Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Renungan Harian " Tuhan Mau Hatimu "

Seseorang sedang berdoa dengan tulus sebagai simbol penyerahan hati kepada Tuhan.
 

Ulangan 28:47-68

Saat Kelimpahan Menjadi Hampa: Benarkah Tuhan Memiliki Hatimu?

Kita sering berpikir bahwa berkat Tuhan adalah tujuan akhir. Kita merasa aman saat lumbung penuh, kesehatan terjaga, dan hidup berjalan sesuai rencana. Namun, melalui Ulangan 28:47-68, kita diingatkan akan sebuah kebenaran yang menggetarkan: Tuhan tidak hanya melihat apa yang kita bawa ke hadapan-Nya, tetapi Ia menilik alasan mengapa kita membawanya.

Bangsa Israel berada dalam titik yang menyedihkan. Bukan karena mereka kekurangan, melainkan karena di tengah kelimpahan, mereka kehilangan satu hal yang paling berharga: Sukacita dan kegembiraan hati dalam mengabdi kepada Tuhan.

Antara Formalitas dan Ketulusan

Pernahkah kita merasa bahwa datang ke gereja, berdoa, atau melayani hanyalah sebuah daftar tugas yang harus dicentang? Sebuah rutinitas tanpa rasa, atau formalitas untuk menenangkan hati nurani?

Bayangkan jika seseorang datang kepada kita, memberikan hadiah besar, namun kita tahu hatinya sedang berpaling atau melakukannya dengan terpaksa. Bukankah itu terasa seperti penghinaan? Demikian pula dengan Tuhan. Penyembahan yang kosong adalah kepalsuan di hadapan Sang Pencipta. Firman-Nya mengingatkan dengan keras: saat hati kita menjauh, kelimpahan bisa berubah menjadi kepapaan, dan berkat bisa memudar menjadi kutukan. Tuhan tidak menginginkan ritual kita; Dia menginginkan kita.

Mari berhenti sejenak dan bertanya ke dalam relung hati yang paling dalam:

  • Apakah aku bersyukur karena aku mencintai Tuhan, atau hanya karena aku takut kehilangan berkat-Nya?

  • Adakah sukacita yang tersisa saat aku melayani, ataukah hatiku telah menjadi keras karena rutinitas?

  • Jika hari ini semua kelimpahan ini diambil, apakah aku masih memiliki alasan untuk menyembah-Nya dengan hati yang gembira?

Percuma untaian doa yang panjang jika tanpa rasa. Percuma tangan yang memberi jika tanpa kerendahan hati. Tuhan tidak bisa disuap dengan aktivitas agama kita; Ia hanya ingin ditemukan di dalam kejujuran hati kita.

Respons Pribadi: Kembali ke Maksud Semula

Hari ini, mari kita merespons suara lembut-Nya:

  1. Evaluasi Niat: Sebelum memulai aktivitas atau pelayanan, tanyakan: "Tuhan, apakah aku melakukan ini untuk-Mu atau untuk diriku sendiri?"

  2. Minta Hati yang Baru: Akui jika saat ini hatimu terasa hambar dan dingin terhadap hal-hal rohani.

  3. Temukan Satu Alasan Bersyukur: Di luar materi dan fasilitas, bersyukurlah karena Ia masih memilih untuk mencintai kita apa adanya.

Doa untuk Melakukan Firman

Bapa yang Mahatahu, Engkau adalah Dia yang menyelidiki batin dan menimbang setiap niat. Ampuni aku jika selama ini penyembahanku hanyalah topeng, dan pelayananku hanyalah rutinitas yang kering tanpa sukacita. Aku menyadari bahwa segala kelimpahan yang kupunya tidak ada artinya jika hatiku menjauh dari-Mu.

Tuhan, lembutkanlah hatiku yang mulai membatu. Nyalakan kembali api kasih dan kegembiraan yang tulus di dalam diriku. Ajarlah aku untuk melayani-Mu bukan karena terpaksa atau sekadar aturan, melainkan karena aku sungguh mencintai-Mu. Biarlah setiap doaku menjadi percakapan kasih, dan setiap persembahanku menjadi wujud syukur yang mendalam.

Aku menyerahkan hatiku sepenuhnya kepada-Mu. Biarlah hidupku menjadi penyembahan yang harum bagi-Mu.

Dalam nama Tuhan Yesus, aku berdoa. Amin.

