Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Berita Injil Bersifat Inklusif

Kisah Para Rasul 10Mengubah cara pandang seseorang, terutama yang sudah tertanam secara turun-temurun, bukanlah hal yang mudah. Namun, Kisah Para Rasul 10 memperlihatkan kepada kita bagaimana Tuhan memulai perubahan yang signifikan dalam sejarah gereja, yaitu membawa berita Injil yang inklusif, bukan lagi eksklusif untuk satu bangsa saja.Pasal ini mengisahkan bagaimana Injil mulai disebarkan ke seluruh dunia, melewati batas-batas etnis dan tradisi yang sebelumnya dipegang erat oleh orang Yahudi. Petrus, yang awalnya memiliki pandangan eksklusif tentang siapa yang layak menerima Injil, menerima penglihatan dari Tuhan yang mengubah cara pandangnya. Melalui peristiwa ini, Petrus dipersiapkan untuk menyampaikan Injil kepada Kornelius, seorang bukan Yahudi yang saleh.Tiga Pelajaran Penting dari Pasal Ini:
1. Umat Pilihan Allah Dimaknai Secara Rohani, Bukan Politis
Orang Yahudi dulu menganggap diri mereka sebagai satu-satunya umat pilihan Allah berdasarkan ikatan darah dan hukum Taurat. Namun, dalam Kisah Para Rasul 10, kita belajar bahwa pilihan Allah adalah spiritual, terbuka untuk semua orang yang percaya kepada-Nya, tanpa memandang latar belakang etnis atau kebangsaan. Dengan pemahaman ini, Injil dapat diberitakan kepada seluruh dunia, tidak lagi eksklusif bagi satu bangsa.
2. Kesatuan dalam Iman, Bukan Kesatuan Berdasarkan Darah
Petrus menerima Kornelius bukan karena mereka berbagi darah atau bangsa yang sama, melainkan karena iman yang sama kepada Yesus Kristus. Ini menunjukkan bahwa kesatuan dalam gereja didasarkan pada iman kepada Kristus, bukan pada identitas etnis atau budaya.
3. Yesus Kristus sebagai Pusat Kebenaran
Ketika Kornelius menerima karunia Roh Kudus dan dibaptis, Petrus menyampaikan berita tentang Yesus Kristus sebagai pusat kebenaran. Ini menegaskan bahwa inti dari iman Kristen bukanlah hukum Taurat atau tradisi Yahudi, melainkan Injil Yesus Kristus, yang membawa keselamatan bagi semua orang yang percaya.
Berita Injil bersifat inklusif, terbuka bagi semua orang tanpa memandang latar belakang mereka. Kita dipanggil untuk memberitakan Injil kepada semua orang, bukan hanya kepada kelompok atau suku tertentu. Selain itu, kita diajak untuk menghidupi kesatuan dalam Kristus, yang melampaui batas-batas etnis dan budaya. Dalam perspektif ini, kita bersatu bukan karena ikatan darah, tetapi karena iman kepada Yesus Kristus, yang adalah pusat dari segala kebenaran.
Doa Pagi:Tuhan yang penuh kasih, kami bersyukur atas berkat-Mu yang melimpah dalam hidup kami. Kami memohon berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtera bagi kami semua—untuk keluarga kami, pekerjaan kami, pelayanan kami, dan seluruh aspek kehidupan kami. Semoga berkat-Mu mengalir dengan limpah, memperkuat dan memelihara kami dalam iman kepada-Mu. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa dan mengucap syukur. Amin.
Share:

