Renungan Harian " Inilah Kesaksian Yohanes Pembaptis "
Bukan Sekadar Nama, Tapi Pengorbanan Yohanes tidak menyebut Yesus sebagai "Raja yang Megah" atau "Prajurit yang Gagah", melainkan Anak Domba. Ini adalah sebutan yang penuh kelembutan sekaligus kepedihan. Seperti anak domba yang darahnya menyelamatkan bangsa Israel di Mesir, Yesus datang untuk merelakan diri-Nya hancur agar kita utuh, dan terluka agar kita sembuh.
Darah-Nya di kayu salib bukanlah tanda kekalahan, melainkan tanda kasih yang paling tuntas. Melalui Dia, tembok pemisah antara kita dan Bapa telah runtuh. Kita tidak lagi dipandang berdasarkan dosa-dosa kita, melainkan berdasarkan pengampunan-Nya yang sempurna.
Lebih dari Sekadar Ampun: Sebuah Kehidupan Baru Namun, kesaksian Yohanes tidak berhenti di salib. Ia melihat Roh Kudus turun atas Yesus. Ini adalah janji bagi Anda dan saya: bahwa di dalam Yesus, kita tidak hanya diampuni, tetapi juga diperbarui. Roh Kudus-Nya bekerja di dalam kita, memberikan kekuatan saat kita lemah, dan memberikan hikmat saat kita kehilangan arah. Menjadi milik Kristus berarti mengalami transformasi sejati—dari dalam ke luar.
Respon Pribadi Anda Di hadapan Sang Anak Domba yang telah memberikan segalanya, apa respon hati kita hari ini?
Maukah kita melepaskan genggaman atas dosa atau kegagalan yang selama ini kita simpan sendiri?
Sudahkah kita membuka pintu rumah tangga, pekerjaan, dan masa depan kita untuk sepenuhnya dipimpin oleh Roh-Nya?
Percayakah kita bahwa tangan yang terpaku di salib itu adalah tangan yang sama yang kini teracung untuk memberkati setiap aspek hidup kita?
Doa & Deklarasi Berkat
"Bapa di dalam nama Tuhan Yesus, kami bersyukur atas kasih-Mu yang melampaui segala akal. Hari ini kami memandang kepada-Mu, Sang Anak Domba yang telah menebus hidup kami. Terima kasih untuk pengampunan yang memerdekakan kami dari belenggu masa lalu.
Tuhan, biarlah kuasa-Mu yang melampaui segala kuasa melindungi kami senantiasa. Kami mohon, biarlah berkat-Mu mengalir deras dalam setiap jengkal kehidupan kami. Berkatilah rumah tangga kami, pasangan hidup kami, anak-cucu kami, hingga studi dan pekerjaan kami. Kami serahkan sawah, ladang, perusahaan, toko, usaha, hingga setiap MOU dan pelanggan kami ke dalam tangan-Mu. Biarlah di kantor, di rumah, dan dalam pelayanan kami, nama-Mu dipermuliakan. Tambahkanlah hikmat seiring bertambahnya usia kami, agar kami tetap kuat dan selalu ada terobosan dalam setiap proses menuju kesuksesan yang seturut pimpinan-Mu.
Jadilah seturut kehendak-Mu yang sempurna. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa dan mengucap syukur. Amin!"
Renungan Harian " Siapakah Engkau "
Pertanyaan ini pernah dilemparkan kepada Yohanes Pembaptis. Ia punya panggung, ia punya massa, dan ia punya pengaruh. Secara manusiawi, ia bisa saja mengaku sebagai Elia atau bahkan Mesias yang dinanti-nanti. Namun, jawaban Yohanes sungguh menggetarkan hati: "Aku bukan..."
Keberanian untuk Menjadi Kecil Ada kekuatan yang luar biasa dalam kalimat "Aku bukan". Yohanes Pembaptis mengajarkan kita bahwa jati diri yang sejati tidak ditemukan dalam pengakuan dunia, melainkan dalam pengakuan akan siapa Yesus bagi kita.
Ia tahu persis posisinya. Ia hanyalah sebuah suara, bukan Sang Firman. Ia hanyalah saksi, bukan Sang Terang. Bahkan, ia merasa tidak layak sekadar membuka tali kasut Yesus—tugas seorang hamba yang paling rendah sekalipun. Yohanes tidak sedang rendah diri (insecure), ia sedang rendah hati. Ia merasa kecil karena ia telah melihat betapa besarnya Tuhan.
