Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Siapa Yang Anda Andalkan dalam Hidup Ini?

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” Yeremia 17:7

Jika Anda menginginkan berkat Tuhan dicurahkan dalam hubungan Anda dengan orang yang Anda kasihi, diberkati dalam pekerjaan dan karir, dalam study, dalam keuangan dan kesehatan, maka Anda harus dengan rendah hati mengadalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan Anda dan tidak bersandar pada kemampuan diri sendiri 
Tetapi, bagaimana cara kita melakukannya? Bagaimana caranya kita tahu bahwa kita sudah benar-benar mengandalkan Tuhan dalam hidup kita?
Berikut 5 cara untuk mengandalkan Tuhan sekaligus merupakan cara praktis dalam menilai diri kita sendiri tentang mengandalkan Tuhan pada masing-masing aspek tersebut:
Pertama:mengandalkan Hikmat Tuhan
Apakah kita secara terus menerus berbicara tentang Tuhan dan membaca Alkitab setiap hari? Jika tidak, ini artinya kita lebih mengandalkan kepintaran kita sendiri dibanding hikmat Tuhan. Kita harus mengutamakan Dia dalam setiap keputusan yang kita ambil.

Kedua: Mengandalkan Kekuatan & Kuasa Tuhan
Apakah kita berjalan dalam kekuatan dan kuasaNya setiap hari? Apakah orang lain melihat kuasa dan kekuatan Tuhan terpancar dari hidup kita?
Ketiga ; Mengandalkan Waktu Tuhan
Seberapa sabar atau tidak sabar diri kita dalam menanti sesuatu? Apakah kita cenderung melakukan segala sesuatunya sesuai dengan kemauan dan kehendak kita; ataukah kita dengan sabar menanti sesuai dengan waktuNya Tuhan?
Ke empat; mengadalkan Penyertaan Tuhan
Ketika seseorang di sosial media mengatakan hal yang jahat tentang kita, apakah kita langsung membalasnya? Ketika seseorang mengatakan hal-hal yang tidak benar mengenai diri kita, apakah kita berbalik dan membalas apa yang ia lakukan?
Ke lima; Mengandalkan Perlindungan Tuhan
Di manakah sumber rasa aman kita? Apakah kita selalu merasa kuatir dan takut karena selalu merasa kurang dan tidak pernah cukup? Atau, kita mengandalkan Tuhan dalam memenuhi seluruh kebutuhan kita, baik kebutuhan fisik, emosi dan rohani kita?
Bagaimana keadaan bapak ibu saudara pada tiap-tiap aspek tersebut? Dalam bidang mana BPK ibu saudara merasakan tekanan terberat sehingga membuat ...idak dapat mengandalkan Tuhan? Mari kita ambil waktu untuk mengakui kekurangan dan kelemahan kita di hadapan Tuhan. Minta agar Tuhan membantu bapak ibu saudara sehingga saudara dapat percaya dan berserah sepenuhnya kepadaNya dalam setiap aspek kehidupan Anda sambil terus belajar untuk mengandalkan hikmat, kuasa dan kekuatan, waktu, penyertaan serta perlindunganNya dalam hidup Anda.
“Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya” Mazmur 146:5
Share:

Persiapan Ibadah

Pengkhotbah 4:17-5:1-2
Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
- Pengkhotbah 4:17

