Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Mendekat, Bukan Menjauh

Ketika Yesus menghadapi saat-saat paling berat di Bukit Zaitun, Ia tidak menjauh, tetapi mendekat kepada Bapa dalam doa. “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan,” pesan-Nya kepada murid-murid. Namun, mereka justru tertidur karena dukacita.

Yesus berlutut dan berdoa sungguh-sungguh hingga peluh-Nya seperti darah. Dalam doa itu, Ia tidak hanya memohon, tetapi juga berserah penuh kepada kehendak Bapa. Dari sanalah datang kekuatan untuk melangkah menuju salib.

Kita pun sering berada di titik lemah—takut, kecewa, lelah, atau tergoda. Saat itu, kita punya dua pilihan: menjauh karena takut, atau mendekat karena percaya. Doa menjadi “perisai rohani” yang menjaga agar kita tidak terseret ke dalam pencobaan.

Yesus menegaskan dua kali: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” Dua kali diulang karena begitu penting! Saat pencobaan datang, jangan menjauh dari Tuhan—justru mendekatlah dalam doa, sebab di sanalah kekuatan dan kemenangan dimulai.

🙏 Doa:
Tuhan Yesus, ajar aku untuk selalu mendekat kepada-Mu, terutama di saat pencobaan datang. Kuatkan imanku agar aku tetap setia dan menang bersama-Mu. Amin.

Share:

Gagal Paham tentang Mesias

Para rasul bertengkar mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Namun Yesus menegaskan bahwa yang terbesar justru harus menjadi seperti yang paling muda dan menjadi seperti pelayan (24–27). Ia juga menganugerahkan kerajaan kepada mereka agar kelak duduk semeja dan menghakimi dua belas suku Israel (29–30).
Yesus kemudian menyingkapkan bahwa Iblis telah menampi Simon seperti gandum, tetapi Ia sendiri telah berdoa agar iman Simon tidak gugur. Namun, Yesus juga menubuatkan bahwa Simon akan menyangkal-Nya tiga kali (34). Selanjutnya, Yesus menegaskan bahwa nubuat tentang diri-Nya harus digenapi, yaitu bahwa Ia akan terhitung di antara pemberontak (37). Ketika para rasul menunjukkan pedang dan bertanya apakah itu cukup, Yesus menjawab, “Cukup,” bukan untuk menganjurkan kekerasan, tetapi menegaskan bahwa penggenapan rencana Allah tidak memerlukan kekuatan manusia (38).

Meski telah lama bersama Yesus, para rasul masih salah memahami makna Mesias. Mereka membayangkan Mesias sebagai pemimpin politis yang akan membebaskan Israel dari penjajahan, bukan sebagai Hamba Allah yang datang untuk melayani dan menyerahkan diri bagi penebusan dosa manusia. Karena itu, Yesus meluruskan pemahaman mereka bahwa Mesias sejati datang untuk menderita, disalibkan, dan menebus dunia dari dosa.

Kesalahan yang sama sering terjadi hingga kini. Banyak orang, termasuk orang Kristen, masih gagal memahami karya penyelamatan Yesus. Mereka ingin keselamatan tanpa salib, kemuliaan tanpa penderitaan. Padahal, jalan salib adalah cara Allah yang penuh hikmat dan kasih untuk menebus manusia.

Bukankah sering kita temui bahwa orang yang dahulu direndahkan kemudian diangkat tinggi oleh Tuhan? Yusuf, misalnya—ia dijual dan dipenjara, tetapi akhirnya diangkat Allah menjadi penguasa kedua di Mesir. Begitu pula Yesus. Ia disalibkan, tetapi melalui kebangkitan-Nya, Allah meninggikan Dia dan mengaruniakan nama di atas segala nama (Flp. 2:8–11).

Inilah kebenaran tentang Mesias yang harus kita pahami dan sampaikan kepada dunia: Yesus Kristus adalah Mesias yang menderita, mati, dan bangkit untuk menyelamatkan manusia dari dosa.