Menemukan Jati Diri dalam Kerendahan Hati Seringkali, masalah dalam hidup kita muncul karena kita terlalu lelah mencoba menjadi pusat dari segalanya. Kita merasa harus mengendalikan semua hal, harus dipuji, dan harus berhasil. Namun, Yohanes mengajak kita untuk beristirahat dari ambisi yang melelahkan itu.
Identitas kita yang paling mulia bukanlah saat kita menjadi "pusat", melainkan saat kita menjadi "penunjuk jalan". Bahwa hidup kita, tutur kata kita, dan luka-luka kita sekalipun, bisa menjadi saksi yang mengarahkan orang lain kepada Yesus, Sang Mesias.
Respon Pribadi Anda Mari masuk ke dalam ruang batin yang paling jujur hari ini:
Jika hari ini label kesuksesan, jabatan, dan hartamu ditanggalkan, siapakah engkau di hadapan Tuhan?
Apakah ada bagian dalam hidupmu di mana engkau masih mencoba mencuri kemuliaan Tuhan dan ingin dianggap sebagai "pusat"?
Maukah engkau hari ini berdamai dengan ketidaksempurnaanmu, dan membiarkan Yesus menjadi satu-satunya yang besar di dalam hidupmu?
Doa untuk Hari Ini
"Tuhan Yesus, Sang Terang yang Sejati, terima kasih karena Engkau telah menemukanku saat aku kehilangan jati diri. Ampuni aku jika selama ini aku terlalu sibuk membangun istanaku sendiri dan lupa bahwa akulah yang seharusnya menjadi pembuka jalan bagi kemuliaan-Mu.
Tanamkanlah di hatiku kerendahan hati seperti Yohanes Pembaptis. Mampukan aku untuk berani berkata 'Bukan aku, tapi Kristus' dalam setiap pekerjaanku, pelayananku, dan tutur kataku. Ajarlah aku merasa cukup hanya dengan menjadi hamba-Mu, karena di dalam ketaatan itulah aku menemukan tujuan hidupku yang sebenarnya. Jadikanlah hidupku saksi-Mu yang setia hari ini. Amin."
Renungan Harian " Pesan Natal yang Sejati "
Bagi banyak orang, Natal identik dengan kerlip lampu, pohon yang dihias, atau kehangatan keluarga. Namun, Yohanes membawa kita jauh sebelum semua itu ada—ia membawa kita pada kekekalan.
"Pada mulanya adalah Firman..."
Bayangkan ini: Sang Logos, kekuatan yang mengatur seluruh keteraturan alam semesta, Prinsip Agung yang menciptakan bintang dan galaksi, ternyata tidak ingin tinggal jauh di "dunia ide" yang impersonal. Dia tidak ingin menjadi Tuhan yang hanya kita pelajari lewat buku teologi atau hukum-hukum yang kaku.
Dia memilih untuk menjadi manusia. Dia memilih untuk memiliki detak jantung, merasakan haus, dan menghirup udara yang sama dengan kita.
Tuhan yang "Berkemah" di Samping Kita
Dalam ayat 14 dikatakan, "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita." Kata "diam" di sini dalam bahasa aslinya berarti "mendirikan kemah". Tuhan tidak hanya mampir sebentar; Dia mendirikan kemah-Nya di tengah lingkungan kita yang berantakan, di tengah duka kita, dan di tengah kegelapan dosa kita.
Inilah puncak dari kasih: Allah tidak hanya mengirim pesan keselamatan, Dia menjadi pesan itu sendiri. Dia tidak hanya menunjukkan jalan, Dia menjadi Jalan itu.
Respon Pribadi untuk Hatimu
Sering kali kita merasa Allah itu jauh. Kita merasa bahwa untuk bertemu Allah, kita harus menjadi suci terlebih dahulu, atau mendaki gunung kesalehan yang sangat tinggi. Namun Yohanes 1 mengingatkan kita bahwa Dia yang turun mendatangi kita.
Hari ini, mari kita bertanya secara pribadi ke dalam batin kita:
Apakah aku masih melihat Natal hanya sebagai perayaan lahirnya "bayi Yesus", atau aku sudah menyadari bahwa ini adalah kehadiran Pencipta Semesta dalam hidupku?
Di bagian hidupku yang mana yang saat ini terasa gelap? Maukah aku membiarkan Sang Terang itu masuk dan meneranginya tanpa rasa malu?
Tuhan sudah "mendirikan kemah"-Nya di dunia ini. Apakah aku sudah membuka pintu "kemah" hatiku agar Dia tinggal di dalamnya?