Ibadah adalah sebuah pertemuan dengan Allah. Bayangkan jika kita dijadwalkan bertemu dengan presiden di kediamannya, tentunya kita akan serius mempersiapkan diri. Begitu juga ketika akan bertemu Allah di bait-Nya, kita tentu perlu lebih lagi mempersiapkan diri.
Di dalam ayat emas di atas, Pengkhotbah memperingatkan pendengarnya untuk menjaga langkah mereka ketika berjalan ke rumah Allah. Di dalam literatur hikmat, hidup seseorang sering diilustrasikan sebagai sebuah jalan dan langkah orang tersebut melambangkan tingkah lakunya. Langkah seseorang bisa menyesatkan (Ams. 5:5) atau membawa kepada kebenaran (Ayb. 23:11). Jadi, manusia perlu menjaga langkah mereka untuk tetap hidup dalam kebenaran Allah.
Pengkhotbah hendak memperingatkan pendengarnya bahwa orang yang sedang berjalan ke bait Allah jangan serta-merta merasa diri telah melakukan hal yang benar. Bisa saja ketika seseorang sedang melangkah ke bait Allah, ia malah sedang melakukan kejahatan di mata Allah. Pengkhotbah merujuk kepada mereka yang datang ke bait Allah dengan tidak berfokus kepada Allah, melakukannya hanya karena tradisi, tekanan dari orang lain atau kebiasaan. Ini terjadi karena mereka tidak mempersiapkan diri dengan benar sebelum datang bertemu Allah. Mereka tidak mempersiapkan hati terlebih dahulu. Pikiran mereka masih berfokus kepada diri mereka, bukan kepada Allah. Ketika datang beribadah, mereka memiliki motivasi dan maksud yang salah. Ibadah dilihat sebagai suatu pertunjukan yang dilihat orang atau alat untuk memenuhi kepuasan pribadi. Celakanya, orang-orang tersebut bahkan tidak menyadari bahwa mereka sedang melakukan dosa (ay. 17b).
Bagaimana dengan kita saat hendak datang beribadah ke gereja? Apakah kita sudah mempersiapkan hati sebelum datang beribadah, memfokuskan diri hanya untuk menyembah dan memuji Tuhan, serta mendengarkan firman yang Tuhan mau sampaikan kepada kita? Mungkinkah kita termasuk ke dalam orang-orang yang berbuat jahat (dosa) seperti yang dimaksudkan oleh Sang Pengkhotbah? Saya berharap kita tidak termasuk ke golongan orang-orang tersebut. Mari datang beribadah dengan penuh persiapan.
Refleksi Diri:
Apakah Anda yakin bahwa Anda telah datang beribadah dengan motivasi dan tujuan yang benar di hadapan Allah?
Bagaimana Anda dapat mempersiapkan hati Anda untuk fokus kepada Allah di dalam ibadah?
Share:

Tanda Yunus

Matius 12:38-41; Yunus 2:1-10.

Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN.

-Yunus 2:9
Pembahasan tentang kisah Nabi Yunus tidak mungkin terlepas dari apa yang dikatakan oleh
 Tuhan Yesus kepada ahli Taurat dan orang Farisi di Matius 12. Yesus mengatakan bahwa para ahli Taurat dan orang Farisi akan diberikan tanda Yunus untuk membuktikan bahwa Yesus itu Kristus, Sang Mesias. Apa maksud Yesus dengan mengatakan tanda Yunus?
Pada saat itu, T uhan Yesus tidak memberikan tanda apa pun karena sebelum mereka meminta, Dia sudah menunjukkan berbagai tanda dan mukjizat yang membuktikan Diri-Nya adalah Mesias. Permintaan tanda dari ahli Taurat dan orang Farisi hanyalah sebuah usaha untuk mencobai Yesus, bukan untuk percaya kepada-Nya. Yesus memberikan tanda yang sudah ada sejak Perjanjian Lama, yaitu tanda Yunus yang ditelan perut ikan selama tiga hari dan kemudian memberitakan kabar yang membawa keselamatan bagi orang Niniwe. 
Yesus menjanjikan sebuah tanda bahwa Mesias juga akan bangkit setelah tiga hari di dalam kubur yang membuktikan bahwa Diri-Nya adalah Mesias dari Allah dan barangsiapa percaya kepada-Nya akan selamat.
Kisah Yunus di dalam perut ikan menyatakan dengan jelas bahwa keselamatan hanya dari Tuhan. Yunus memberontak terhadap panggilan Tuhan dan berencana lari dari hadapan-Nya, tetapi Allah mencegat kapal yang ditumpanginya dengan angin besar. Yunus pun harus dilempar ke laut agar angin besar itu tenang. Ia mengalami pengalaman hampir mati di dalam laut hingga Tuhan menyelamatkan melalui ikan besar yang menelannya. Yunus akhirnya menyadari bahwa keselamatan dari Tuhan begitu absolut setelah tiga hari berada di perut ikan (ay. 6-9). Dan kesudahannya, Yunus menjadi alat Tuhan membawa keselamatan bagi orang Niniwe (Yun. 3:5).
Keselamatan bagi manusia yang berdosa juga tersedia di dalam Tuhan Yesus Kristus. 
Dosa merupakan pemberontakan kepada Tuhan. Upah dosa ialah maut, tetapi kasih karunia Allah ialah hidup kekal di dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Rm. 6:23). Janganlah keraskan hati seperti ahli Taurat dan orang Farisi. Percayalah kepada Tuhan Yesus dan undang Dia masuk ke dalam hati sebagai Juruselamat Anda. Dan janganlah lupa jika Anda sudah percaya, beritakanlah kepada orang-orang di sekitar Anda yang belum percaya.

