Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Tuhan Yang Tetap

- Efesus 2:8-9

Hidup itu sulit atau tidak tetap di jalani, manusia  sangat menginginkan sesuatu atau tidak dapat diubah. Panggilan Tuhan dalam perikop bacaan hari ini menunjukkan pilihan-Nya yang begitu tetap terhadap Yunus untuk mengabarkan firman-Nya kepada orang Niniwe. Mengapa Tuhan begitu kekeuh? Apakah tidak ada hamba-Nya yang lain untuk memberitakan firman kepada orang Niniwe?

Panggilan Tuhan yang Tetap bagi Yunus menunjukkan pribadi-Nya yang penuh anugerah. Yunus menolak panggilan Tuhan karena orang Niniwe adalah musuh orang Israel dan juga memiliki moral yang bobrok. Pribadi Tuhan yang penuh anugerah merancang Yunus untuk mengalami anugerah-Nya saat diselamatkan dari laut. Selain itu, Tuhan juga punya rancangan lain untuk Yunus. Dia ingin agar Yunus juga belajar mengenai hati Tuhan yang juga memberikan anugerah bagi orang-orang non-Israel (Yun. 4:10-11).

Tuhan juga menunjukkan pribadi-Nya yang penuh anugerah bagi hamba-hamba-Nya melalui berbagai situasi dalam kehidupan. Tuhan berkali-kali meneguhkan panggilan-Nya bagi Musa untuk membawa Israel keluar dari Mesir, meski Musa berulang kali menolaknya (Kel. 3:1-4:17). Musa merasa diri tidak mampu memimpin Israel, tetapi Tuhan Tetap memanggilnya untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan yang Mahakuasa yang memampukan Musa. Demikian juga ketika Tuhan memberikan Simson kesempatan kedua untuk memenuhi panggilan-Nya sebagai hakim Israel (Hak. 13). Sepanjang hidupnya Simson menyia-nyiakan panggilan Tuhan, tetapi menjelang ajalnya Simson diberikan kesempatan untuk membalaskan orang Filistin (Hak. 16:28-30). Tuhan Tetap  terhadap panggilan dan anugerah-Nya.

Tuhan juga rindu menunjukkan pribadi-Nya yang penuh anugerah kepada setiap kita anak-anak-Nya. Anugerah Tuhan yang terutama sudah diwujudkan melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib bagi kita yang berdosa. Setiap orang yang percaya kepada Yesus dipanggil Tuhan untuk menerima anugerah. Tuhan Yesus pun sekarang memanggil kita, terlepas seberapa parah dosa kita, untuk menghidupi anugerah-Nya. Sama seperti Tuhan yang tetap, apa pun panggilan-Nya terhadap diri kita, hendaklah kita tetap  melakukannya sambil memberitakan kasih anugerah-Nya kepada orang yang lain.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah menolak panggilan Tuhan untuk melakukan sesuatu? Apa akibatnya?

Apakah selama ini Anda sudah memberitakan anugerah dalam Tuhan Yesus kepada orang lain?

Share:

Kemenangan atas keputusasaan

3 Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, 4 bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; 5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. 6 Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. 7 Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. (1Korintus 15:3-7)
Pengantar untuk Renungan
Sebagaimana kemenangan Yesus atas kematian bukanlah suatu fiksi, demikian juga kemenangan orang percaya atas keputusasaan merupakan suatu kepastian. Memang para ilmuwan telah berhasil mengatasi sebagian besar dari penyakit, sehingga sedikit banyak mereka telah berhasil memperpanjang kehidupan. Namun walaupun demikian mereka tetap tidak mampu untuk menaklukkan kematian. Kematian merupakan suatu pengalaman yang tidak terhindarkan. Realitas ini mengakibatkan di bawah ambang sadarnya manusia menyadari akan ketidakberdayaan dirinya. Ketidakberdayaan di hadapan kematian yang mengakibatkan banyak orang hidup di dalam keputusasaan.
Namun tidak demikian halnya dengan kebangkitan Kristus. Sebagaimana yang ia paparkan di dalam 1Korintus 15 rasul Paulus menjelaskan bahwa kebangkitan Kristus dari kematian merupakan suatu fakta yang dapat dibuktikan. Adanya para saksi mata yang saat itu dapat diuji membuktikan bahwa kebangkitan Yesus bukanlah suatu fiksi. Realitas dari kemenangan-Nya atas kematian ini memungkinkan orang yang percaya kepada-Nya untuk juga hidup di dalam kemenangan atas keputusasaan. Kuasa kebangkitan-Nya menjamin bahwa tidak ada penghalang bagi masa depan yang tidak dapat Ia taklukkan. Dengan kata lain, di dalam Yesus kita dapat hidup di dalam kehidupan yang penuh dengan pengharapan.
Pertanyaan untuk Direnungkan
Bagaimana perasaan Anda seandainya hari ini Anda diperhadapkan kepada kematian? Mengapa demikian
Menanggapi Bacaan Alkitab
Tuhan, aku bersyukur karena melalui kebangkitan-Mu dari kematian Engkau telah melahirkan diriku ke dalam hidup yang penuh dengan pengharapan. Melalui kebangkitan-Mu Engkau membuktikan bahwa pada-Mulah segala kuasa baik yang di sorga maupun di bumi. Sehingga dengan demikian aku memiliki jaminan untuk hari depanku. Engkau menaklukkan semua yang menjadi penghalang bagi masa depanku. Di dalam Engkau aku dapat mengharapkan hari esok yang indah sebagaimana yang Engkau janjikan bagi diriku.
Doa
Tuhan, Engkau berjanji bahwa Engkau akan menyertai aku sampai kepada akhir zaman. Oleh sebab itu aku memohon sertailah diriku di sepanjang minggu ini agar hidupku dapat menjadi saksi bagi orang-orang di sekitarku, khususnya mereka yang masih belum percaya kepada-Mu. Tolonglah diriku agar melalui perbuatan dan tutur kataku aku dapat menjadi jembatan bagi Injil-Mu dikenal oleh orang-orang yang ada di sekitarku. Di dalam penyertaan-Mu itu aku juga meyakini bahwa apapun yang kukerjakan pada hari ini akan berhasil dan menyenangkan hati-Mu. Di dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku, aku berdoa. Amin.