Tidak Bergantung pada Manusia

Kisah Para Rasul 9:32-43
Allah yang kita sembah adalah Allah yang menyejarah, yang hadir dalam kehidupan manusia melalui banyak mukjizat. Mukjizat ini masih terjadi hingga hari ini, namun sering kali dimaknai secara keliru. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami peristiwa mukjizat dengan benar, khususnya dalam konteks bacaan dari Kisah Para Rasul 9:32-43.Ada dua prinsip utama yang bisa kita pelajari terkait mukjizat yang dilakukan oleh Petrus dalam perikop ini.1. Mukjizat Tidak Bergantung pada Manusia
Mukjizat yang terjadi dalam Alkitab, termasuk dalam bacaan ini, tidak bergantung pada manusia, baik sebagai fasilitator (seperti Petrus) maupun sebagai penerima mukjizat. Mukjizat pertama dalam bacaan ini adalah penyembuhan seorang lumpuh oleh Petrus (ayat 34). Dalam mukjizat kedua, Petrus membangkitkan Tabita (ayat 40-41), seorang wanita yang sudah mati. Dalam kedua peristiwa ini, penerima mukjizat bersifat pasif; mereka tidak melakukan apa-apa untuk mendapatkan mukjizat itu. Ini menunjukkan bahwa mukjizat terjadi karena kehendak Allah, bukan karena usaha manusia.2. Mukjizat Dikerjakan oleh Allah untuk Kemuliaan-Nya
Meskipun Allah menggunakan manusia seperti Petrus sebagai alat-Nya, tujuan akhir dari setiap mukjizat adalah untuk memuliakan Allah. Dalam bacaan ini, hasil dari mukjizat yang dilakukan oleh Petrus adalah banyak orang yang percaya dan berbalik kepada Tuhan (ayat 35, 42). Ini menunjukkan bahwa mukjizat yang terjadi bukan untuk mengagungkan manusia, tetapi untuk membawa orang-orang lebih dekat kepada Allah.Dari dua prinsip ini, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari:a. Bersyukur atas Kasih Allah yang Tidak Bersyarat
Mukjizat yang diberikan Allah adalah tanda kasih-Nya yang tidak bersyarat. Jika kasih Allah menuntut syarat tertentu, tidak ada seorang pun di antara kita yang dapat memenuhinya. Kita harus bersyukur karena kasih Allah yang melampaui segala kondisi dan keadaan kita.b. Menghargai Anugerah Allah
Ketika kita menerima berkat atau mukjizat dari Allah, kita tidak boleh merasa lebih istimewa daripada orang lain. Semua berkat dan mukjizat adalah anugerah dari Allah, yang diberikan berdasarkan kehendak-Nya, bukan karena keistimewaan kita.c. Menempatkan Allah sebagai yang Paling Utama
Menerima mukjizat seharusnya membuat kita lebih menyadari kehadiran Allah dalam hidup kita dan mendorong kita untuk menempatkan Allah sebagai yang paling utama. Mukjizat adalah sarana untuk memuliakan Allah, bukan untuk memusatkan perhatian pada diri kita sendiri atau pada manusia yang menjadi alat-Nya.Dengan demikian, kita diajak untuk melihat mukjizat sebagai karya Allah yang sepenuhnya dikerjakan oleh-Nya, untuk tujuan yang lebih besar daripada sekadar kepentingan pribadi, yakni untuk kemuliaan-Nya dan untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
Share:

Pertobatan yang Radikal

Kata "radikal" sering kali diartikan secara negatif. Padahal, makna sebenarnya adalah sesuatu yang mengakar atau sampai ke akarnya. Dengan pemahaman ini, setiap anak Tuhan seharusnya memiliki cinta yang radikal terhadap Tuhan.

Rasul Paulus mengalami perjumpaan yang mendalam dengan Tuhan, dan hal ini memberikan dampak besar dalam hidupnya. Setelah disembuhkan oleh Tuhan melalui Ananias, dia segera memberitakan Yesus sebagai Anak Allah (20). Saulus pasti sudah menyadari konsekuensi dari tindakannya. Konsekuensi tersebut langsung dia rasakan, seperti ketika orang-orang Yahudi mulai mengincarnya dan berniat untuk membunuhnya (23). Di sisi lain, murid-murid Tuhan pun meragukannya dan tidak mempercayainya.