Share:

Lakukan Sebagai Peringatan

Tiba saatnya Yesus merayakan perjamuan Paskah bersama murid-murid-Nya. Dengan kerinduan yang mendalam, Ia berkata, “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu sebelum Aku menderita.” (ayat 15).

Yesus mengambil cawan, mengucap syukur, lalu membagikannya kepada murid-murid. Kemudian Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya, dan berkata,

“Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku.” (ayat 19)

Dalam momen ini, Yesus menubuatkan penderitaan dan kematian-Nya. Tubuh dan darah-Nya menjadi tanda perjanjian baru — pembebasan umat Allah dari belenggu dosa. Paskah bukan lagi sekadar mengenang pembebasan Israel dari Mesir, tetapi pembebasan setiap manusia dari dosa melalui salib Kristus.

Namun di tengah perjamuan kudus itu, Yesus juga menyinggung pengkhianatan yang akan segera terjadi:

“Celakalah orang yang menyerahkan Anak Manusia itu.” (ayat 22)

Perkataan itu membuat para murid saling bertanya-tanya siapa di antara mereka yang dimaksud. Sebuah pengingat bahwa bahkan orang yang dekat dengan Yesus pun bisa tergelincir jika hatinya tidak dijaga.

Makna bagi Kita Saat Ini

Bagi kita hari ini, perintah Yesus “lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku” tetap berlaku. Melalui perjamuan kudus, kita mengingat karya penebusan Kristus — tubuh yang diserahkan dan darah yang tercurah untuk pengampunan dosa.
Roti dan anggur bukan sekadar simbol, tetapi sarana yang mengingatkan kita akan kasih yang begitu besar, yang memulihkan hubungan manusia dengan Allah.

Seperti halnya kita menyiapkan momen penting dalam hidup — seperti ulang tahun, pernikahan, atau peringatan nasional — dengan penuh kesungguhan, demikian pula kita perlu menyiapkan hati untuk perjamuan Tuhan. Kita tidak datang dengan rutinitas, tetapi dengan kerinduan untuk mengalami kasih dan anugerah-Nya yang memperbarui hidup.

Persiapan batin itu dapat dilakukan dengan:
🙏 doa,
📖 membaca dan merenungkan firman Tuhan,
🤝 berpuasa atau berbuat kasih kepada sesama yang membutuhkan.

Perjamuan Kudus adalah peringatan yang hidup — bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menghidupi karya Kristus hari ini. Setiap kali kita makan roti dan minum dari cawan, kita memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang kembali (1 Korintus 11:26).

Renungan Penutup:

Peringatan sejati bukan sekadar mengenang, tetapi menghidupi.
Ketika kita mengambil bagian dalam perjamuan Tuhan, kita mengingat kasih yang mengorbankan diri — dan dipanggil untuk hidup dengan kasih yang sama kepada sesama.

Share:

Persiapkan Paskah Sebaik-baiknya!

Lukas mencatat bagaimana Yesus bersama murid-murid-Nya mempersiapkan Perjamuan Paskah. Hari Raya Paskah adalah momen penting bagi bangsa Israel — peringatan akan pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir.

Yesus mengutus Petrus dan Yohanes untuk mempersiapkan perjamuan itu (ayat 7–8). Dengan mengikuti petunjuk Yesus, mereka menjumpai seorang pembawa kendi air yang menunjukkan ruangan tempat perjamuan diadakan (ayat 9–12). Segala sesuatu sudah tersedia — mereka tinggal menyiapkannya (ayat 13).

Peristiwa ini mengajarkan bahwa Tuhan selalu menyediakan apa yang kita butuhkan, bahkan sebelum kita menyadarinya. Tugas kita adalah taat dan percaya pada arahan-Nya. Murid-murid bekerja sama dalam persiapan ini — sebuah gambaran indah tentang pentingnya kerja sama dalam komunitas iman, di mana setiap orang memiliki peran penting untuk mendukung pelayanan Tuhan.