Share:

Renungan Harian " Ngerinya Upah Ketidaksetiaan "

Ilustrasi pilihan hidup antara jalan ketaatan dan ketidaksetiaan.
Di Balik Ketidaksetiaan: Saat Jiwa Kehilangan Perlindungan-Nya

Kita sering berbicara tentang berkat, namun jarang sekali kita berani menatap wajah "akibat" dari pilihan kita sendiri. Dalam Ulangan 28:15-46, kita dihadapkan pada sebuah realitas yang menggetarkan hati: bahwa ketidaksetiaan bukan sekadar kesalahan kecil, melainkan langkah kaki yang menjauh dari satu-satunya sumber kehidupan.

Sebuah Kehilangan yang Menyeluruh Bayangkan sebuah kehidupan di mana setiap sudut yang kita tempuh terasa gersang. Alkitab menggambarkan kutukan ketidaksetiaan menjamah segala lini—dari tempat kita bekerja (ladang), tempat kita menyimpan rezeki (bakul), hingga langkah kaki saat kita masuk dan keluar.

Ini bukan tentang Tuhan yang ingin menghukum dengan kejam, melainkan tentang apa yang terjadi ketika kita memutuskan untuk "berjalan sendiri" di luar naungan-Nya. Tanpa Tuhan, usaha kita menjadi sia-sia, dan keberhasilan kita berubah menjadi kehampaan. Saat kita tidak setia, kita sebenarnya sedang membangun tembok yang menghalangi aliran kasih karunia-Nya dalam hidup kita.

Kasih yang Memanggil Melalui Keadilan Mungkin kita bertanya: "Mengapa Tuhan yang pengasih membiarkan hal semengerikan itu terjadi?" Saudaraku, Tuhan terlalu mengasihi kita untuk membiarkan kita terus tersesat dalam pemberontakan. Rasa sakit, kekecewaan, dan "upah" dari ketidaksetiaan seringkali adalah cara Tuhan "mencubit" nurani kita agar kita sadar: di luar Dia, kita benar-benar tidak memiliki apa-apa. Keadilan-Nya memastikan ada konsekuensi, namun kasih-Nya selalu menyediakan jalan untuk pulang.

Respon Pribadi: Dimana Hatiku Berada? Mari sejenak masuk ke dalam keheningan dan bertanya pada diri sendiri:

  • Apakah ada bagian dari hidupku—pekerjaan, keluarga, atau hobi—yang sedang aku jalankan tanpa melibatkan Tuhan?

  • Apakah aku lebih takut pada kesulitan hidup daripada takut mendukakan hati Tuhan?

Kesetiaan bukanlah tentang melakukan peraturan dengan kaku, melainkan tentang menjaga hubungan cinta dengan Dia. Hari ini, Tuhan tidak sedang menudingkan jari-Nya untuk menghakimimu, melainkan membentangkan tangan-Nya agar kau kembali setia.

Doa untuk Melangkah

Bapa yang Kudus dan Adil,

Tunduk di hadapan-Mu, aku menyadari betapa seringnya hatiku tidak setia. Aku sering berjalan menurut keinginanku sendiri, seolah-olah aku mampu mengatur hidupku tanpa-Mu. Ampuni aku jika ketidaksetiaanku telah mendukakan hati-Mu.

Tuhan, aku tidak ingin hidup dalam "kekeringan" karena jauh dari-Mu. Lembutkanlah hatiku agar aku senantiasa mendengar suara-Mu. Berikanlah aku kekuatan dan keteguhan hati untuk tetap setia, baik dalam suka maupun duka, di kota maupun di ladang, saat masuk maupun saat keluar.

Biarlah hidupku menjadi bukti bahwa kasih-Mu memulihkan dan keadilan-Mu membimbingku di jalan yang benar. Aku ingin bersandar sepenuhnya hanya pada-Mu.

Amin.

Share:

Renungan Harian " Berkat dan Kesetiaan "

Renungan Ulangan 28 tentang berkat Tuhan yang mengalir melalui hidup yang setia dan taat
 
Berkat yang Mengalir dari Kesetiaan

Setiap orang tentu merindukan hidup yang diberkati. Kita berharap hari-hari dijalani dengan kecukupan, damai, dan pertolongan Tuhan yang nyata. Namun firman Tuhan hari ini mengajak kita berhenti sejenak dan merenung: dari mana sesungguhnya berkat itu mengalir?

Musa mengingatkan bangsa Israel bahwa berkat tidak datang secara kebetulan. Berkat adalah janji Tuhan, tetapi kesetiaan adalah jalan yang harus ditempuh. Tuhan meminta satu hal yang sederhana namun mendalam: mendengarkan suara-Nya dengan sungguh-sungguh dan setia melakukan perintah-Nya. Ketika umat memilih hidup taat, berkat Tuhan tidak hanya datang—berkat itu mengikuti mereka.

