Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Kuliner: Antara Selera dan Kekudusan

Imamat 11

Di zaman sekarang, siapa yang tidak menyukai kuliner? Banyak orang dengan sengaja meluangkan waktu untuk menjelajahi berbagai jenis makanan, mencoba cita rasa baru yang belum pernah mereka nikmati sebelumnya. Kini, kita bisa mencicipi berbagai masakan dengan bebas. Namun, pernahkah kita berpikir tentang apakah makanan yang kita makan itu tahir atau najis?

Ketika membaca perikop dalam Imamat 11, kita mungkin bertanya-tanya: Apakah aturan ini membatasi kita dalam memilih makanan? Haruskah kita benar-benar memilah mana yang tahir dan mana yang najis sebelum makan? Haruskah kita hanya mengonsumsi hewan yang berkuku belah, kukunya bersela panjang, dan memamah biak (2-3), serta menghindari yang hanya memenuhi satu dari kriteria tersebut seperti unta, pelanduk, kelinci, dan babi (4-8)? Ataukah kita baru boleh makan hewan laut jika memiliki sirip dan sisik (9)?

Aturan ini mungkin terdengar kaku dan membatasi selera makan. Namun, dalam Perjanjian Lama, hukum Taurat diberikan untuk menjaga kekudusan umat Allah, bukan semata-mata demi kesehatan jasmani. Bagaimana dengan kita yang hidup dalam zaman anugerah di Perjanjian Baru? Apakah peraturan ini masih berlaku?

Firman Tuhan dalam 1 Timotius 4:4-5 mengingatkan kita bahwa "semua yang diciptakan Allah itu baik dan tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, karena semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa." Artinya, yang terpenting bukan sekadar jenis makanannya, tetapi bagaimana sikap hati kita saat menerimanya.

Sebagai orang percaya, kita harus memiliki pengendalian diri dalam segala hal, termasuk dalam hal makanan. Jika kita makan dengan sembarangan dan tanpa kendali, itu bisa berdampak buruk pada kesehatan maupun kerohanian kita. Sebaliknya, dengan bijaksana menjaga pola makan yang sehat, kita bisa memuliakan Tuhan melalui tubuh yang diberikan-Nya kepada kita.

Jadi, daripada berdebat tentang makanan tahir atau najis, lebih baik kita fokus pada bagaimana kita dapat memuliakan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk dalam cara kita makan dan menjalani hidup sehari-hari.

Share:

Pengalaman Adalah Guru yang Baik


Imamat 10:8-20

Pengalaman buruk dapat mematahkan semangat, bahkan kegagalan pahit dalam pelayanan dapat membuat seseorang berkata,
"Bagaimana mungkin kami mendamaikan umat dengan Tuhan, sedangkan kami sendiri belum berdamai dengan Tuhan?"

Hal ini tercermin dalam kisah ketika Musa menegur Eleazar dan Itamar karena tidak memakan daging kurban penghapus dosa di tempat yang kudus (Imamat 10:16-18). Bukannya menegur, Harun justru berusaha menenangkan Musa. Dengan beratnya beban kehilangan dua anaknya, Nadab dan Abihu, ia merasa bahwa dirinya dan anak-anaknya belum layak menjalankan tugas keimaman (Im. 10:19).

Pengalaman traumatis seperti itu, ditambah dengan kekecewaan diri dan ketakutan akan kesalahan yang sama, sering kali membuat anak-anak Tuhan kehilangan harapan. Banyak yang mundur dari ibadah maupun pelayanan karena merasa tidak mampu atau tidak layak.

Namun, kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya pengendalian diri, khususnya dalam hal pikiran dan hati. Kita harus menyadari bahwa meskipun kita manusia yang terbatas, Tuhan amat mengasihi dan memulihkan kita. Alih-alih membiarkan kegagalan menjauhkan kita dari-Nya, jadikanlah setiap pengalaman pahit sebagai pelajaran untuk lebih mengenal kehendak Tuhan dan semakin bergantung pada kebaikan-Nya.

