Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Persekutuan yang Saling Menguatkan

Roma 1:8-15

Rasul Paulus memuji teladan iman jemaat di Roma yang ia dengar telah tersebar ke seluruh dunia.

Dalam doanya kepada Allah, Paulus menyampaikan kerinduan untuk mengunjungi jemaat Roma (ayat 9-10). Ia ingin berbagi karunia rohani melalui pengajaran yang dapat memperkuat iman mereka (ayat 11).

Namun, ada hal menarik yang disampaikan oleh Paulus, yaitu, “supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersama, baik aku oleh imanmu dan kamu oleh imanku” (ayat 12). Di sini terlihat bahwa meskipun Paulus adalah seorang rasul besar, ia juga mencari penguatan dalam persekutuan bersama jemaat di Roma. Kerinduannya bukan hanya untuk menguatkan dan menghibur mereka, tetapi juga untuk dikuatkan dan dihibur oleh mereka. Ini menunjukkan bahwa bahkan Paulus, sebagai seorang pemimpin rohani, juga mengakui perlunya penguatan melalui persekutuan dengan jemaat yang ia layani.

Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah iman yang kita hidupi dalam kehidupan berjemaat di gereja lokal masing-masing telah menjadi wangi yang menyebar dalam komunitas umat Allah? Apakah kita memiliki kerinduan yang sama seperti Paulus untuk menggunakan karunia yang telah Tuhan berikan bagi kita untuk melayani sesama? Apakah dalam persekutuan dengan saudara seiman, kesaksian iman kita menguatkan mereka dan sebaliknya kesaksian iman mereka menguatkan kita?

Sesungguhnya, umat percaya tidak didesain untuk menjadi pribadi yang individualis dan apatis. Persekutuan dalam kehidupan umat Allah adalah sarana di mana Allah berkarya dan menguatkan iman umat-Nya. Melalui persekutuan, Allah mendorong kita untuk saling membangun, saling mengasihi, dan saling menguatkan.

Oleh karena itu, janganlah kita meninggalkan persekutuan dalam komunitas gereja tempat kita bertumbuh. Kiranya Allah memakai gereja kita menjadi komunitas yang hidup, yang wangi keharumannya tersebar ke seluruh penjuru dunia dan memuliakan nama Kristus.

Share:

Jangan Berpangku Tangan!

Roma 1:1-7

Menjadi seorang Kristen adalah sebuah pilihan hidup yang disertai kesadaran akan anugerah yang diterima oleh seorang pendosa. Bukan karena kelayakannya, tetapi karena Yesus Kristus telah menjadikannya layak dan milik-Nya. Itulah yang menjadi dasar bagi setiap orang Kristen untuk melayani Allah.

Paulus menyadari anugerah istimewa ini sebagai sesuatu yang tidak seharusnya ia dapatkan, jika dilihat dari latar belakang hidupnya sebelum menjadi pengikut Kristus. Ia menyebut dirinya hamba Kristus Yesus (ayat 1), dan seorang rasul yang dipanggil untuk menyampaikan Injil yang kudus. Dalam pemberitaannya, Paulus menjelaskan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan Allah melalui perantaraan para nabi. Yesus datang dari garis keturunan Daud, mati, dan bangkit dari kematian. Melalui-Nya, anugerah dan kebaikan Allah dicurahkan kepada manusia yang berdosa dan terpisah dari Allah (ayat 2-5).

Sebagai hamba Kristus, Paulus memahami bahwa anugerah istimewa yang ia terima menuntut sebuah tanggung jawab besar. Ia merasa bertanggung jawab untuk melayani dengan menyampaikan berita Injil kepada segala bangsa, agar banyak orang dapat percaya dan taat kepada Yesus Kristus.