Deretan berkat yang Tuhan janjikan sungguh luar biasa. Berkat itu menjangkau seluruh aspek kehidupan: pekerjaan, keluarga, hasil usaha, keamanan, bahkan posisi mereka di tengah bangsa-bangsa lain. Tuhan memberkati saat mereka bekerja dan saat mereka beristirahat, saat mereka melangkah keluar dan saat mereka kembali pulang. Tidak ada satu pun bagian hidup yang luput dari perhatian-Nya.

Namun renungan ini juga menantang kita secara pribadi. Apakah selama ini kita lebih fokus mengejar berkat, tetapi lupa menjaga kesetiaan? Apakah kita masih sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan dalam setiap keputusan hidup? Tuhan tidak meminta kesempurnaan, tetapi hati yang mau taat dan setia berjalan bersama-Nya.

Hari ini, marilah kita kembali menata hati. Kesetiaan kepada Tuhan bukanlah beban, melainkan jalan menuju kehidupan yang dipenuhi kebaikan-Nya. Ketika kita memilih taat, kita sedang membuka pintu bagi berkat Tuhan untuk mengalir dengan limpah dalam hidup kita.

Doa
Tuhan yang penuh kasih, terima kasih atas janji berkat-Mu yang begitu indah. Ajarlah kami untuk tidak hanya mencari berkat, tetapi terlebih hidup setia kepada-Mu. Lembutkan hati kami agar peka mendengar suara-Mu dan taat melakukan kehendak-Mu dalam setiap langkah hidup kami. Kami rindu hidup yang memuliakan nama-Mu dan menjadi saluran berkat bagi sesama. Di dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.
Share:

Renungan Harian " Batu Peringatan "

Ilustrasi tumpukan batu di atas bukit diterangi cahaya sebagai simbol batu peringatan akan karya Tuhan.
Batu Peringatan

Manusia mudah lupa. Waktu berlalu, pergumulan baru datang, dan perlahan ingatan akan pertolongan Tuhan yang lampau bisa memudar. Karena itulah bangsa Israel diperintahkan Musa untuk membuat batu peringatan—sebuah tanda yang terus mengingatkan mereka akan karya Tuhan yang membawa mereka keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian.

Batu-batu itu bukan sekadar tumpukan materi. Di sanalah hukum Tuhan dituliskan dengan jelas. Di sanalah mazbah didirikan, korban dipersembahkan, dan syukur dinaikkan. Batu peringatan itu menjadi saksi bisu bahwa mereka sampai di tempat itu bukan karena kekuatan sendiri, melainkan semata-mata karena pertolongan Tuhan.

Menariknya, peristiwa ini juga disertai dengan pengucapan berkat dan kutuk. Bangsa Israel dibagi ke dua gunung—Gunung Gerizim dan Gunung Ebal. Firman Tuhan disuarakan dengan lantang. Setiap orang mendengarnya. Setiap orang diingatkan bahwa hidup bersama Tuhan selalu membawa pilihan: taat dan diberkati, atau mengabaikan firman dan menanggung akibatnya.

Dari kisah ini, kita diajak belajar dua hal penting.
Pertama, buatlah “batu peringatan” dalam hidup kita sendiri. Kita mungkin tidak lagi menulis di atas batu, tetapi kita bisa mencatatnya dalam jurnal doa, kesaksian, catatan pribadi, atau bahkan membagikannya sebagai ungkapan syukur. Semua itu menolong kita untuk tidak melupakan karya Tuhan yang nyata.

Kedua, firman Tuhan perlu diucapkan dan dibagikan. Saat kita menyampaikannya kepada orang lain, firman itu juga berbicara kembali kepada diri kita. Seperti pedang bermata dua, firman menegur, meneguhkan, dan membentuk, baik bagi pendengar maupun penyampainya.

Renungan ini mengajak kita bertanya:
Apa “batu peringatan” dalam hidupku hari ini?
Karya Tuhan mana yang hampir kulupakan, tetapi seharusnya terus kuingat dan kusyukuri?

Biarlah ingatan akan pertolongan Tuhan tetap hidup, bukan hanya di masa lalu, tetapi menguatkan langkah kita hari ini dan ke depan.

Doa

Tuhan yang setia,
Terima kasih atas setiap pertolongan-Mu dalam hidup kami.
Ampuni kami bila kami sering lupa akan karya-Mu yang besar.
Ajari kami membuat “batu peringatan” dalam hidup kami,
agar iman kami tetap kuat dan pengharapan kami tidak goyah.
Biarlah firman-Mu selalu hidup dalam hati dan perkataan kami.
Di dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Share:

Pujian Ibadah GKKK Tepas | 21 Desember 2025

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.