Kumandang Tembang Syukur
Merayakan Keselamatan
Gita pujian Daud menggemakan keselamatan. Dari lubuk hatinya yang terdalam, Daud menyerukan Tuhan Sang Penyelamat. Dialah keselamatannya (3), dan ia bersorak-sorai karena keselamatan dari-Nya (9).
Pertanyaannya, keselamatan seperti apa yang dirayakan oleh Daud? Ia menyatakan dirinya selamat karena ia dilepaskan bukan hanya dari kejaran dan fitnah musuh, tetapi juga dari kesengsaraan batin. Ketika kebaikannya dibalas dengan kejahatan (12-16), Tuhan melindungi, menolong, dan melepaskannya. Ini menjadi pengalaman pribadi Daud yang kemudian diungkapkannya.
Namun, bila diperhatikan secara lebih mendalam, Daud sejatinya sedang mewujudkan welas asih yang bersumber dari Tuhan. Ia menyatakan bagaimana dia, yang dikecewakan manusia, adalah yang dikasihi Tuhan. Daud menunjukkan bahwa iman kepada Tuhan yang penuh welas asih tidak akan sia-sia. Itulah yang dirayakan Daud melalui gita pujian dalam mazmurnya yang melegenda.
Perayaan keselamatan dengan cara demikian sangatlah efektif. Inilah perayaan yang terus menggemakan keberanian hamba-Nya, keberanian untuk bernarasi tentang keselamatan yang bersumber dari Tuhan. Inilah keselamatan yang universal, sehingga layak dirayakan oleh semua bangsa di sepanjang zaman.
Sebagai pembaca Mazmur, bagaimana kita merayakan keselamatan? Adakah kita hanya mementingkan keselamatan diri kita sendiri dan kelompok kita saja? Atau, adakah empati dari dalam diri dan welas asih yang menampilkan sosok Tuhan, Sang Penyelamat bagi semua orang?
Perayaan keselamatan sejati mengajak kita untuk tidak hanya bersyukur atas keselamatan yang telah kita terima, tetapi juga untuk berbagi berita baik ini dengan orang lain, dan merayakan bersama-sama dalam kasih yang tulus dan inklusif. Keselamatan bukan hanya milik individu, tetapi milik seluruh umat manusia, dan itulah yang membuatnya layak untuk dirayakan dengan penuh sukacita.
Mencari Tuhan
Mazmur 34 menyajikan panduan yang menarik bagi orang yang ingin mencari Tuhan. Uniknya, yang menyatakan bahwa ia telah mencari Tuhan adalah Daud, pada saat ia berpura-pura tidak waras (1; lih. 1Sam. 21:13). Menariknya lagi, pencarian dalam kondisi seperti itu justru berhasil. "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku" (5).
Apa sebenarnya rahasia dari keberhasilan itu? Eksistensi Tuhan memang melampaui akal pikiran manusia. Siapa yang menyangka bahwa oleh seseorang yang berpura-pura gila, Tuhan bisa ditemukan? Saat Daud ketakutan oleh karena Raja Akhis, ia dapat memandang siapa dirinya dan memandang kepada Tuhan (6).
Di hadapan Yang Maha Besar, ia tidak bisa memamerkan kekuasaannya ataupun bermegah dengan segala kepunyaannya. Sebaliknya, ia dituntun untuk merendahkan hatinya dan memuji Tuhan (2-3). Ia benar-benar telanjang di hadapan Yang Maha Tinggi.
Sang raja pada hakikatnya tetaplah titah sawantah (manusia biasa). Kesadaran inilah yang membuatnya berseru kepada Tuhan (7). Saat ia tidak berdaya dan tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya, Daud justru menemukan Tuhan yang hadir untuk menyelamatkannya dan menempatkan malaikat-Nya untuk melindunginya.
Ancaman menjadi kegentaran hebat hingga Daud rela berlaku seperti orang gila, tetapi ini pun tidak menjadi penghalang bagi hamba-Nya untuk mencari dan menemukan Tuhan, Sang Juru Selamat. Pengalaman demikian justru mematangkan Daud dan mengundang kita semua untuk mengecap dan melihat kebaikan Tuhan. Ingat, Dialah Penolong dan Pelindung kita!
