Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Jangan Melewati Batas

Kejadian 6:1-8

Bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas bagaimana dosa di seluruh dunia telah melewati batas yang ditetapkan.

Narasi dalam Kejadian 6:1-8 menunjukkan betapa mengerikannya dosa dan konsekuensinya. Alkitab merangkumnya dengan mengatakan: " ... betapa besar dosa manusia di bumi, dan setiap pikiran dan kecenderungan hatinya selalu berorientasi pada kejahatan" (5).

Kalimat ini diucapkan setelah pelanggaran yang dilakukan oleh "anak-anak Allah" (2). Meskipun ada berbagai penafsiran tentang siapa "anak-anak Allah" ini (apakah keturunan Set yang hidup benar, malaikat, atau lainnya), yang pasti adalah mereka "melihat ... memilih sebagai istri, siapa saja yang mereka suka" (2), mirip dengan Hawa yang "melihat ... mengambil buahnya dan memakannya" (Kej 3:6). Dengan mengambil pasangan berdasarkan keinginan mata dan hati mereka, mereka telah melewati batas yang ditetapkan oleh Allah. Akibatnya, mereka menghasilkan keturunan yang "gagah perkasa" dan "ternama", tetapi hidup dalam kejahatan (4-5).

Dosa adalah sesuatu yang menggoda. Sejak kejatuhan manusia, dosa selalu menggoda untuk melewati batas yang Allah tetapkan. Meskipun Allah telah menetapkan batas untuk hubungan yang baik antara manusia dan Dia, dosa menggoda manusia untuk mengabaikan peringatan Tuhan dan melewati batas tersebut. Dosa telah membingungkan manusia dan menyimpang dari jalan yang benar.

Dalam hal ini, kita dapat memahami mengapa hati manusia sering kali menghasilkan kejahatan. Ketika manusia melanggar perintah Allah, ia menjadi terjebak dalam keinginan tersebut. Meskipun ia berharap untuk berbuat baik, ia malah melakukan hal yang sebaliknya (lihat Rom 7:15-23). Dosa membelenggu manusia, membuatnya terus-menerus mengikuti keinginan dan tindakan dosa.

Jika kita masih terikat oleh dosa saat ini, mari datang kepada Yesus Kristus, yang telah bangkit untuk kita. Hanya Dia yang dapat membebaskan kita sepenuhnya dari belenggu dosa dan kuasa maut.

Share:

Legasi

Kejadian 5 

Kejadian pasal 5 ini menginformasikan realita kehidupan manusia.

Pertama, manusia diciptakan menurut rupa Allah (1-2). Semua manusia menyandang kemuliaan-Nya.

Kedua, manusia hidup dalam waktu yang terbatas. Kata-kata "mencapai umur" dan "lalu ia mati" ditulis berulang kali (5, 8, 11, 14, 17, 20, 27, 31). Ini menggemakan konsekuensi ketidaktaatan (bdk. Kej 2:17; 3:6, 19). Kematian adalah tanda hukuman Allah atas dosa.

Ketiga, sekalipun demikian, ada manusia yang tidak mengalami kematian fisik. "Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah" (24). Henokh dikatakan "mencapai umur" lanjut seperti yang lainnya, tetapi dengan hidup taat dan setia kepada Allah, ia diperkenan oleh-Nya (bdk. Ibr 11:5).
Namun, pada sisi lain, ini bukan soal apa yang dilakukan Henokh saja. Ini pada utamanya merupakan tindakan Allah. Dikatakan: "ia telah diangkat oleh Allah" (24), yang artinya kuasa Allah yang memberikan kehidupan kepada Henokh. Jika kematian dimaknai sebagai hukuman, kehidupan dimaknai sebagai pemulihan atas hidup yang dikerjakan Allah sendiri.
Tentang singkatnya hidup manusia dikatakan: " ... di pagi hari mereka seperti rumput yang akan binasa, di waktu pagi bersemi dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm 90:5-6). Bagaimana kita menjalani kehidupan yang terbatas ini? Legasi seperti apa yang ingin kita tinggalkan?
Ada dua pilihan. Pertama, kita hidup dengan melakukan berbagai pelanggaran dan dosa, mengikuti jalan dunia, menaati penguasa kerajaan angkasa, serta hidup dalam hawa nafsu daging dan pikiran jahat (Ef 2:1-3). Kedua, kita hidup bergaul dengan Allah seperti Henokh. Allah telah menganugerahkan kehidupan kepada kita melalui pribadi Yesus Kristus (Ef 2:4-7). Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah melepaskan manusia dari cengkeraman maut. Melalui kemenangan-Nya, kuasa maut itu sendiri telah dilenyapkan.

Seperti Henokh, apakah Anda mau meninggalkan legasi sebagai orang yang berjalan bersama Allah?
Share:

