk-nunjuk dosa atau kelemahan kita dengan motivasi yang jahat. Ada suatu kepuasan tersendiri ketika kita bisa membela diri atas tuduhan yang dilancarkan orang tersebut. Kenyataannya, kita akan menjadi sama bersalahnya seperti mereka jika membalas dengan melakukan hal yang serupa terhadap mereka. Belajarlah rendah hati seperti Musa dan Yesus ketika berurusan dengan mereka yang menuduh diri mereka.
Refleksi Diri:
Bagaimana respons Anda ketika ada orang yang menunjuk-nunjuk dosa atau kelemahan Anda dengan motivasi yang jahat?
Apakah Anda sudah berdoa bagi mereka dan menyerahkan Allah yang bertindak atas mereka?
"
Share:

Antara Rencanaku Dan Rencana-Nya

Rut 3:1-15

Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.”
- Yakobus 4:15

Mengenal rencana dan kehendak Allah dalam hidup orang percaya merupakan sesuatu hal yang cukup menantang. Suara Allah tidak dapat terdengar secara langsung dan pertanyaan tentang masa depan sering tidak langsung terjawab. Wajar jika muncul kebingungan dalam menyusun rencana yang sesuai dengan kehendak Allah. Lantas bagaimana orang percaya dapat menyusun rencana hidup yang sesuai dengan kehendak Allah? Kisah Naomi dan Rut yang kita baca hari ini paling tidak menunjukkan sebuah kasus bagaimana rencana Allah dapat terwujud dalam rencana manusia.
Rencana manusia tidak dapat menggagalkan rencana besar Allah dalam kehidupan sehingga manusia pun tetap harus merencanakan hidup dengan bertanggung jawab. Naomi membuat perencanaan bagi Rut untuk memastikan masa depan yang cerah. Hal yang menarik adalah sikap Naomi begitu berbanding terbalik dengan yang ditunjukkannya ketika kembali ke Yerusalem (lih. Rut. 1:20-21). Ia melihat kehidupan begitu muram dan tidak dapat melihat harapan yang cerah di masa depan. Namun, ia tetap peka terhadap penyertaan dari Tuhan (Rut. 2:20-23). Ia membuat rancangan untuk masa depan Rut berdasarkan kesempatan yang Tuhan buka.
Rencana manusia yang baik dan sesuai kehendak Allah tidak akan bertentangan dengan kehendak-Nya yang sudah dinyatakan. Rencana Naomi untuk Rut sebenarnya cukup berisiko dalam beberapa hal. Pertama, ia menyuruh Rut untuk menemui Boas di waktu malam dan di tempat pengirikan yang biasanya hanya ada Boas sendirian. Jika Boas memandang Rut sebagai wanita asusila maka rencana itu akan gagal. Kedua, tindakan Rut jika diketahui oleh orang banyak, ia dapat dicap sebagai wanita penggoda. Namun, yang mendasari rencana Naomi adalah sistem pernikahan levirate yang ditetapkan oleh Allah sendiri (Ul. 25:5-10). Hal-hal lain dalam rencana Naomi adalah tindakan simbolis yang cerdas, seperti Rut disuruh untuk mandi dan berdandan untuk menunjukkan kesiapannya masuk ke dalam pernikahan kembali (ay.3).
Kepekaan Naomi terhadap kesempatan dari Tuhan dan kecerdasannya menyusun langkah yang sesuai dengan hukum-Nya dapat menjadi sebuah contoh bagi orang Kristen. Perencanaan hidup tidak boleh hanya mengandalkan diri sendiri, tetapi berdasarkan hikmat Tuhan Yesus yang sudah tertulis dalam Alkitab. Demikian orang Kristen dapat tetap proaktif merancang hidup yang sesuai kehendak Tuhan Yesus.

Refleksi Diri:
Bagaimana dapat menjadi peka terhadap kesempatan yang Tuhan buka untuk Anda?
Bagaimana Alkitab dapat menjadi pegangan untuk menentukan kehidupan orang Kristen?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.