Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Seruan dari dalam Penderitaan

Mazmur 22:1-22

Dalam saat-saat penderitaan yang sangat berat, Daud berseru kepada Allah seakan-akan merasa bahwa Allah telah meninggalkannya. Namun, apakah ketika Daud berkata, "Allahku, Allahku, mengapa engkau meninggalkan aku," itu merupakan ungkapan putus asa? Benarkah Allah meninggalkan Daud di saat dia menderita?

Saat kita membaca bagian ayat-ayat Firman Tuhan hari ini, terlihat bahwa Daud sedang mengalami penderitaan yang sangat besar. Penderitaan itu begitu hebat sehingga Daud menggambarkan dirinya sebagai ulat yang dicela dan dihina oleh banyak orang. Dia merasa seperti semua orang mencibir dan mengolok-oloknya, serta menggelengkan kepala kepadanya. Bahkan, dia menghadapi celaan, cemoohan, dan ancaman dari banyak musuhnya, yang menjadi sumber dari penderitaannya.

Namun, di tengah penderitaan itu, Daud menyampaikan seruan kepada Allah. Seruan ini sebenarnya bukan merupakan ekspresi putus asa dari Daud, juga bukan tuduhan bahwa Allah benar-benar telah meninggalkannya. Seruan itu justru menunjukkan sisi kemanusiaan Daud yang mengharapkan pertolongan Allah di tengah penderitaan berat ini. Di bagian-bagian selanjutnya, kita melihat bahwa Daud masih mempercayai dan menaruh harapan pada Allah, yang mampu menyelamatkannya dari penderitaannya.

Kira-kira seribu tahun setelah itu, Yesus Kristus mengucapkan kalimat yang sama saat Ia menderita di atas kayu salib. Namun, bukan berarti Yesus putus asa atau bahwa Bapa tidak peduli dengan-Nya. Seruan itu mencerminkan seberapa besar penderitaan yang dialami-Nya, dan Bapa tidak meninggalkan-Nya saat itu karena itulah kehendak-Nya.

Apakah penderitaan yang sedang Anda alami saat ini? Mungkin Anda mengharapkan Allah untuk segera bertindak, tetapi belum melihat jawaban-Nya hingga saat ini. Mari kita belajar dari Daud dan Yesus untuk tidak menyerah, dan terus berseru kepada-Nya yang akan bertindak pada waktunya.

Share:

Karena Kuasa-Mu lah!

Mazmur 21 

Pada saat kita melihat dan merenungkan kehidupan kita ke belakang, kira-kira perasaan apa yang muncul dan apa yang akan kita katakan? Apakah kita bersyukur karena mengakui bahwa semua yang telah kita lalui adalah karena kuasa Tuhan? Atau, apakah kita mengeluh, menyesal, serta menyalahkan diri dan Tuhan atas apa yang kita alami?

Raja Daud, dalam perikop ini, ketika ia merenungkan kemenangan yang Tuhan berikan sebagai jawaban dari doanya, bersyukur dan bersukacita. Inti dari rasa syukur dan sukacita Daud adalah semua yang ia alami terjadi karena kuasa Tuhan.

Dalam ayat 3-7, Daud memaparkan bahwa semua yang ada padanya saat itu merupakan pemberian Tuhan. Keinginan hatinya, berkat yang melimpah, mahkota emas, umur panjang, kemuliaan, dan keagungan, Tuhanlah yang memberikan semua ini. Dialah yang membuat Daud menjadi berkat dan penuh sukacita. Daud tidak mengucap syukur semata-mata karena kemenangannya, tetapi ia juga merefleksikan seluruh keberadaan dirinya dan mengakui itu semua sebagai pemberian Tuhan.

Menariknya, atas semua pemberian dan kuasa Tuhan dalam hidupnya, Daud tidak berhenti pada pengucapan syukur dan sukacita, tetapi ia juga menyertakan komitmennya untuk percaya kepada Tuhan (8a). Ini adalah salah satu keteladanan Daud sebagai seorang pemimpin, bahwa di atas segalanya Tuhanlah yang dipercaya, bukan kuasa dan kehebatan seorang raja. Atas kepercayaan dan kesetiaannya kepada Tuhan, sebagai balasannya Tuhan meneguhkan takhtanya (8b).