Natal adalah undangan untuk sebuah hubungan. Bukan sekadar tahu tentang Dia, tapi mengenal Dia secara pribadi.
Doa Hari Ini
Ya Tuhan Yesus, Sang Firman yang kekal. Aku tertegun menyadari bahwa Engkau yang begitu agung bersedia menjadi begitu kecil dan terbatas demi aku. Terima kasih karena Engkau tidak membiarkanku berjalan sendiri dalam kegelapan.
Hari ini, aku menyambut Terang-Mu. Terangilah sudut-sudut hatiku yang masih tersembunyi, yang masih penuh dengan keraguan dan dosa. Ampuni aku jika selama ini aku hanya merayakan Natal tanpa benar-benar merayakan kehadiran-Mu.
Ajarlah aku untuk hidup dalam anugerah demi anugerah-Mu. Biarlah melalui hidupku, orang lain juga bisa melihat sedikit cahaya dari Terang-Mu yang abadi. Amin.
Renungan Harian " Hidup dalam Perjanjian "
Pernahkah kita menoleh ke belakang dan menyadari bahwa setiap jengkal langkah kaki kita sebenarnya adalah jejak pemeliharaan Tuhan?
Dalam Ulangan 29, Musa membawa bangsa Israel ke sebuah "ruang hening" sebelum mereka melangkah lebih jauh. Ia mengingatkan mereka tentang 40 tahun di padang gurun—masa di mana kasut mereka tidak rusak dan pakaian mereka tidak hancur. Bukan karena mereka kuat, tapi karena ada pribadi yang berdaulat yang menuntun mereka.
Dipanggil untuk Berdiri di Hadapan-Nya
Hal yang paling menyentuh dari bab ini adalah betapa "inklusifnya" panggilan Tuhan. Dia tidak hanya memanggil para pemimpin atau imam besar. Dia memanggil semua orang: laki-laki, perempuan, anak-anak, bahkan hingga tukang belah kayu dan penimba air.
Di hadapan Tuhan, status sosial kita luruh. Kita semua berdiri di level yang sama—sebagai penerima anugerah. Tuhan ingin mengikat Berit (perjanjian) bukan karena Dia membutuhkan kita, tetapi karena Dia begitu mengasihi kita. Dia ingin menjadi Allah kita, dan Dia ingin kita menjadi umat-Nya. Sebuah hubungan yang intim, mengikat, dan kekal.
Mengapa Kita Sering Berpaling?
Musa memberikan peringatan yang lembut namun tegas: jangan sampai ada akar pahit yang menghasilkan racun atau empedu di antara kita. Sering kali, setelah mengalami keajaiban Tuhan, hati kita perlahan mengeras dan kita mulai merasa "mampu" tanpa-Nya. Kita mulai melirik "ilah-ilah" modern—entah itu ambisi, harta, atau pengakuan manusia—yang kita pikir bisa memberi keamanan lebih dari Tuhan.
Padahal, rahasia dari hidup yang diberkati bukanlah tentang seberapa keras kita berusaha, melainkan seberapa setia kita tinggal dalam perjanjian-Nya.
Respon Pribadi untuk Hatimu
Hari ini, mari kita berhenti sejenak dari hiruk-pikuk pencapaian dunia dan bertanya pada diri sendiri:
Jika aku menoleh ke belakang, sanggupkah aku melihat tangan Tuhan yang menjaga "kasut dan pakaian" hidupku hingga hari ini?
Adakah "ilah" lain di hatiku yang saat ini lebih aku andalkan daripada janji Tuhan?
Maukah aku hari ini kembali berdiri di hadapan-Nya, bukan sebagai pekerja-Nya, tapi sebagai anak kesayangan-Nya yang menyerahkan ketaatan sepenuhnya?
Tuhan tidak meminta kesempurnaan kita. Dia meminta kesetiaan kita.
Tuhan, selidikilah hatiku. Jika ada akar pahit atau berhala yang mulai tumbuh dan menjauhkanku dari-Mu, cabutlah hingga ke akarnya. Berikanlah aku hati yang teguh untuk memegang perjanjian-Mu. Ajarlah aku untuk taat, bukan karena takut, melainkan karena aku tahu betapa besarnya kasih-Mu kepadaku. Biarlah seluruh hidupku, mulai hari ini, menjadi kesaksian akan kesetiaan-Mu. Amin.