 

 
Share:

Kok, Jangan Saleh?

Pengkhotbah 7:15-18
Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?
- Pengkhotbah 7:16
Sering orang mengatakan, bahkan terjadi di kalangan orang Kristen, “Jadi orang Kristen jangan fanatiklah. Biasa saja.” Perkataan itu “diperteguh” oleh Pengkhotbah 7:16. Ayat ini seringkali disalahmengerti, seolah-olah Allah menghendaki kita menurunkan tingkat kerohanian atau kesalehan kita. Sebenarnya, apa maksud ayat itu?
Kita harus membedakan istilah “terlalu” dengan “sungguh-sungguh”. Istilah “sungguh-sungguh” bermakna positif. Seorang yang sungguh-sungguh mengejar kesalehan bermotivasi tulus, yaitu untuk semakin mengenal dan mengasihi Allah dan sesama manusia. Tuhan menginginkan kita untuk menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh saleh. Sedangkan istilah “terlalu” bermakna berlebih-lebihan, konotasinya negatif. Inilah yang dilarang dalam ayat ini, yaitu mengejar kesalehan yang didasari upaya sendiri untuk menampilkan kesalehan lahiriah dan formal.
Dalam Alkitab, kita menemukan orang Farisi yang sangat menekankan kesalehan lahiriah untuk mendapatkan pujian. Mereka sangat teliti dan serius menjalankan setiap aturan Taurat semata-mata demi mendapat pujian. Sedangkan hidup dan perilaku mereka tidak berubah. Tuhan Yesus mengecam kemunafikan yang demikian (Mat. 23:23). Mereka taat aturan agama formal tetapi mengabaikan hakekat dari firman Tuhan, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan.

Jadi, pengkhotbah mengkritik orang yang mengejar kesalehan formal dan lahiriah belaka. Sebaliknya, kesalehan sejati adalah kesalehan dari hati. “Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN (Yoel 2:12-13a). Yang dikehendaki Tuhan adalah pertobatan yang bermula dari hati. Jika hati seseorang berubah maka perilaku atau tampilan lahiriah pun akan berubah. Inilah inti pembaruan yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya. Pembaruan hati.

Kualitas seorang Kristen tampak dalam kecondongan hatinya. Jika hatinya selalu condong pada hal-hal yang sesuai firman Tuhan maka kita bisa menganggapnya sebagai orang Kristen yang saleh. Jika hatinya tegar dan kuat dalam menghadapi penderitaan maka ia seorang saleh. Jika hatinya beriman dan mengandalkan Tuhan di dalam menghadapi tantangan maka ia seorang saleh. Kesalehan sejati dimulai dari hati.
Refleksi Diri:
Mana yang Anda anggap lebih utama? Perubahan hati atau perubahan tingkah laku?
Mengapa penting seorang Kristen mengalami perubahan hati lebih dahulu sebelum mengubah tingkah laku?
Share:

Religiusitas Tanpa Spiritualitas

Matius 23:1-36

Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.

