Jangan Merusak Pekerjaan Allah
Saling Menerima
Roma 14:1-12
Dalam perjalanan iman, setiap orang memiliki tingkat pertumbuhan dan pemahaman yang berbeda. Sebagian bertumbuh dengan cepat, sementara yang lain butuh waktu lebih lama. Dalam konteks ini, Paulus mengingatkan pentingnya sikap saling menerima, khususnya dalam jemaat yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti di Roma.
Menghormati Perbedaan
Paulus menasihati jemaat untuk menerima orang yang lemah imannya tanpa berdebat soal hal-hal yang tidak esensial (Roma 14:1). Contohnya adalah perbedaan pandangan mengenai makanan atau hari tertentu (Roma 14:2-5). Baginya, perbedaan ini bukan alasan untuk saling menghakimi. Sebaliknya, setiap orang dipanggil untuk bertanggung jawab langsung kepada Tuhan (Roma 14:10-12).
Kuncinya adalah melakukan segala sesuatu untuk Tuhan. Baik makan, tidak makan, menghormati hari tertentu, atau tidak, semuanya harus dilakukan dengan motivasi yang berpusat pada Allah (Roma 14:6-9).
Belajar Menerima
Sikap saling menerima adalah dasar dari persekutuan yang harmonis. Alih-alih menilai orang lain berdasarkan standar kita sendiri, kita dipanggil untuk memahami mereka dalam terang kasih Kristus. Setiap perbedaan, baik dalam budaya, kebiasaan, atau pandangan, adalah kesempatan untuk saling melengkapi, bukan memecah-belah.
Hal-hal yang dapat kita lakukan untuk saling menerima:
- Hindari Penghakiman: Jangan mengukur orang lain berdasarkan ukuran diri kita. Tuhanlah yang menjadi Hakim.
- Fokus pada Tuhan: Ingat bahwa semua tindakan kita, baik pribadi maupun dalam komunitas, harus ditujukan untuk memuliakan Allah.
- Hargai Keberagaman: Lihatlah perbedaan sebagai anugerah yang memperkaya persekutuan.
- Belajar Empati: Berusahalah memahami latar belakang, kebutuhan, dan pergumulan orang lain sebelum memberi tanggapan.
Membangun Persekutuan yang Kokoh
Dalam hidup berjemaat, tantangan berupa perbedaan pendapat tidak dapat dihindari. Namun, dengan kasih dan pengertian, kita dapat menjadikan perbedaan ini sebagai sarana pertumbuhan bersama.
Marilah kita berkomitmen untuk saling menerima, sebagaimana Kristus telah menerima kita (Roma 15:7). Dengan sikap ini, kita tidak hanya menjaga harmoni di dalam jemaat, tetapi juga memuliakan Tuhan melalui persatuan dan kasih yang nyata di antara sesama saudara seiman.
Kasih sebagai Utang
Roma 13:8-14
Utang tidak selalu berbentuk materi seperti uang; ada pula utang non-materi berupa kasih, kebaikan, atau jasa yang wajib dibalas. Dalam Roma 13:8-14, Paulus mengajarkan prinsip hidup orang percaya dengan menempatkan kasih sebagai utang yang wajib terus dibayar.
Pertama, kasih kepada sesama adalah cara untuk menggenapi hukum Allah (Roma 13:8-10). Kasih melampaui semua hukum karena di dalamnya terkandung penghormatan dan kebaikan yang tak merugikan siapa pun.
Kedua, kasih itu mendorong kita meninggalkan perbuatan kegelapan dan mendukung perbuatan yang sopan dan benar (Roma 13:11-13). Kasih sejati memotivasi kita untuk hidup dalam terang dan menjauhkan diri dari dosa-dosa yang mencemarkan jiwa dan tubuh.
Ketiga, kasih itu dilakukan dengan meneladani Yesus Kristus, bukan mengikuti hawa nafsu manusiawi (Roma 13:14). Dengan mengenakan "perlengkapan senjata terang," kita dimampukan untuk hidup memuliakan Tuhan dan menyatakan kasih yang murni kepada sesama.