Sama seperti Paulus, kita juga harus menyadari bahwa anugerah istimewa ini seharusnya memotivasi kita untuk tidak berpangku tangan. Rasa syukur kita harus diwujudkan melalui pelayanan dan Pekabaran Injil (PI). Masih banyak orang yang belum mengenal Kristus dan hidup dalam kegelapan. Berita sukacita harus sampai kepada mereka, agar lebih banyak orang yang memahami kasih Allah yang telah mengaruniakan Anak-Nya, Kristus Yesus, untuk mendamaikan manusia berdosa dengan diri-Nya. Yesus adalah penggenapan janji Allah bagi manusia yang terpisah oleh dosa.

Marilah kita sampaikan berita Injil ini kepada orang-orang di sekitar kita yang masih hidup dalam kegelapan. Semoga Kristus menyinari hidup mereka dengan kasih-Nya yang kekal.

Share:

Semuanya Milik Allah

Apa yang biasanya kita lakukan ketika menerima kebaikan dari orang lain? Apakah kita akan menceritakan hal itu kepada orang lain sebagai ungkapan syukur, atau berusaha membalas kebaikan tersebut?

Allah memerintahkan bangsa Israel untuk melakukan dua hal penting. Pertama, semua anak sulung, baik manusia maupun hewan, harus dikuduskan bagi Tuhan. Ini mengingatkan bahwa semua itu adalah milik Tuhan (ayat 2). Kedua, umat tidak boleh mengonsumsi makanan yang beragi selama tujuh hari, yang kemudian menjadi dasar perayaan roti tidak beragi.

Kedua perintah ini diberikan untuk mengingatkan mereka akan pembebasan yang Allah lakukan bagi bangsa Israel dari perbudakan di Mesir (ayat 3-7). Bagi orang Israel, perayaan itu harus menjadi tanda di tangan dan pengingat di dahi mereka, sehingga mereka senantiasa mengingat dan mengisahkan bagaimana Tuhan dengan tangan-Nya yang kuat membebaskan mereka dari Mesir (ayat 9-10).

Allah menetapkan aturan tentang anak sulung dan perayaan roti tidak beragi untuk mengingatkan mereka akan pembunuhan anak-anak sulung di tanah Mesir, baik manusia maupun hewan, ketika Firaun tetap menolak membebaskan mereka. Dengan cara ini, orang Israel diajarkan untuk menyampaikan kepada generasi berikutnya tentang kasih Allah yang telah menyelamatkan mereka dari perbudakan Mesir. Maka, anak sulung laki-laki Israel harus ditebus, dan setiap hewan jantan yang lahir pertama harus dipersembahkan kepada Tuhan. Allah telah membebaskan Israel dan menjadikan mereka bangsa yang merdeka, milik Allah sendiri.

Demikian pula saat ini, Allah melalui Tuhan Yesus telah menyelamatkan kita. Allah telah melakukan segala yang terbaik bagi kita. Sebagai ungkapan syukur, marilah kita menceritakan perbuatan besar Allah kepada siapa saja. Ceritakanlah terlebih dahulu kepada keluarga kita tentang keselamatan dari Allah. Mari kita juga berbicara dengan baik dan sopan kepada sesama. Dengan demikian, orang dapat melihat kasih Allah dalam hidup kita, dan mereka pun akan menjadi percaya.

Share:

Makanlah Anak Domba Paskah

Keluaran 12:1-28

Allah memberikan bangsa Israel petunjuk yang rinci tentang tata cara perayaan Paskah pertama. Dalam pelaksanaannya, seekor anak domba dipilih dan dipelihara selama empat hari, lalu disembelih saat senja, dipanggang, darahnya dioleskan ke tiang dan ambang pintu, sementara dagingnya dimakan oleh seluruh keluarga.

Darah yang dioleskan pada pintu rumah orang Israel adalah tanda. Pada malam yang telah ditetapkan, Tuhan akan mengirim malaikat maut (bdk. Ibrani 11:28). Ketika malaikat tersebut melihat darah di pintu rumah, ia tidak akan berani menyentuh anak sulung di dalam rumah itu (ayat 23). Dengan demikian, semua ahli waris di keluarga Allah terselamatkan.