Namun, meskipun Saulus sangat menyadari risiko yang dihadapinya, dia dengan berani terus mengabarkan Injil Tuhan. Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa Tuhan mampu mengubah hidup seseorang secara radikal. Saulus, yang sebelumnya 'radikal' dalam kebenciannya terhadap orang Kristen, kini berbalik secara radikal menjadi pengikut Tuhan. Hingga akhir hidupnya, Saulus melayani Tuhan dengan penuh kesetiaan. Melalui pelayanannya, Injil Tuhan menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia.

Pertobatan sejati pasti membawa perubahan. Kata "pertobatan" sendiri berarti berbalik, yakni berubah arah 180 derajat. Jika sebelumnya menghadap ke barat, kini kita beralih ke timur. Jika sebelumnya mengejar dosa dan dunia, kini kita berbalik mengejar Allah. Meskipun kita masih hidup di dunia dan bisa jatuh dalam pencobaan serta berbuat dosa, kita tetap harus mengingat bahwa kita adalah manusia berdosa. Namun, pertobatan adalah komitmen untuk tidak lagi menikmati dosa. Pertobatan membuat kita lebih sadar akan dosa, bahkan membenci dosa. Lebih dari itu, pertobatan seharusnya membawa kita untuk mencintai kehendak Allah dan melakukan pekerjaan-Nya.

Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan diri kita agar pertobatan yang kita jalani benar-benar menghasilkan perubahan. Perubahan tersebut meliputi: perubahan pikiran, perubahan perilaku, perubahan hati, dan perubahan perkataan.

Share:

Pujian Ibadah 01 September 2024

 

Share:

Mencari Penghiburan, Bukan Pembalasan

Meskipun kita tidak diberi tahu alasan spesifik Daud dalam menulis mazmur ini, aroma pengkhianatan terasa jelas.

Setelah menggambarkan secara umum ancaman yang menghimpit hatinya, Daud kemudian fokus pada seorang pengkhianat yang misterius. Nama orang ini tidak disebutkan, tetapi dia dulu adalah sahabat dekat dan orang kepercayaan Daud (14). Mereka sering beribadah bersama (15). Namun, tiba-tiba orang tersebut mengkhianati Daud secara diam-diam. Daud terluka oleh kata-kata orang itu yang penuh kemunafikan: lembut di luar namun mematikan di dalam (21-22).

Bagaimana reaksi Daud terhadap pengkhianatan ini? Sebagai seorang ahli strategi dan pahlawan perang, Daud sebenarnya bisa saja membalas dengan mudah. Namun, dia memilih untuk berseru kepada Allah, percaya bahwa Allah akan mendengarnya (17-18).

Daud mengajak kita untuk mengikuti teladannya. Jika kita dikhianati oleh seseorang yang dekat dengan kita, serahkanlah rasa marah dan kekhawatiran kita kepada Tuhan (23).

Secara alami, ketika kita disakiti oleh seseorang, respons kita adalah keinginan untuk membalas. Kita merasa ada dorongan untuk membalas, cepat atau lambat. Dunia mengajarkan bahwa "Balas dendam paling nikmat disajikan dingin." Namun, mazmur ini mengajarkan kepada kita pelajaran penting: ketika disakiti, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Kita harus mengalahkan dorongan alami untuk membalas.

Ada kalanya pengkhianatan diizinkan oleh Allah agar kita dapat lebih memahami karya salib Kristus. Pikirkan ini: jika sepanjang hidup kita tidak pernah dikhianati oleh orang dekat, bagaimana kita bisa benar-benar memahami penderitaan Kristus? Dia, yang dikhianati oleh murid-Nya sendiri dengan sebuah ciuman, menyerahkan pengkhianat itu kepada Bapa-Nya. Dia tidak membalas.

Yang kita butuhkan ketika disakiti adalah penghiburan, bukan pembalasan. Berdoalah meminta penghiburan dari Allah. Dia, yang pernah dikhianati, memahami rasa sakit kita. Damai sejahtera dari Yesus Kristus menyertai Anda.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.