Utang Kasih yang Tak Ternilai
Kasih Kristus kepada kita adalah kasih yang sempurna, tanpa syarat, dan melampaui segala pemahaman manusia. Kasih ini adalah "utang" yang tak dapat kita bayar sepenuhnya. Namun, kita dipanggil untuk meresponsnya dengan kasih kepada Allah dan sesama.
Kasih yang sejati adalah kasih yang tulus, tanpa pamrih, dan tidak menuntut balasan. Dengan memahami kasih sebagai utang, kita menyadari bahwa kasih tidak pernah "habis dibayar." Setiap hari adalah kesempatan baru untuk menunjukkan kasih kepada orang lain, baik dalam bentuk perhatian, bantuan, maupun pengampunan.
Panggilan untuk Mengasihi
Sebagai orang percaya, keputusan untuk mengasihi bukanlah investasi demi imbalan, tetapi sebuah tanggapan atas kasih Allah. Dalam kasih, kita menyatakan iman kita kepada Kristus dan menghadirkan terang bagi dunia.
Pertanyaan untuk Diri Kita:
- Apakah saya telah menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengasihi?
- Seberapa besar pengorbanan saya untuk menyatakan kasih kepada orang lain?
- Apakah tindakan saya mencerminkan kasih Kristus yang tanpa syarat?
Mari kita terus berjuang untuk hidup dalam kasih. Setiap tindakan kasih yang tulus, meskipun kecil, pasti menghasilkan buah yang baik. Dengan kasih, kita memuliakan Allah dan membawa damai kepada sesama.
Kasih kepada Pemerintah
1. Pemerintah Adalah Alat Allah
Rasul Paulus menegaskan bahwa pemerintah adalah institusi yang ditetapkan oleh Allah. Mereka adalah pelayan-Nya untuk menjaga ketertiban, mendatangkan kebaikan, dan menegakkan hukum (ayat 1-4). Hal ini berlaku bahkan ketika pemerintah tidak selalu adil. Dengan mengingat hal ini, kita diajar untuk tunduk pada otoritas pemerintah sebagai bagian dari ketaatan kita kepada Allah.
Pemerintah menjalankan fungsi sebagai alat Allah untuk menghukum kejahatan dan memberi penghargaan kepada yang benar. Karena itu, Paulus mengimbau agar orang percaya hidup dalam ketertiban, menaati aturan yang ada, dan memberikan apa yang menjadi kewajiban kepada pemerintah.
2. Kewajiban Kita Sebagai Warga Negara
Paulus memberikan contoh konkret, yaitu pembayaran pajak. Pajak adalah salah satu cara kita mendukung keberlangsungan pemerintahan yang diatur Allah (ayat 6-7). Tindakan sederhana seperti membayar pajak tepat waktu adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai warga negara sekaligus ungkapan kasih kepada Allah.
Yesus Kristus sendiri mengajarkan prinsip yang sama: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah" (Matius 22:21). Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya menghormati otoritas pemerintah tanpa melupakan tanggung jawab kita kepada Tuhan.
3. Tantangan dan Perenungan
Namun, bagaimana jika pemerintah bertindak tidak adil?
- Tetap taat selama aturan tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Jika peraturan yang dibuat pemerintah tidak melanggar hukum Allah, maka ketaatan kita adalah bukti iman kita kepada Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu.
- Hidup dengan integritas. Meski kita melihat ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintah, itu tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk berlaku curang atau apatis. Tanggung jawab kita kepada negara tetap mencerminkan tanggung jawab kita kepada Allah.
Beberapa refleksi sederhana:
- Apakah kita sudah membayar pajak dengan jujur?
- Bagaimana sikap kita terhadap aturan pemerintah yang mungkin terasa memberatkan?
- Apakah kita memberi contoh kepada sesama sebagai warga negara yang taat hukum?