- Matius 5:20

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang sangat religius. Terbukti dari banyaknya tempat ibadah yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Akan tetapi, mengapa masih banyak kasus kejahatan, misalnya korupsi, pembunuhan, pencurian, pelecehan seksual, dan lain sebagainya bermunculan di negeri ini? Apakah bangsa ini kurang taat beribadah? Tidak! Ini terjadi karena seringkali masyarakat hanya fokus pada aspek religius saja, tanpa diperkaya dengan pemahaman spiritual yang kuat (religiusitas tanpa spiritualitas).
 Menurut kamus, religiusitas adalah kepercayaan kepada Tuhan atau kekuatan adikodrati di atas manusia. Sedangkan spiritual berhubungan dengan kejiwaan (rohani, batin). Jadi, religiusitas merupakan aktivitas doktrinal untuk memperkenalkan setiap individu pada ajaran dan ritual keagamaan, sedangkan spiritualitas berkaitan dengan pengenalan akan Tuhan dan eksistensi diri sebagai bagian dari pengamalan iman.
 Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi juga sangat religius. Mereka sangat taat kepada hukum Taurat, berpuasa, tekun berdoa, beribadah, memberi persembahan, dan merayakan hari-hari penting keagamaan Yahudi. Mengapa Tuhan Yesus justru mengecam mereka sebagai orang-orang yang munafik? Karena mereka mengajarkan kebenaran hukum Taurat, tetapi tidak melakukan ajarannya (ay. 3-4). Selain itu, mereka melakukan aktivitas keagamaan dengan motivasi yang salah, yaitu supaya dilihat dan dipuji orang (ay. 5-7). Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Mat. 5:20). Artinya, beragama secara benar tidak cukup hanya rajin berdoa, beribadah, dan melaksanakan ritual keagamaan secara lahiriah saja. Yesus mengatakan bahwa kebenaran yang dikehendaki Allah adalah hati dan roh kita harus selaras dengan kehendak Allah dalam iman dan kasih, bukan sekadar tindakan lahiriah saja (Mrk. 7:6).
 Menghayati agama secara benar mencakup aspek vertikal, yaitu hubungan yang harmonis dengan Tuhan, maupun aspek horizontal, yakni hubungan yang harmonis dengan sesama. Mari bangun kehidupan beribadah dan persembahan Anda kepada Tuhan dengan berelasi yang baik dengan sesama secara beiringan. Keduanya tidak bisa dipisahkan di dalam kehidupan seorang anak Tuhan.
Refleksi Diri:
Apakah selama ini Anda lebih mendahulukan religiusitas dibandingkan spiritualitas?Bagaimana hubungan Anda dengan Tuhan?
Apa yang Anda lakukan agar spiritualitas Anda terbukti nyata dalam tindakan kepada sesama?
Share:

Siap Pergi Untuk Tuhan

Yesaya 6:1-13

Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”
- Yesaya 6:8
             Seorang pendeta ingin mengutus jemaatnya pergi melakukan penginjilan ke suatu daerah. Pendeta tersebut memilih dua orang untuk diutus. Keduanya lalu dipanggil ke ruangan pendeta. Sang pendeta dengan bersemangat menyampaikan bahwa mereka adalah orang pilihan yang diutus untuk mengabarkan Injil. Seorang di antara mereka hanya tertunduk diam dan tidak memberikan respons apa pun. Tiba-tiba orang yang satu lagi dengan begitu sigap berkata kepada sang pendeta, “Ini aku, tapi utuslah dia!”
Dari cerita lucu ini mungkin kita berpikir, masa mereka tidak mau melakukan pekerjaan Allah? Masa mereka menolak pengutusan dari pendeta? Kelihatannya sangat miris, tetapi inilah yang sering kali terjadi di tengah kehidupan kita. Berapa kali kita mendengar bahwa kita harus memberitakan Injil kepada mereka yang belum percaya Tuhan? Sesungguhnya ini sebuah bukti bahwa kita telah berkali-kali diutus oleh para pendeta atau hamba Tuhan untuk pergi melakukan penginjilan, tetapi apakah kita sungguh ingin melakukannya dan siap pergi memberitakan Injil?
Sewaktu bangsa Israel hidup menyimpang dari Allah, Nabi Yesaya mendapatkan penglihatan dari Allah. Di tengah penglihatannya, Allah berbicara kepada Yesaya, “Siapa yang akan Kuutus?” Menariknya, Yesaya dengan sigap menjawab Tuhan, “Ini aku, utuslah aku!” Yesaya tidak ragu untuk menerima panggilan Tuhan, bahkan tidak perlu diulang hingga berkali-kali. Ia yakin pada panggilan Tuhan dan melakukan sesuai dengan yang Allah perintahkan. Yesaya sangat siap pergi untuk pekerjaan Tuhan. Walaupun ia tahu kondisi sulit yang terjadi di tengah bangsa Israel, tetapi tidak membuatnya gentar menjawab panggilan Allah. Yesaya tahu bahwa jika Allah telah memanggilnya maka Dia juga akan menolongnya.
Bukan hanya Yesaya yang mendapat panggilan dan pengutusan. Tuhan juga memanggil dan ingin mengutus setiap kita yang membaca renungan ini. Mungkin setiap kita akan mendapatkan panggilan yang berbeda-beda. Namun yang pasti, Tuhan Yesus rindu mengutus kita untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang yang belum mendengar kabar keselamatan-Nya. Yuk kita bersiap pergi diutus oleh Tuhan. Siap sedialah memberitakan Injil keselamatan. Jangan takut karena Allah pasti akan menolong kita.
Refleksi Diri:
Apakah panggilan Allah dalam hidup Anda terlihat dengan jelas? Jika belum, doakan agar Tuhan semakin memperjelas panggilan hidup Anda.
Apakah Anda siap diutus mewujudkan panggilan Tuhan yang sudah jelas? Bagaimana Anda akan menunaikan panggilan tersebut?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.