Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kasih Harus Berkorban

Galatia 6:1-10

Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. 

- Galatia 6:10

Beatrice sangat sayang seprai putih pemberian ibunya. Sebelum berbaring di atas ranjang, ia selalu mandi sampai bersih agar seprainya tetap terpelihara putih dan bersih. Suatu hari ada tamu menginap di rumah mereka. Karena tergerak oleh kasih, ibunya memberikan ranjang Beatrice untuk dipakai sang tamu. Dengan berat hati Beatrice mengizinkan ranjangnya dipakai sang tamu, tetapi ia mengganti seprainya dengan selimut biasa. Seprainya ia simpan di sudut kamar tidur adiknya. Keesokan harinya setelah sang tamu pergi, Beatrice segera membersihkan ranjangnya dan memasang kembali seprai kesayangannya. Ternyata seprai tersebut sudah sobek dan berlubang karena digigit tikus. Ia menangis dan menyesali, “Seharusnya aku membiarkan tamu tidur di atas sepraiku maka tikus tidak akan berani menggigitnya.”
Orang Kristen memiliki hukum Kristus yang harus ditaati, yaitu harus saling mengasihi (Yoh. 13:34-35). Kasih bukan hanya sekadar perasaan, tetapi sebuah tindakan pengorbanan. 
Allah adalah kasih (1Yoh. 4:16) dan dibuktikan dengan aksi nyata ketika Dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16). Paulus juga menasihati jemaat Galatia agar saling mengasihi. Orang yang diberkati dengan kelebihan harus rela berkorban membantu orang yang kekurangan berlandaskan kasih Kristus. Jika kita mampu, tetapi menolak memberi bantuan kepada orang yang kekurangan, berarti menabur dalam daging dan akan menuai kehancuran (ay. 7-8). Namun, mereka yang memberi bantuan kepada para pelayan firman dan saudara seiman apabila sudah tiba waktunya akan menuai (ay. 9-10), baik pahala maupun hidup yang kekal (ay. 8; Mat. 10:41-42).
Saudaraku, apa yang Tuhan percayakan kepada kita hari ini seharusnya kita bagikan juga agar menjadi berkat buat orang lain. Janganlah kita menghalangi berkat Tuhan yang seharusnya disalurkan. Beatrice merugi karena tidak rela seprainya dipakai orang lain. Ayat emas di atas mengingatkan kita agar berbuat baik kepada sesama, terutama kepada saudara seiman, selagi masih ada kesempatan. Kasih kepada sesama adalah bukti kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan (1Yoh. 4:21). Kasih sejati memang harus berkorban, baik tenaga, pikiran, harta, waktu ataupun perasaan dan lain sebagainya.

Refleksi Diri:
Apakah ada sifat murah hati, suka memberi, dan rela berkorban di dalam keseharian Anda?
Apa tindakan kasih yang bisa Anda lakukan untuk membantu mereka yang lemah dan kekurangan? Berdoalah mintakan hati yang mengasihi dan rela berkorban.
Share:

Tanpa Tawar Menawar

Kejadian 12:1-9

Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya, dan segala harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang diperoleh mereka di Haran; 

- Kejadian 12:4-5a

Jika berbelanja di pasar, kita mudah tergoda untuk menawar agar mendapatkan barang bagus dan banyak dengan harga terbaik alias paling murah. Intinya, kita menawar untuk mendapat untung. Dalam hal meresponi panggilan Tuhan, seseorang kadang tawar-menawar dengan Tuhan, mempertimbangkan apa keuntungannya kalau menjalani panggilan tersebut.

Mari kita lihat bagaimana Abram meresponi panggilan Tuhan. Apakah dengan tawar-menawar? Ayat emas menyampaikan bahwa saat dipanggil Tuhan, Abram segera pergi. Ia pergi bukan dengan persiapan untuk kembali. Abram bisa saja membawa sedikit barang, pergi sendirian terlebih dahulu. Lalu jika keadaan OK, ia kembali menjemput Sarai. Namun, firman Tuhan mengatakan Abram sungguh pergi dengan tidak memandang ke belakang. 

Ia benar-benar pindahan seperti yang Tuhan perintahkan kepadanya. Bersama rombongan besar Abram bergerak, melangkah dengan iman kepada Tuhan. Ia percaya akan janji Tuhan dan pergi meninggalkan yang harus ditinggalkannya, menuju tempat yang Tuhan sudah tentukan.

 Abram pergi dengan tidak mengetahui banyak detail mengenai apa yang akan terjadi nanti. Perkataan Tuhan menjadi pegangannya. Ia sangat percaya kepada Tuhan, taat sepenuhnya. Panggilan Tuhan untuk menjadi berkat harus diresponi dengan ketaatan. Kita bisa menikmati berkat dari Kristus karena ketaatan-Nya sampai mati di kayu salib. Banyak yang bisa menghalangi Yesus naik ke atas kayu salib. Godaan iblis, suara-suara dari para murid yang menghalangi-Nya, juga suara-suara orang banyak. Namun, Kristus tetap taat supaya kita juga bisa hidup dalam ketaatan.