Bagaimana kita melihat semua yang kita miliki saat ini? Bagaimana kita melihat posisi, jabatan, keluarga, talenta, materi, dan kesehatan kita? Apakah kita menganggap itu semua sudah sewajarnya kita terima dan miliki sebagai hasil jerih lelah kita? Atau, apakah kita sama seperti Daud, yaitu melihatnya sebagai anugerah Tuhan dan mengakui karena kuasa Tuhanlah kita bisa ada sebagaimana kita ada saat ini?

Kiranya rasa syukur dan sukacita melimpah dalam hidup kita. 

Pagi ini Aku datang kepadamu Tuhan dan aku  mohonkan berkat kepada TUHAN untuk Bapak, Ibu,jemaat  sodara-sodari  sekalian. 

Kiranya berkat kesehatan. Berkat sukacita. Berkat Damai Sejahtera. Mengalir dalam kehidupan kita semua. 

Dan diberkati juga rumah tangga mu. Anak-anak dan cucu-cucu mu. 
Pekerjaanmu. 
Sawah dan ladang mu. 
Studi mu. Toko mu.
Usaha mu. Kantor mu
Rumah mu. Keluarga mu.
Pelayanan mu. Gereja mu. 

Dalam nama TUHAN YESUS biarlah berkat Mu mengalir melimpah dalam kehidupan kami... Yang percaya katakan AMIN.!!!... TUHAN YESUS memberkati

Share:

Kejatuhan Orang Benar

Kejadian 9:18-29

Alkitab tidak hanya mencatat keberhasilan tokoh-tokoh, tetapi juga menggambarkan kegagalan mereka. Pada masa tua Nuh, ia mengalami periode tragis dalam hidupnya. Ia terjerumus dalam minuman anggur dan menjadi mabuk (20-21). Selama periode ini, anaknya, Ham, melihat aurat Nuh dan memberitahukannya kepada saudara-saudaranya (22), sebuah tindakan yang tidak pantas. Di sisi lain, Sem dan Yafet menutupi aurat ayah mereka dengan hormat (23). Akibat dari peristiwa ini, Ham dan keturunannya diberi kutukan oleh Nuh (25-27).

Kisah terakhir Nuh menegaskan bahwa semua manusia rentan terhadap dosa (lihat Kejadian 8:21). Meskipun diselamatkan dari banjir besar, Nuh tidak menjadi sempurna. Hidupnya masih terjebak dalam kelemahan dan ketidaksempurnaan manusia.

Sebagai orang percaya, kita harus waspada terhadap godaan dosa. Tidak ada yang kebal terhadap jatuh ke dalam dosa. Bahkan, berkat yang diberikan Allah bisa berubah menjadi kutukan karena kecenderungan jahat dalam diri manusia.

Kerohanian kita bisa merosot jika tidak dijaga. Pada awal pertobatan, kita mungkin bersemangat dalam mengejar keserupaan dengan Kristus: rajin membaca Alkitab, berdoa, bersekutu, menyesali dosa-dosa, dan melayani Tuhan. Namun, kelalaian satu kali saja dapat merusak kerohanian kita, mengarah pada kesalahan yang memalukan di hadapan Tuhan dan orang lain.

Meskipun Nuh mengalami kegagalan, ada kabar baik. Kisah ini ditempatkan setelah perjanjian Allah yang kekal dengan Nuh dan segala makhluk hidup (Kejadian 9:8-17). Ini menunjukkan bahwa kejatuhan orang benar tidak menghentikan Allah untuk meneruskan berkat-Nya.

Allah pasti menghukum dosa karena keadilan-Nya, tetapi Ia juga memberi pengampunan kepada setiap orang yang bertobat. Mari kita tetap menjaga kerohanian kita agar kita bisa berkata: "...meskipun lahiriah kami semakin merosot, tetapi batiniah kami diperbarui dari hari ke hari" (2 Korintus 4:16).

Share:

Perintah Baru tetapi Lama

Kejadian 9:1-17

Narasi ini menggambarkan sebuah kesinambungan dengan kisah penciptaan. Meskipun telah terjadi banjir besar, prinsip-prinsip dasar penciptaan tetap berlaku dalam hubungan manusia dengan Allah dan alam semesta.