Jika Tuhan yang telah memilih kita, Dia pasti akan menunjukkan kasih dan pemeliharaan-Nya. Rasa bersalah dan kekecewaan hendaknya mendorong kita untuk lebih introspeksi, mengambil waktu jeda untuk beristirahat dan memiliki waktu teduh bersama Tuhan, bukan untuk berhenti melangkah. Jangan biarkan perasaan gagal menghentikan tekad kita dalam melayani Tuhan. Tetaplah berkomitmen dan teruslah mendekat kepada-Nya, agar kita selalu dipulihkan dan dimampukan untuk melanjutkan pelayanan.

Share:

Firman Tuhan : " Sekejam Itukah TUHAN ? "

 

📖 Imamat 10:1-3

Ketika membaca kisah Nadab dan Abihu, kita mungkin bertanya-tanya: Mengapa Tuhan begitu keras terhadap mereka? Bukankah mereka hanya membawa api untuk mempersembahkan korban?

Namun, jika kita memahami lebih dalam, kita akan mengerti bahwa peristiwa ini bukan hanya tentang api—ini tentang ketaatan, hormat, dan kekudusan Tuhan.

Kesalahan Nadab dan Abihu

  1. Mereka Membawa "Api Lain"

    • Tuhan sendiri telah menyalakan api kudus di atas mezbah (Im. 9:24).
    • Nadab dan Abihu malah membawa api dari sumber lain, yang tidak diperintahkan Tuhan (Im. 10:1).
    • Ini menunjukkan ketidaktaatan dan sikap seolah-olah mereka bisa menentukan cara beribadah sendiri.
  2. Mereka Mengabaikan Kekudusan Tuhan

    • Sebagai imam, mereka seharusnya lebih peka dan taat terhadap perintah Tuhan.
    • Mereka mungkin merasa karena mereka anak Harun, mereka bisa melakukan tugas keimaman dengan cara mereka sendiri.
    • Namun, Tuhan ingin ketaatan penuh, bukan sekadar ritual kosong.
  3. Akibat dari Ketidakhormatan

    • Tuhan tidak mentoleransi sikap sembrono terhadap kekudusan-Nya.
    • Akibatnya, api Tuhan sendiri melahap mereka.

Pelajaran bagi Kita

  • Jangan Sembarangan dalam Beribadah
    Apakah kita sering kali datang ke hadirat Tuhan dengan sikap yang asal-asalan?

    • Kita menyanyi, tetapi hati kita tidak sungguh-sungguh menyembah.
    • Kita berdoa, tetapi hanya sebagai rutinitas.
    • Kita melayani, tetapi hanya untuk dilihat orang.
  • Taatlah dengan Penuh Hormat

    • Tuhan tidak menghendaki "api lain" dalam hidup kita.
    • Kita dipanggil untuk hidup dalam ketaatan, bukan sekadar menjalankan ritual agama.
  • Kekudusan Itu Serius

    • Tuhan tidak berubah dari dulu sampai sekarang.
    • Jika di Perjanjian Lama kekudusan itu sangat ditekankan, di Perjanjian Baru kita juga dipanggil untuk hidup kudus dalam Yesus Kristus.

Refleksi Pribadi

✔ Apakah aku sudah menghormati Tuhan dalam setiap aspek hidupku?
✔ Apakah aku melayani Tuhan dengan hati yang benar, atau hanya karena kebiasaan?
✔ Apakah aku sering kali membawa "api lain" dalam bentuk sikap yang tidak taat?

🔥 Doa 🔥

_Tuhan, aku menyadari bahwa Engkau adalah Allah yang kudus dan layak dihormati. Ampuni aku jika aku telah beribadah atau melayani dengan asal-asalan.

Bentuklah hatiku agar selalu hidup dalam ketaatan kepada-Mu, dan biarlah setiap hal yang kulakukan memuliakan nama-Mu.

Dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin._

Semoga renungan ini memberkati dan mengingatkan kita untuk selalu menghormati dan menaati Tuhan dalam segala hal. 🙏🔥

Share:

Pujian Ibadah 16 Maret 2025

Share:

Kumulai dari Diriku

Imamat 9

Tugas seorang imam adalah menjadi pengantara antara umat Israel dengan Allah. Jika umat ingin didamaikan dengan Allah atau dihapuskan dosanya, mereka harus membawa kurban kepada imam, lalu imamlah yang akan mengolah dan mempersembahkannya kepada Allah (lih. Im 1-7). Itulah sebabnya tugas imam sangatlah penting dan tidak boleh dilakukan sembarangan.

Namun, yang menarik dari bacaan ini adalah bahwa sebelum seorang imam menjalankan tugasnya, ia terlebih dahulu harus memastikan bahwa dirinya sendiri telah berdamai dengan Allah.

Firman TUHAN melalui Musa berkata, "Olahlah kurban penghapus dosa dan kurban bakaranmu ... Sesudah itu olahlah persembahan bangsa itu dan adakanlah pendamaian bagi mereka" (Im 9:7). Ini menunjukkan bahwa sebelum seorang imam melayani orang lain dan membawa mereka kepada Tuhan, ia sendiri harus memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan terlebih dahulu.

Bayangkan jika seorang imam yang tidak hidup dalam kekudusan mencoba menolong umat berdamai dengan Allah—bagaimana mungkin ia bisa menjadi pengantara yang dipercaya?

Pelajaran bagi Kita Hari Ini

Di zaman sekarang, kita juga memiliki peran sebagai "imam" dalam arti kita dipanggil untuk membawa orang lain kepada Tuhan. Namun, sebelum kita bisa menjadi terang bagi orang lain, kita harus memastikan bahwa kita sendiri hidup dalam hubungan yang baik dengan Tuhan.

  • Sebagai pemimpin rohani, kita harus menjaga kekudusan dan hubungan pribadi kita dengan Tuhan sebelum membimbing orang lain.
  • Sebagai jemaat awam, kita juga harus lebih dulu beres dengan Tuhan sebelum mengajak orang lain untuk mengenal-Nya.

Jangan sampai kita sibuk dalam pelayanan, tetapi hubungan kita sendiri dengan Tuhan masih kacau. Sebelum kita menasihati orang lain untuk bertobat, kita sendiri harus lebih dahulu bertobat. Sebelum kita membimbing orang lain, kita sendiri harus rela dibimbing oleh Tuhan.

Hidup sebagai pelayan Tuhan bukan sekadar tentang apa yang kita lakukan, tetapi lebih dahulu tentang siapa diri kita di hadapan Tuhan. Kita harus lebih dahulu mengalami anugerah dan kasih Tuhan sebelum kita bisa membagikannya kepada orang lain.

Maka, mulailah dari dirimu sendiri! Pastikan bahwa hubunganmu dengan Tuhan baik, sehingga ketika kamu melayani orang lain, mereka bisa melihat ketulusan dan kuasa Tuhan nyata dalam hidupmu.

Doa

_Tuhan yang penuh kasih, terima kasih atas kesempatan untuk melayani-Mu. Aku sadar bahwa sebelum aku membawa orang lain kepada-Mu, aku sendiri harus memiliki hubungan yang dekat dengan-Mu.

Tolong aku agar tidak hanya sibuk dalam pelayanan, tetapi juga sungguh-sungguh hidup dalam ketaatan dan kekudusan. Ampuni segala dosaku dan perbarui hatiku supaya aku layak menjadi alat-Mu.

Aku juga berdoa bagi keluarga, sahabat, jemaat, dan semua yang membaca renungan ini. Kiranya Engkau memberkati kehidupan kami dengan kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera.

Biarlah berkat-Mu mengalir dalam rumah tangga, pekerjaan, usaha, studi, dan pelayanan kami. Aku percaya bahwa dalam pimpinan-Mu, akan ada terobosan dan jalan keluar bagi setiap pergumulan kami.

Terima kasih, Tuhan. Dalam nama Yesus Kristus, aku berdoa. Amin._

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.