Ritual makan domba Paskah ini disertai dua kewajiban penting. Pertama, seluruh ragi dan produk turunannya harus dibersihkan dari rumah mereka (ayat 15, 20). Kedua, umat Allah diwajibkan mengadakan pertemuan-pertemuan kudus (ayat 16-17). Kedua perintah ini mereka laksanakan demi menyelamatkan anak-anak sulung mereka.

Dalam Perjanjian Baru, perayaan Paskah tidak hanya sekadar ritual makan domba. Paskah mengandung makna yang sangat dalam. Bagi Rasul Paulus, anak domba Paskah melambangkan Yesus Kristus yang dikurbankan di kayu salib (bdk. 1 Korintus 5:7). Darah Yesus yang tercurah di kayu salib menyelamatkan kita dari maut. Secara rohani, kita telah "memakan" daging-Nya, yang membuat kita menjadi satu dengan-Nya. Sekarang, keselamatan itu harus kita hayati dengan membuang "ragi keburukan dan kejahatan" dari hidup kita (bdk. 1 Korintus 5:8).

Syukur kepada Allah yang telah menyediakan Anak Domba Paskah untuk menyelamatkan kita. Semoga kita senantiasa menghargai pengorbanan Kristus, tidak hanya saat merayakan Paskah, tetapi setiap hari dalam kehidupan kita.

Bagaimana kita bisa mensyukuri anugerah keselamatan dari Allah? Cara terbaik adalah menjaga hidup kita tetap kudus. Pertanyaannya, bersediakah kita memelihara hati dan pikiran yang murni mulai hari ini dan seterusnya?

Share:

Empati dalam Dunia yang Gelap

Dalam mitologi Mesir kuno, "Ra" dipandang sebagai dewa matahari dan kehidupan. Setiap malam, ia dikisahkan berlayar melalui dunia kematian, kemudian bertarung melawan ular besar menjelang fajar. Setelah mengalahkan ular itu, Ra kembali muncul untuk menghadirkan hari yang baru.

Namun, Musa menantang kesaktian Ra atas perintah Allah. Ketika Musa mengangkat tangannya, kegelapan menyelimuti Mesir selama tiga hari (22). Bagi orang-orang Mesir, ini seolah menandakan bahwa Ra telah dikalahkan dan tidak akan bangkit lagi.

Kekacauan pun melanda Mesir. Bahan makanan telah lama menjadi langka, dan dalam gelap gulita, orang-orang Mesir tidak dapat menyiapkan makanan atau berpindah tempat tanpa risiko besar (23). Keputusasaan menghantui seluruh negeri.

Namun, di tengah situasi genting itu, apa yang dilakukan Firaun? Ia malah sibuk menawar dengan Musa, lebih mementingkan kerugian ekonomis jika harus melepaskan bangsa Israel dan ternak mereka (24). Sikap Firaun mencerminkan seorang penyembah berhala yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi di atas segalanya. Seorang pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri akan membawa celaka, baik bagi rakyat maupun lembaga yang ia pimpin.

Di masa sekarang, kita perlu bertanya: apakah pemimpin kita sungguh peduli terhadap nyawa manusia? Kita harus berdoa agar negara kita dipimpin oleh orang-orang yang benar, yang memikirkan kesejahteraan bersama, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompok.

Selain itu, mari kita periksa diri. Apakah keputusan-keputusan kita dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pertimbangan ekonomis semata, ataukah kita peduli pada kesejahteraan orang lain?

Yesus mengajarkan kita untuk menjadi terang dunia, agar Bapa di surga dimuliakan (Matius 5:16). Terang kita paling bersinar ketika kita menunjukkan empati dan kasih di tengah dunia yang penuh kegelapan. Mari kita berupaya untuk lebih peduli dan berempati dalam setiap tindakan kita, sehingga kita bisa membawa perubahan yang berarti bagi orang-orang di sekitar kita.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.