4. Kasih sebagai Fondasi
Mengasihi pemerintah berarti menunjukkan penghormatan kepada mereka, sekalipun tidak sempurna. Dengan menjadi warga negara yang baik, kita menyatakan kasih kepada sesama dan memuliakan Allah. Taat kepada pemerintah bukan berarti mendukung semua tindakannya, tetapi menunjukkan bahwa kita adalah umat Allah yang hidup dengan hikmat, hormat, dan tanggung jawab.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjalankan kewajiban sebagai warga negara dengan penuh kasih dan ketaatan. Ketundukan kita pada pemerintah adalah refleksi dari iman kita kepada Tuhan yang menetapkan otoritas di dunia ini.
Berilah yang wajib kita berikan, dan jadilah garam serta terang melalui sikap hormat dan kasih kepada pemerintah.
Karunia yang Tidak Sia-sia
1. Karunia yang Dilandasi Kasih
Karunia tanpa kasih akan menjadi sia-sia. Rasul Paulus menegaskan bahwa kasih adalah elemen utama dalam penggunaan karunia (ayat 9). Karunia yang dipakai tanpa kasih hanya akan berujung pada kesombongan, kepura-puraan, atau penghargaan duniawi semata (bdk. 1Kor. 13:1-3).
Kasih yang dimaksud di sini bukanlah sekadar emosi atau perasaan, tetapi kasih yang tulus dan nyata dalam tindakan. Mengasihi sesama berarti memandang mereka sebagai saudara yang perlu kita pedulikan dengan sepenuh hati (ayat 10).
2. Ciri Kasih yang Tulus Ikhlas
Paulus menggambarkan kasih yang sejati dengan tindakan nyata:
- Mengutamakan kebaikan dan menjauhi kejahatan (ayat 9).
- Menghormati sesama lebih dari diri sendiri (ayat 10).
- Bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan tekun dalam doa (ayat 12).
- Berempati dengan yang bersukacita dan berduka (ayat 15).
- Memberkati orang yang memusuhi, bukan mengutuk mereka (ayat 14).
- Berbuat baik bahkan kepada mereka yang berbuat jahat (ayat 20).
Kasih sejati melampaui hubungan sesama orang percaya. Bahkan, terhadap seteru sekalipun, kasih memanggil kita untuk memberkati, mengampuni, dan menunjukkan kebaikan.
3. Mengalahkan Kejahatan dengan Kasih
Paulus mengakhiri nasihatnya dengan perintah untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dengan kebaikan (ayat 17-21). Ia mengajarkan bahwa kasih adalah senjata paling ampuh untuk mengalahkan kejahatan. Ketika kita membalas kebencian dengan kasih, kita tidak hanya menghancurkan lingkaran kejahatan, tetapi juga memuliakan Tuhan melalui hidup kita.
Perenungan
Apakah Kita Melayani dengan Kasih?
Menggunakan karunia haruslah dilandasi kasih yang tulus. Apakah kita melayani karena ingin dihargai, atau karena kita ingin memuliakan Tuhan dan membantu sesama?Bagaimana Kita Menyikapi Orang yang Sulit?
Kasih sejati menantang kita untuk memperlakukan musuh dengan baik. Apakah kita mampu memberkati mereka yang menyakiti kita, seperti yang diajarkan Yesus?Apa Motivasi Kita dalam Berbuat Baik?
Apakah tindakan kita didasari ketulusan, atau ada motivasi tersembunyi seperti pujian, penghargaan, atau balas jasa?
Kesimpulan
Karunia adalah anugerah Allah, tetapi karunia tanpa kasih adalah sia-sia. Allah memanggil kita untuk menghidupi kasih yang tulus dalam segala hal yang kita lakukan, baik dalam melayani sesama maupun dalam menghadapi musuh. Kasih yang tulus ikhlas, yang lahir dari hati yang telah diperbarui oleh Tuhan, akan menghasilkan buah yang memuliakan Allah.
Hiduplah dengan kasih yang nyata, dan gunakan karunia untuk melayani dengan ketulusan!