Gita Swara Santi
Mazmur 33 menghadirkan berbagai macam swara. Ada yang berupa sorak-sorai dan puji-pujian (1), ada juga yang berupa permainan kecapi dan gambus (2).
Swara yang terkumpul dalam kitab ini memiliki nilai lebih. Swara ini lahir dari ritual suci, baik dalam upacara kenegaraan maupun untuk keperluan ibadat. Ritual ini disusun dengan cermat, memperhatikan perpaduan swara dari indra ucap manusia dan alat musik (3). Perpaduan ini melahirkan gita swara santi yang kemudian direkam menjadi teks liturgis hingga dikenal sebagai Mazmur, kitab yang berisi puji-pujian.
Inilah sebabnya diperlukan pola pembacaan tertentu untuk mengumandangkan Mazmur. Untuk memahami nuansa dan merasakan suasana dari Kitab Mazmur memang dibutuhkan penghayatan batin.
Di sinilah pentingnya perenungan Kitab Mazmur. Hasil perenungan ini diharapkan dapat menghantar kita untuk bersyukur atas penyelenggaraan Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan. Rasa syukur akan mendorong kita untuk mengangkat puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan Sang Pencipta (4-9).
Dengan cara seperti itu, kita sebagai ciptaan akan terus terhubung dengan Sang Pencipta. Keterhubungan ini sangat diinginkan oleh Tuhan Sang Pencipta. Pemazmur menggambarkan visi ini dengan sangat indah: "mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia" (18). Tidak mengherankan bila pemazmur mengingatkan betapa jiwa kita terus menanti-nantikan Dia; Dialah Sang Penolong dan Pelindung kita.
Kesadaran akan relasi seperti ini sangat penting demi berlangsungnya gita keselamatan. Itulah senandung hidup yang mengagungkan Tuhan. Demikianlah keterhubungan dengan-Nya harus terjalin demi terpeliharanya jiwa dan hidup hingga akhir.
Akhir yang Membahagiakan
Yusuf mengalami hal serupa: ia tinggal di Mesir bersama keluarganya, mendapat kesempatan melihat keturunan Efraim sampai generasi ketiga, serta anak-anak Makhir, putra Manasye, dan diberkati dengan umur panjang (22-23). Namun, itu bukan kebahagiaannya utama karena ia tahu, kematiannya sudah dekat (24a).
Apa yang membuat Yusuf benar-benar bahagia pada akhir hidupnya? Meskipun ia hidup lama bersama keluarganya hingga melihat anak, cucu, dan cicitnya, semuanya akan berakhir dengan kematian. Namun, satu hal yang pasti dan tidak berubah meski ia mati adalah "Allah pasti akan memperhatikan kamu [saudara-saudaranya] dan membawa kamu keluar dari negeri ini [Mesir], ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub" (24b).
Oleh karena itu, Yusuf meminta saudara-saudaranya bersumpah bahwa mereka akan membawa tulang-belulangnya saat mereka keluar dari Mesir (25). Yusuf meninggal pada usia 110 tahun, mayatnya diberi rempah-rempah dan disimpan dalam peti mati di Mesir, tetapi tidak dikuburkan di sana sesuai sumpah mereka.
Ada pelajaran berharga dari kehidupan Yusuf yang bisa dijadikan teladan: akhir yang membahagiakan bukan terletak pada kekayaan atau umur panjang, melainkan pada penyertaan dan pemeliharaan Tuhan yang tidak akan berubah. Manusia pada akhirnya akan menghadapi kematian, tetapi janji Tuhan akan selalu abadi.
Apa yang membuat kita bahagia pada akhir hidup kita? Jika kebahagiaan kita masih terletak pada materi, diri sendiri, atau keluarga, maka saat ini kita diingatkan untuk menghidupkan dalam diri kita dan keluarga kita, terutama anak-anak kita, pelajaran tentang janji Tuhan yang tidak akan pernah berubah, dahulu, kini, dan selamanya.
