Refleksi Diri:

Apakah ada pikiran-pikiran yang membuat Anda kurang percaya terhadap T uhan Yesus yang menyelamatkan Anda dari maut?
Setelah Anda percaya dan menerima Yesus, siapa orang yang Anda rindu untuk beritakan kabar baik tentang keselamatan di dalam T uhan Yesus?
Share:

Layakkah Engkau Marah?

Tetapi firman TUHAN: “Layakkah engkau marah?”
- Yunus 4:4

Seorang bapak ketika melihat anaknya sembuh dari sakit berkata, “Puji Tuhan!” Seorang mahasiswa ketika lulus dari sidang skripsi juga bersorak, “Puji Tuhan!” Seorang karyawan yang mendapatkan promosi jabatan, spontan berujar, “Puji Tuhan!” Kita bisa dengan mudah bersyukur dan memuji Tuhan ketika mengalami yang baik atau harapan kita terwujud. Namun ketika yang dialami bertolak belakang dengan apa yang kita harapkan, bagaimana reaksi kita? Apakah kita masih memuji atau marah kepada Tuhan?
Yunus marah kepada Tuhan karena orang-orang jahat di kota Niniwe yang dibencinya, ketika mendengarkan khotbah pendek yang hanya satu kalimat (Yun. 3:4), mereka kemudian bertobat. Ia tidak suka dengan pertobatan mereka. Yunus seorang nabi lebih suka mereka dihukum bukan diselamatkan. Ia marah-marah ketika menyaksikan pertobatan massal itu terjadi. Tuhan lalu bertanya, “Layakkah engkau marah?” Yunus kembali marah kepada Tuhan ketika pohon jarak yang Tuhan tumbuhkan, Dia izinkan untuk layu kembali, Yunus marah karena tempat berteduhnya hilang, ia marah karena keadaannya tidak mengenakkan (ay. 6-9). Lalu Tuhan berkata lagi, “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Yunus marah untuk hal-hal yang sebetulnya dia tidak punya hak untuk marah.
Kadang kala tanpa disadari, kita berlaku tidak adil terhadap Tuhan. Kita sepertinya berhak untuk mendapatkan apa yang kita inginkan sehingga sering menempatkan diri sebagai Tuhan atas hidup. Ketika pemberian-pemberian dari Tuhan Dia izinkan hilang atau diambil-Nya, kita pun dengan mudah menyalahkan Tuhan. Apalagi dengan sesama, kita merasa sangat berhak untuk menghakimi orang lain.
Namun, kesabaran Tuhan begitu besar. Semua manusia seharusnya dihukum karena dosa, tidak ada seorang pun yang luput, padahal selayaknya Tuhan murka. Tetapi karena kasih karunia Tuhan, kita tidak dimurkai-Nya. Kemurkaan Tuhan yang seharusnya kita terima tidak terjadi, melainkan justru kasih-Nya yang besar melalui Tuhan Yesus Kristus yang kita dapatkan. Jika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan rencana kita dan kita marah-marah kepada Tuhan, ingatlah perkataan Tuhan, “Layakkah engkau marah?” Coba kita renungkan: apakah kita berhak untuk marah kepada Tuhan? Apakah Tuhan sudah melakukan kesalahan dalam hidup kita? Apakah Tuhan sudah berbuat jahat kepada kita?
Refleksi Diri:
Apakah Anda pernah/sedang marah kepada Tuhan atas masalah yang terjadi dalam hidup Anda?
Bagaimana seharusnya sikap Anda kepada Tuhan ketika hidup tidak sesuai dengan apa yang Anda harapkan?
Share:

Orang Hidup Punya Harapan

Pengkhotbah 9:1-10

Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
- Pengkhotbah 9:4

Jika meneliti lebih dalam kitab Pengkhotbah, kita akan menemukan hal menarik. Pembacaan sekilas kitab ini akan membawa kita pada kesimpulan bahwa nada kitab Pengkhotbah itu pesimis, ditandai dengan pengulangan kata “sia-sia” sampai 79 kali. Namun, sebenarnya Pengkhotbah tidak mengajarkan pesimisme. Di antara ayat-ayat yang berkesan pesimis justru kita menemukan ayat yang optimis seperti ayat di atas.

Pada ayat 1-3 perikop bacaan, Pengkhotbah mengatakan bahwa semua manusia pada dasarnya menuju tujuan yang sama, yaitu alam orang mati. Seolah-olah tak ada bedanya antara orang baik dan orang jahat. Sampai di sini kita masih melihat nada pesimis. Akan tetapi, Pengkhotbah 9:4 menandai awal perspektif yang berbeda. Ia menekankan keberhargaan kehidupan dibandingkan kematian. Bahwa hidup, sekalipun dalam keadaan menderita atau dianggap hina (seperti anjing), masih lebih baik daripada kematian. Sekadar catatan, pada masa kitab Pengkhotbah ditulis, ajaran tentang kehidupan setelah kematian belum sejelas pada masa Perjanjian Baru sehingga mereka menganggap kematian sebagai akhir segala kehidupan (bdk. Pkh 9:5).
Seseorang disebut hidup jika ia mempunyai harapan. Harapan akan sesuatu yang lebih baik, harapan menjalani hidup yang bermakna, harapan melakukan sesuatu bagi kemuliaan Allah sebelum menghadap takhta pengadilan-Nya (Pkh. 12:14). Seorang yang berpengharapan tidak akan berdiam diri. Ia akan berusaha sebaik-baiknya menjalani kehidupan ini (Pkh. 9:10). Selaras dengan yang dikatakan Rasul Paulus, “Pergunakanlah waktu yang ada (dengan sebaik-baiknya—tambahan penulis), karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef. 5:16).
Harapan juga membuat perbedaan ketika seseorang menghadapi tantangan kehidupan. Selama seseorang masih punya harapan, ia akan sanggup menjalani kehidupan, betapa pun beratnya. Dengan demikian, pengkhotbah ingin menyampaikan pesan, “Jangan menyerah, jangan berputus asa. Meskipun hidup ini sia-sia, tidak berarti tidak ada harapan dalam hidup. Hidup adalah berkat yang Tuhan berikan pada manusia. Kehidupan itu lebih baik daripada kematian. Karena itu, selama masih hidup, jadikanlah hidupmu berarti.”

Refleksi Diri:
Mengapa harapan sangat penting bagi hidup kita?
Bagaimana menyatakan sikap hidup berpengharapan di dalam hidup sehari-hari Anda?
Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.