Merespons Teguran dengan Benar

Kejadian 4:1-16 

Dosa Adam dan Hawa tidak berhenti pada diri mereka, tetapi berlanjut kepada keturunannya, bahkan menjadi makin parah.
Kain, anak sulung mereka, bukan hanya melawan perintah Tuhan dengan memberikan persembahan yang tidak diperkenan Tuhan, tetapi juga membunuh adiknya (5a, 8).
Apa yang tidak diperkenan Tuhan bukan hanya soal apa yang dipersembahkan, tetapi juga bagaimana hati orang yang mempersembahkannya. Sekalipun persembahan yang diberikan kepada Tuhan sempurna dan berlimpah, jika hati si pemberi tidak tulus dan tanpa kasih kepada Tuhan, sia-sialah persembahannya itu (lih. Ams 21:27).
Kitab Kejadian memang tidak menjelaskan secara terperinci mengapa persembahan Kain ditolak. Mungkin yang ia berikan bukan yang terbaik atau mungkin ia tidak memberi dengan tulus hati. Namun, yang jelas respons Kain adalah hati panas dan muka muram (5b). Karena itu, Tuhan mengingatkan sang anak sulung untuk mengevaluasi diri, apakah yang dirasakan dan dipikirkan sudah benar (6). Tuhan juga mengingatkan Kain untuk berbuat baik dan berhati-hati supaya dia tidak jatuh ke dalam dosa (7). Sayangnya, Kain bukannya melakukan introspeksi; sebaliknya, ia malah membunuh adiknya dan bahkan menyangkali perbuatannya (9).
Menerima peringatan dan teguran dari orang lain sering kali tidak mudah. Banyak orang merespons dengan marah karena merasa bahwa teguran itu merendahkan atau mempermalukannya. Padahal, jika teguran direspons dengan benar, kata-kata itu dapat menolong kita supaya kita tetap berada di jalan yang benar.
Bagaimana respons kita selama ini atas peringatan atau teguran yang datang? Adakah kita menjadi marah atau tersinggung? Atau, adakah kita menenangkan diri, menerima teguran itu, dan mau mengevaluasi isi hati kita?
Bersyukurlah jika masih ada orang-orang yang mau mengingatkan kita ketika jalan kita mulai serong. Responslah teguran itu dengan evaluasi diri dan upaya perbaikan diri supaya kita tidak jatuh ke dalam dosa, melainkan tetap hidup dalam kebenaran.
Share:

Pernikahan yang Dikehendaki Allah

Kejadian 2:8-25

Pernikahan bukan hanya sekedar ikatan komitmen, tetapi merupakan bagian dari inisiatif Allah sejak awal penciptaan manusia.

Allah melihat bahwa Adam membutuhkan seorang penolong yang sesuai untuknya (18). Allah melihat kebutuhan Adam setelah ia berinteraksi dengan semua ciptaan yang Allah bawa kepadanya (19-20). Oleh karena itu, Allah menciptakan seorang wanita yang sepadan dengan Adam, yang diberi nama Hawa.

Allah menciptakan wanita dari Adam, menjadikannya berbeda dari ciptaan lain (21-22). Mereka sesungguhnya adalah satu kesatuan. Ada aspek dari Adam yang hanya dapat ditemukan dalam Hawa, sehingga mereka menjadi satu dalam kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Alkitab mengatakan bahwa keduanya berdua telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu (25). Ini menunjukkan keterbukaan dan kejujuran di antara mereka, tanpa rasa malu atau perlu menyembunyikan apapun. Mereka saling menerima dan mengasihi apa adanya.

Hal ini mencerminkan pernikahan Kristen yang ideal. Ketika seorang pria dan wanita bersatu dalam pernikahan yang kudus, mereka menjadi satu. Kesatuan ini tidak hanya fisik, tetapi juga rohani. Mereka menerima satu sama lain dengan segala kelebihan dan kekurangan.

Namun, setelah jatuh ke dalam dosa, pernikahan seringkali kehilangan esensinya. Keterbukaan menjadi sesuatu yang dihindari, mungkin karena takut ditolak atau dihakimi. Akibatnya, pasangan saling mencurigai, menyalahkan, dan bahkan membenci. Intimasi dan keutuhan hilang, serta kegembiraan yang seharusnya ada dalam pernikahan menghilang.

Pernikahan seperti apa yang Anda jalani atau akan Anda jalani? Mari kita kembali ke esensi pernikahan yang dikehendaki Allah. Belajarlah untuk terbuka, menerima, dan membangun satu sama lain, sehingga pernikahan yang Anda bangun dapat memuliakan Tuhan dan membawa sukacita ilahi bagi semua yang melihatnya.

Share:

Kacamata Iman

Kejadian 1:1-2:7

Kitab Kejadian dengan jelas menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Tidak ada yang ada dan berbentuk jika bukan Allah yang menciptakannya.

Allah melakukan pekerjaan yang luar biasa yang melebihi pemikiran manusia. Sebagai contoh, bagaimana kita bisa menjelaskan keberadaan samudera kosmos dan Roh Allah yang melayang-layang di atas permukaan air, jika lautan dan atmosfer diciptakan pada hari kedua dan ketiga? (1:2, 6-10). Atau, bagaimana kita bisa menjelaskan terang pada hari pertama jika benda penerang diciptakan pada hari keempat (1:3, 14-16).

Meskipun manusia terus mencari penjelasan dan mengajukan berbagai teori tentang asal-usul alam semesta, belum ada teori yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan sepenuhnya.

Kitab Kejadian bukanlah buku sains, tetapi apa yang ditulis di dalamnya mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Allah menciptakan manusia dengan akal budi, memberikan kekuasaan atas ciptaan lain, dan tugas untuk merawat bumi (1:26, 28; 2:5). Ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan juga berasal dari Allah. Oleh karena itu, dalam memahami asal-usul dunia dan isinya, kita tidak hanya bergantung pada akal manusia, tetapi juga memerlukan perspektif iman.

Misteri-misteri dalam penciptaan alam mengingatkan kita tentang pentingnya iman dalam hidup. Iman melampaui pengetahuan empiris. Apa yang kita lihat mungkin tidak lengkap atau benar karena keterbatasan penglihatan kita.

Demikian pula, dalam banyak peristiwa hidup yang penuh misteri, jika kita hanya mengandalkan akal budi kita, kita tidak akan pernah puas. Sebaliknya, iman akan membantu kita melihat bahwa Tuhan hadir, bekerja, dan merawat kita.

Mari kita terus memandang kehidupan dengan kacamata iman, dan percayakan hidup kita kepada Tuhan, Pencipta yang berdaulat.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.