Lebih dari sekadar perjamuan, Paskah ini adalah bagian dari rencana besar Allah. Setiap detail yang diatur Yesus menunjukkan bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Karena itu, persiapan Paskah tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan, melainkan dengan hati yang sungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan.

Kita mempersiapkan Paskah dengan cara terbaik melalui firman dan doa. Firman menuntun kita memahami makna Paskah — karya penebusan Kristus. Doa menuntun hati kita untuk tetap terarah kepada Allah, agar kita tidak sibuk secara lahiriah namun kosong secara rohani.

Menjelang Paskah, marilah kita bertanya dalam hati:

Apakah aku sudah mempersiapkan hati untuk menyambut Kristus yang bangkit?
Apakah aku melibatkan Tuhan dalam setiap langkah persiapanku?

Mari rayakan Paskah bukan hanya sebagai tradisi, tetapi sebagai perjumpaan rohani yang hidup bersama Yesus. Persiapkanlah Paskah dengan sebaik-baiknya — dengan hati yang bersih, iman yang teguh, dan pengharapan yang diperbarui oleh kasih-Nya. ✝️

Share:

Negosiasi yang Tepat

Dalam hidup, negosiasi adalah hal yang wajar. Kita bernegosiasi di tempat kerja, di rumah, bahkan dalam hubungan sosial sehari-hari. Tujuannya sederhana: mencari kesepakatan yang terbaik bagi semua pihak. Namun, tidak semua negosiasi berujung baik — tergantung dari motif dan hati yang melatarbelakanginya.

Yudas Iskariot juga bernegosiasi. Namun, negosiasi yang ia lakukan bukan untuk kebaikan, melainkan untuk menuruti bujukan Iblis. Ia bersepakat dengan imam-imam kepala untuk menyerahkan Yesus — Gurunya sendiri — demi sejumlah uang. Baginya, kesepakatan itu “menguntungkan”. Namun di mata Tuhan, itu adalah pengkhianatan.

Yudas adalah murid yang telah melihat kasih, kuasa, dan mukjizat Yesus secara langsung. Ia hidup dekat dengan Sang Juruselamat, tetapi hatinya tidak benar-benar melekat pada-Nya. Hati yang tidak dijaga menjadi celah bagi Iblis untuk menanamkan tipu dayanya. Akhirnya, Yudas menukar kasih Yesus dengan keuntungan duniawi yang fana.

🌿 Refleksi

Sering kali, kita pun terjebak dalam “negosiasi kecil” yang tampak sepele.
Kita menawar waktu doa dengan alasan sibuk. Kita menunda membaca Alkitab karena lelah. Kita menukar kesetiaan rohani dengan kenyamanan pribadi. Tanpa sadar, kita sedang bernegosiasi dengan Iblis — bukan dengan Tuhan.

Keputusan kecil yang salah hari ini dapat membawa akibat besar di kemudian hari. Karena itu, kita perlu bijak memilih dengan siapa dan untuk apa kita “bernegosiasi”. Apakah untuk memuliakan Tuhan, atau demi kepentingan diri sendiri?

Penerapan

Mari belajar menempatkan Tuhan di posisi utama dalam setiap keputusan hidup kita.
Sebelum bertindak, tanyakan dalam hati:

“Apakah ini menyenangkan hati Tuhan?”

Jika jawabannya “tidak”, jangan lanjutkan. Karena negosiasi terbaik bukanlah yang menguntungkan diri, tetapi yang meneguhkan iman dan memuliakan Kristus.

🙏 Doa

Tuhan Yesus,
ajarilah kami untuk berhikmat dalam mengambil keputusan setiap hari.
Jauhkan kami dari godaan untuk berkompromi dengan dosa.
Bila hati kami mulai tergoda oleh hal-hal dunia, ingatkan kami akan kasih dan pengorbanan-Mu yang begitu besar.
Teguhkan kami agar selalu menomorsatukan Engkau dalam setiap pilihan hidup kami.
Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa.
Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.