Mana yang lebih kita sukai? Menantikan berkat atau menjadi berkat? Berkat terbesar sudah diberikan Yesus. Seharusnya kita bukan menantikan berkat, tetapi menjadi berkat. 

Keselamatan dari Tuhan Yesus terlalu ajaib buat kita. Pahamilah ini. Kita tidak akan pernah bisa menolak panggilan Juruselamat yang sudah menyelamatkan kita. Kita seharusnya hidup sesuai dengan rancangan dan panggilan Tuhan. Amat disayangkan jika kita hidup mencari tujuan lain, bukannya hidup sesuai tujuan Tuhan.

Refleksi Diri:

Apa sikap yang Anda seringkali ambil dalam hidup: ikut panggilan Tuhan atau hanya memikirkan kenyamanan diri?
Mengapa panggilan Tuhan harus dijalani tanpa tawar menawar? Apakah Anda sudah taat sepenuhnya?
"
Share:

Panggilan Yang Mengejutkan

Kejadian 12:1-9

Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. 

- Kejadian 12:1-2
Kita pasti pernah menemui kejutan di dalam kehidupan, kejadian-kejadian yang tidak pernah diduga. Bagaimana jika kita dipanggil Tuhan untuk sesuatu yang mengejutkan, yang tidak pernah terpikirkan oleh kita, tetapi harus dilakukan? Apakah kita akan taat pada panggilan-Nya?
Abraham tiba-tiba mendapatkan panggilan dari Tuhan. Panggilannya tidak main-main, ia harus pergi meninggalkan apa yang selama ini menjadi kehidupannya (ay. 1). Sebuah panggilan untuk meninggalkan rumahnya, daerahnya, dan tidak kembali lagi. Hidupnya harus berubah seketika. Ia pasti tidak pernah membayangkan harus mendadak pergi, apalagi kehidupannya di sana sudah baik. Ada banyak pertimbangan matang untuk memulai sesuatu yang baru. Abraham bisa berkata kepada Tuhan, “Tuhan kasih saya waktu yah, saya pikir-pikir dulu. 
Saya diskusi dulu sama Sarai yah Tuhan.” Bukan saja mengejutkan, tetapi juga disertai janji yang luar biasa (ay. 2). Janji yang membuat Abraham bertanya-tanya. Pada saat itu, Abraham berusia 75 tahun dan Sara 65 tahun. Mereka belum memiliki satu anak pun karena Sara mandul (Kej. 11:30). Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi bangsa yang besar? Selain itu, dijanjikan akan membuat nama Abraham masyhur. Artinya, akan ada banyak orang mengenal namanya. Abraham akan go internasional, tampak mengagumkan sekali, bukan? Namun, lagi-lagi bagaimana mungkin itu terjadi? Apa yang harus dilakukan Abraham supaya dikenal dan menjadi berkat? Pada masa itu, belum ada gawai canggih, apalagi sosial media, bagaimana mungkin orang-orang mengenalnya?
Panggilan Abraham bukanlah panggilan biasa, perhatikan penekanannya: panggilan Tuhan adalah supaya Abraham menjadi berkat. Tuhan Yesus telah menebus dan menetapkan kita untuk berjalan dalam panggilan-Nya. Panggilan-Nya bagi kita adalah sama: untuk menjadi berkat. Namun, seringkali banyak anak Tuhan juga berpikir hal tersebut mustahil dilakukan. Akhirnya mereka tidak melakukan apa pun karena memandang diri tidak bisa apa-apa. Panggilan dari Tuhan terkadang mengejutkan karena kita harus memulai sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Tetap jalani panggilan Tuhan dengan setia sekalipun tampak mustahil sebab panggilan Tuhan tidak pernah salah.

Refleksi Diri:
Mengapa panggilan Tuhan dalam hidup harus diresponi dengan benar?
Bagaimana sekarang Tuhan menginginkan Anda menjadi berkat? Apa langkah praktis yang Anda lakukan untuk mewujudkannya?
Share:

Makanan Rohani

Matius 4:1-11

Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

-Matius 4:4

Manusia tidak pernah lepas dari makanan. Kita memerlukan makanan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas. Kita makan rata-rata tiga kali sehari: pagi, siang, dan malam untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika cukup makan maka saat melakukan pekerjaan, kita akan tetap kuat dan sehat.
Demikian pula dalam hal rohani. Rohani kita memerlukan makanan. Mengapa? Karena rohani kita lemah. Ada banyak perkara di dalam hidup yang bisa membuat kita jauh dari Tuhan. Iman kita pun bisa goyah karena banyak godaan yang dihadapi selama menjalani hidup.
Ayat di atas adalah jawaban Tuhan Yesus tatkala Dia digoda oleh Iblis untuk mengubah batu menjadi roti. Di tengah kelaparan yang sangat karena Yesus sudah berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam, roti menjadi godaan terbesar. Jawaban atas kelaparan Yesus hanya satu, yaitu makan. Tidak ada pilihan lain. Jika manusia yang mengalami hal serupa, ia bisa berbuat jahat karena rasa lapar dan keinginan untuk makan yang sangat besar.
Namun, Tuhan Yesus menegaskan bahwa hidup ini bukan sekadar hal jasmani. Ketaatan pada firman Tuhan adalah hal yang terpenting. Jika taat kepada firman, berarti kita juga taat kepada Allah dan Dia akan menyertai serta memberkati kita. Selain itu, Yesus memang tidak mau tunduk terhadap apa yang diperintahkan Iblis. Walaupun saat itu makan adalah hal yang paling masuk akal dan roti menjadi jawaban akan kebutuhan Yesus, tetapi kalau menaati permintaan Iblis, Dia sudah kalah.
Setiap hari kita menghadapi berbagai godaan dan pencobaan. Iblis tidak tinggal diam. Ia tahu kelemahan kita dan tahu kapan kita sedang goyah. Iblis akan menyodorkan jalan keluar atas permasalahan kita yang tampaknya benar, tetapi sesungguhnya, jika kita taat kepadanya maka kita sudah kalah.
Mari menguatkan hidup kita dengan firman Tuhan. Firman akan meneguhkan tatkala kita goyah. Rutinlah membaca dan merenungkan firman seperti kita rutin makan makanan jasmani. Jangan biarkan rohani kita kelaparan karena jika tidak, iman kita mudah goyah. 
Tatkala rutin membaca dan merenungkan firman maka kita akan taat kepada Allah dan percaya akan pemeliharaan-Nya yang ajaib di dalam kehidupan kita.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah memberi makan kerohanian Anda dengan cukup?
Apa komitmen yang ingin Anda lakukan dalam hal memberi makanan rohani agar bisa taat kepada Allah?

selamat pagi dan selamat berpesta Rakyat dengan pergi ke TPS untuk Memilih Presiden .sukses sukses go
Share:

Devosi Mendengar

Dan Samuel menjawab: “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.” — 1 Samuel 3:10

Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini? Atau, hanya pada saat-saat tertentu saja? Apa rahasianya? Apa yang menjadi kendala atau rintangannya? Chambers menekankan aspek devosi dalam mendengar (devotion of hearing). Devosi adalah tindakan kasih dengan pengorbanan waktu dan tenaga.

Devosi Mendengar

Hanya karena telah mendengarkan dengan cermat dan sungguh-sungguh kepada satu hal dari Allah bukan berarti bahwa saya mendengarkan semua hal yang diucapkan-Nya. Saya memperlihatkan kepada Allah kurangnya kasih dan hormat saya kepada-Nya dengan ketidakpekaan hati dan pikiran saya pada apa yang dikatakan oleh-Nya. Jika saya mengasihi sahabat saya, secara naluri saya akan memahami apa yang diinginkannya. Yesus berkata, “Kamu adalah sahabat-Ku ...” (Yohanes 15:14).

Apakah saya tidak menuruti perintah Tuhan minggu ini? Jika saya menyadari bahwa itu perintah Yesus, saya tidak akan dengan sengaja tidak mengindahkannya. Akan tetapi, kebanyakan di antara kita sungguh menunjukkan rasa tidak hormat kepada Allah karena nyatanya kita sama sekali tidak mendengarkan Dia. Seolah-olah Dia tidak pernah berbicara kepada kita.

Sasaran dari kehidupan rohani saya adalah keserupaan (identifikasi) sedemikian rupa dengan Yesus Kristus sehingga saya selalu mau mendengarkan Allah dan mengetahui bahwa Allah selalu mendengarkan saya (lihat Yohanes 11:41).

Jika saya dipersatukan dengan Yesus Kristus, saya mendengarkan Allah sepanjang waktu melalui devosi mendengar (tindakan kasih dan pengorbanan dengan waktu dan tenaga untuk mendengar Allah). Sekuntum bunga, sebuah pohon atau seorang hamba Allah mungkin menyampaikan pesan Allah kepada saya.

Hal yang merintangi pendengaran saya adalah perhatian saya yang tertuju pada hal-hal lain. Bukannya saya tidak ingin mendengar Allah, tetapi saya tidak “devoted” dalam segi-segi yang tepat dari hidup saya. Saya memperhatikan hal-hal lain dan bahkan pada pelayanan dan keyakinan saya sendiri. Allah boleh jadi berbicara hal-hal yang dikehendaki-Nya, tetapi saya tidak mendengarkan Dia. Sikap seorang anak Allah seharusnya selalu, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar”.

Jika saya tidak mengembangkan dan memupuk devosi mendengar ini, saya hanya dapat mendengar suara Allah pada waktu tertentu saja. Pada saat yang lain saya menjadi tuli terhadap suara-Nya karena perhatian saya tertuju kepada hal-hal lain, yaitu hal-hal yang menurut pendapat saya harus saya lakukan.

Hal ini bukanlah kehidupan seorang anak Allah. Sudahkah Anda mendengar suara Allah hari ini?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.