Manusia masih membawa citra Allah (6b; Kej 1:26-27), sehingga Allah memerintahkan agar tidak membunuh sesama manusia (5b-6a). Ini adalah perlindungan yang diberikan Allah kepada seluruh umat manusia.

Larangan untuk menumpahkan darah manusia ini adalah pengingat terhadap dosa Kain dan Lamekh (lihat Kej 4:9). Sebaliknya, manusia diperintahkan untuk berkembang biak dan memenuhi bumi (1, 7), serta diberikan tanggung jawab untuk mengelola makhluk-makhluk lain dan alam semesta (2-4). Ini merupakan kesempatan kedua bagi manusia untuk menjalankan peran mereka sebagai imam-imam Allah di bumi.

Allah juga membuat perjanjian dengan manusia dan seluruh ciptaan bahwa Ia tidak akan membinasakan bumi melalui banjir lagi (8-11). Allah menandai janji-Nya dengan "busur-Ku" yang "Kutaruh di awan" (13), menegaskan bahwa bumi akan tetap dipelihara dan tidak dimusnahkan.

Dari teks ini, kita memahami bahwa Allah memanggil kita untuk menjalankan perintah-perintah lama dengan sudut pandang baru. Sebagai gambar Allah, kita ditugaskan untuk tidak hanya menjaga sesama manusia, tetapi juga alam semesta. Kita hidup dalam komunitas ciptaan bersama hewan dan tumbuhan, dan kita semua menantikan pembebasan akhir dari kebinasaan menuju kehidupan yang baru dalam Kristus (Roma 8:19-22).

Karena itu, mari kita mengelola alam semesta ini dengan bijaksana, sehingga kita mencerminkan kemuliaan Allah melalui keindahan dan kelangsungan hidup ciptaan-Nya.

Share:

Hukuman atau Keselamatan ?

Kejadian 7  

Allah selalu serius dalam memenuhi janji-Nya. Ia akan menegakkannya, baik melalui hukuman maupun melalui keselamatan.

Allah telah menyatakan bahwa Dia akan mengirimkan banjir untuk memusnahkan segala makhluk hidup (Kej 6:17). Dan janji-Nya digenapi: banjir itu menutupi bumi selama 150 hari (24), mengakibatkan kematian bagi semua makhluk hidup di darat (21-23a).

Tetapi Allah juga berjanji untuk menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sepasang dari setiap makhluk hidup untuk memelihara kehidupan (Kej 6:18-21). Dan janji-Nya juga digenapi: Allah mempersiapkan Nuh, keluarganya, dan semua binatang untuk masuk ke dalam bahtera (1-9, 11-16), dan mereka semua tetap hidup (23b).

Meskipun peristiwa itu hanya satu, yaitu banjir, implikasinya sangatlah banyak. Kedatangan banjir tidak diinformasikan kepada orang-orang yang akan dihukum, tetapi hanya kepada mereka yang akan diselamatkan.

Di satu sisi, banjir mengingatkan kita akan kekerasan hukuman atas dosa. Allah tidak menganggap enteng dosa. Konsekuensi dari dosa adalah kehancuran. Karena itu, mari tinggalkan dan hindari dosa sekarang juga! Kesabaran Allah memberikan kita kesempatan untuk kembali dari kesesatan dan kejahatan kita.

Di sisi lain, banjir juga menunjukkan betapa indahnya keselamatan dari Allah. Kuasa penyelamatan-Nya bukan hanya tentang kebebasan dari hukuman dosa. Lebih dari itu, keselamatan berarti hidup bersama Allah dalam kemuliaan yang baru.

Keselamatan itu telah disediakan melalui Tuhan Yesus Kristus. Dalam kematian-Nya, Dia menanggung hukuman dosa sehingga orang percaya tidak dihukum lagi. Dalam kebangkitan-Nya, Dia menjamin kebangkitan tubuh yang kekal. Dalam kenaikan-Nya, Dia mempersiapkan tempat bagi kita di surga yang baru dan bumi yang baru.

Di sinilah kehidupan yang sempurna bersama Allah tersedia bagi orang percaya. Indah sekali, bukan? Apakah Anda ingin menjadi bagian dari itu?

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.