Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Hidup yang Dipersembahkan

 

Imamat 24:5-9

Bacaan hari ini mengingatkan kita tentang pentingnya mempersembahkan hidup kepada Allah. Sebagai orang percaya yang telah ditebus oleh darah Kristus, hidup kita bukan lagi milik kita sendiri, melainkan milik Allah. Meskipun ini diajarkan dengan jelas dalam Perjanjian Baru, makna ini sebenarnya sudah ditunjukkan sejak Perjanjian Lama, melalui simbol roti sajian.

Di dalam Ruang Kudus, ada meja dari emas murni yang di atasnya selalu diletakkan dua belas roti bundar dalam dua susun (Im. 24:6). Setiap susunan diberi kemenyan murni, yang dibakar sebagai kurban peringatan kepada TUHAN (Im. 24:7). Setiap hari Sabat, roti ini diatur kembali di hadapan Tuhan sebagai tanda persembahan umat Israel (Im. 24:8). Roti yang diganti menjadi bagian bagi Harun dan keturunannya, dan mereka harus memakannya di tempat yang kudus (Im. 24:9).

Dua belas roti ini melambangkan dua belas suku Israel, yang berarti bahwa seluruh umat dipersembahkan kepada TUHAN. Karena rotinya tidak dibakar, kemenyan menjadi bagian yang naik sebagai korban kepada Allah. Ini adalah gambaran bahwa seluruh kehidupan umat seharusnya menjadi persembahan yang harum di hadapan-Nya.

Dalam Perjanjian Baru, Paulus menggemakan makna ini ketika ia menasihatkan kita untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah—itulah ibadah yang sejati (Rm. 12:1). Hidup yang dipersembahkan berarti hidup yang dijalani bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk melakukan kehendak Allah, termasuk pekerjaan baik yang telah Dia siapkan bagi kita (Ef. 2:10).

Jangan biarkan hidup kita hanya dikendalikan oleh keinginan pribadi atau hawa nafsu. Bila kita sadar masih menjalani hidup sesuai keinginan sendiri, inilah waktunya untuk bertobat. Mari kita kembali dan mempersembahkan hidup ini secara utuh kepada Tuhan—bukan hanya sebagian, tapi seluruhnya—sebagai bentuk ibadah sejati.

Share:

Firman Tuhan : "Terang yang Terus Ada"

Imamat 24:1-4

Di dalam ruang kudus terdapat tiga benda penting, yaitu kandil (menorah), meja roti sajian, dan mazbah ukupan. Salah satu perintah Tuhan dalam bacaan kita hari ini adalah agar umat membawa minyak zaitun murni untuk menyalakan lampu di kandil, sehingga lampu itu tetap menyala (Im. 24:1-2). Harun harus mengatur lampu-lampu tersebut di depan tabir Tabut Hukum di dalam Kemah Pertemuan, dari petang sampai pagi, sebagai ketetapan yang berlaku selamanya bagi umat Israel (Im. 24:3-4).

Kandil yang digunakan di ruang kudus memiliki beberapa cabang (Kel. 25:31-32) dan harus dinyalakan dengan minyak zaitun terbaik agar tetap bercahaya. Namun, lampu itu tidak menyala sepanjang waktu. Lampu-lampu ini hanya dinyalakan dari petang sampai pagi, sedangkan di siang hari cahayanya digantikan oleh terang matahari (Kel. 30:7-8). Dengan menyalakan kandil di ruang kudus, umat diingatkan bahwa terang selalu ada dalam hadirat Tuhan.

Menariknya, kandil ini memiliki bentuk yang menyerupai pohon dengan cabang dan bunga badam (Kel. 25:32-33), yang melambangkan Pohon Kehidupan di Taman Eden (Kej. 3:24). Terang dalam ruang kudus menjadi simbol bahwa Allah adalah sumber kehidupan, yang menerangi dan memelihara umat-Nya.

Di dalam Perjanjian Baru, Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Terang Dunia (Yoh. 8:12). Bahkan dalam kegelapan malam, terang itu tetap bersinar. Oleh karena itu, sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjadi terang dunia (Mat. 5:14), memantulkan terang Allah dalam kehidupan kita. Mari kita hidup dalam terang Kristus dan menerangi dunia di sekitar kita dengan kasih dan kebenaran-Nya.

Share:

Firman Tuhan : "Mengenang Masa Sulit"

Imamat 23:37-44

Masa sulit bukanlah hal yang kita sukai, tetapi justru di saat itulah kita dapat melihat penyertaan Allah dengan lebih nyata. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenangnya sebagai bukti kasih dan pertolongan Tuhan.

Perayaan Pondok Daun ditetapkan bagi bangsa Israel untuk mengingat bagaimana Tuhan menuntun mereka di padang gurun setelah keluar dari Mesir (Imamat 23:42-43). Selama tujuh hari, mereka tinggal di pondok-pondok daun sebagai simbol kehidupan mereka di padang gurun, namun perayaan ini dilakukan dengan sukacita (ayat 40).

Hidup di padang gurun selama 40 tahun bukanlah hal mudah, tetapi Tuhan setia memelihara umat-Nya. Ia memberi manna setiap hari dan menjaga pakaian serta kasut mereka agar tidak rusak (Ulangan 29:5).

Demikian juga, kita diajak untuk mengenang masa sulit dengan bersukacita. Sebab dalam kesulitan, kita justru dapat merasakan penyertaan Tuhan lebih nyata. Mari bersyukur atas setiap perjalanan hidup, karena di dalamnya Tuhan selalu hadir dan menolong kita.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 6 April 2025



Share:

Arti Puasa

 

Imamat 23:23-36

Puasa merupakan praktik keagamaan yang umum dilakukan oleh berbagai umat beragama, termasuk bangsa Israel. Namun, bagaimana cara mereka menjalankan puasa, dan apa maknanya bagi mereka? Mari kita pelajari arti puasa berdasarkan Imamat 23:23-36.

Salah satu momen penting dalam kalender ibadah Israel adalah Hari Pendamaian, yang jatuh pada tanggal sepuluh bulan ketujuh. Pada hari itu, umat diperintahkan untuk mengadakan pertemuan kudus dan merendahkan diri dengan berpuasa (27). Mereka juga dilarang melakukan pekerjaan apa pun, karena hari itu adalah saat pendamaian antara mereka dan Tuhan (28). Bahkan, siapa pun yang tidak merendahkan diri dengan berpuasa akan dilenyapkan dari bangsa Israel (29).

Menariknya, dalam Alkitab bahasa Ibrani, frasa "merendahkan diri dengan berpuasa" berasal dari kata anah, yang dalam berbagai terjemahan Alkitab berbahasa Inggris memiliki makna yang luas, seperti "menyangkal diri" (deny yourselves - NIV), "merendahkan diri" (humble yourselves - NASB), dan "membuat diri menderita" (afflict yourselves - ESV). Bahkan, beberapa versi tidak secara langsung menerjemahkannya sebagai "berpuasa". Ini menunjukkan bahwa makna puasa dalam konteks Hari Pendamaian lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melibatkan sikap hati yang rendah, kesadaran akan dosa, dan penyesalan yang mendalam di hadapan Tuhan.

Jadi, puasa bukan sekadar tidak makan atau minum. Tujuan utama berpuasa adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan hati yang merendah dan berserah. Ketika kita berpuasa untuk mencari tuntunan dan pertolongan-Nya, kita tidak boleh datang dengan sikap memaksa atau menuntut, tetapi dengan hati yang bersyukur dan siap menerima apa pun jawaban Tuhan dalam hidup kita.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.