Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

Firman Tuhan 📖 “Mewarisi Karakter Bapa”

“Mewarisi Karakter Bapa”
Yesus lebih dari Anak Daud, Ia adalah Tuhan Daud! Ia mewarisi karakter Bapa—kasih, sabar, dan taat—menghadirkan Kerajaan Allah. Cerminkan firman Tuhan lewat hidupmu! 
Peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” tentu sudah akrab di telinga kita. Biasanya, ini digunakan untuk menggambarkan kemiripan anak dengan orang tuanya — baik dari kebiasaan, sifat, atau cara berpikirnya.

Yesus sering disebut sebagai keturunan Daud. Dalam Matius 1:1–17, silsilah Yesus memang menunjukkan garis keturunan Daud. Bagi orang Yahudi, ini penting karena mereka percaya bahwa Mesias akan datang dari keturunan Daud — seorang raja besar yang dikagumi sepanjang masa.

Namun, Yesus menegaskan bahwa Mesias bukan hanya “Anak Daud”, tetapi Tuhan atas Daud (ayat 44). Artinya, Mesias jauh lebih besar daripada sekadar penerus kerajaan Daud. Kuasa-Nya ilahi, bukan politik. Sayangnya, banyak orang waktu itu lebih menghormati figur Daud daripada Sang Mesias yang sudah hadir di tengah-tengah mereka.

Yesus tidak mewarisi karakter Daud — karena Daud adalah manusia yang juga penuh kelemahan. Yesus justru mewarisi karakter Bapa, penuh kasih, sabar, dan taat sampai akhir. Ia hadir bukan untuk membangun kekuasaan duniawi, melainkan untuk menghadirkan kerajaan Allah — kerajaan kasih, kebenaran, dan damai sejahtera.

💡 Ilustrasi :
Bayangkan seorang anak yang lebih dikenal karena nama besar ayahnya. Semua orang membandingkan dia dengan sang ayah: “Apakah dia sehebat ayahnya?” Namun, anak itu memilih untuk hidup sesuai panggilannya sendiri, bukan sekadar meniru ayahnya. Begitu juga Yesus — Ia tidak sekadar meneruskan kejayaan Daud, tetapi menghadirkan kasih dan kebenaran Bapa di bumi.

Sebagai anak-anak Allah, kita pun dipanggil untuk mewarisi karakter Bapa, bukan hanya nama-Nya. Dunia mengenal kita bukan dari apa yang kita katakan, tetapi dari bagaimana kita hidup. Saat kita bersabar, mengampuni, dan mengasihi — dunia melihat cerminan Bapa di dalam diri kita.

Mari renungkan:
Apakah hidup kita sudah mencerminkan karakter Bapa?
Apakah orang lain bisa merasakan kasih, kesetiaan, dan pengampunan Allah melalui tindakan kita setiap hari?

Doa👏
Bapa di surga, kami bersyukur karena Engkau mengutus Yesus Kristus untuk menunjukkan kasih dan kebenaran-Mu.

Tolong kami agar hidup kami memantulkan karakter-Mu — dalam tutur kata, sikap, dan perbuatan kami.
Jadikan kami anak-anak-Mu yang hidup dalam kasih, kejujuran, dan kerendahan hati.
Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa.
Amin.

Share:

Pujian Ibadah GKKK Tepas | 05 Oktober 2025

Share:

🔥 Firman Tuhan : Iman terhadap Kebangkitan

Di dunia yang terus bergerak cepat — dengan teknologi, data, dan kecepatan hidup — ada satu kebenaran yang tak pernah berubah: Yesus telah bangkit.

Kita sering membayangkan kebangkitan seperti film aksi: tubuh keluar dari kubur, cahaya menyala. Tapi Firman Tuhan menawarkan gambaran yang lebih dalam: kehidupan setelah kematian bukan kelanjutan dunia ini. Tidak ada kawin, tidak ada kematian, tidak ada rasa lelah. Hidup dalam keabadian, seperti malaikat, di hadirat Allah (Lukas 20:35–36).

Kaum Saduki mencoba menghancurkan iman dengan logika. Tapi Yesus menjawab: “Dalam kebangkitan, orang tidak menikah…” — karena kehidupan yang sungguh-sungguh dimulai setelah kematian.

💬 "Jika Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah iman kita." — 1 Korintus 15:14

Di tengah ketidakpastian masa kini — krisis, kematian, rasa kehilangan — Yesus adalah jaminan hidup abadi. Ia bukan hanya berbicara tentang kebangkitan. Ia adalah kebangkitan itu sendiri.

Bukan lagi soal percaya secara logis. Tapi soal beriman secara utuh.

Ia yang mati di kayu salib, kini hidup di surga. Ia yang dikubur, kini menang atas maut. Dan satu hari nanti: kita juga akan bangkit bersama Dia.

“Aku adalah kebangkitan dan hidup.” — Yohanes 11:25

🖼️ Ilustrasi modern: Seorang pria muda duduk di bawah pohon yang menyerupai kabel fiber optik, menatap layar ponsel yang redup. Di kejauhan, cahaya dari surga menyala seperti koneksi internet yang tak terputus. Kebangkitan bukan sekadar peristiwa di masa lalu — tapi jaringan kehidupan abadi yang terhubung kini, dan tetap hidup selamanya.

📌 Renungan untuk hari ini: Jika iman kita hanya mengandalkan logika, kita akan seperti kaum Saduki. Tapi jika kita beriman kepada Yesus — yang telah bangkit — maka kita hidup dalam harapan yang tak bisa mati.

Kebangkitan bukan soal masa lalu. Ia adalah janji untuk masa depan kita — dan kini, kau sedang berada di dalamnya. 💫

Share:

Firman Tuhan : Cerdaslah (Hikmat)

Apakah perikop ini digunakan untuk menegaskan bahwa orang Kristen harus membayar pajak? Ya, orang Kristen memang perlu membayar pajak — itu bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara. Tetapi, apakah ayat ini berbicara tentang itu? Belum tentu. Kita perlu melihat konteksnya.

Pada masa itu, pajak kepada Kaisar Roma adalah simbol penjajahan. Uang pajak dipakai untuk membiayai tentara yang menindas bangsa Israel. Jadi, membayar pajak berarti mendukung penindasan, tetapi menolak berarti memberontak kepada kekaisaran. Inilah dilema besar rakyat Yahudi — dan inilah yang dipakai para tokoh agama untuk menjebak Yesus.

Jika Yesus berkata “bayarlah pajak kepada Kaisar”, rakyat akan membenci-Nya.
Jika Yesus berkata “jangan bayar pajak”, mereka akan menuduh-Nya memberontak melawan Roma.
Apa pun jawabannya, Yesus akan jatuh.

Namun, Yesus tidak terjebak. Dengan penuh hikmat, Ia meminta mereka menunjukkan mata uang pajak — denarius — dan bertanya: “Gambar dan tulisan siapa di sini?” Mereka menjawab: “Kaisar.” Maka Yesus berkata:

“Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi milik Allah.” (ayat 25)

Sebuah jawaban yang begitu sederhana, tetapi sangat dalam.
Yesus tidak sedang bicara soal kewajiban pajak semata. Ia sedang menyingkapkan kepalsuan dan kelicikan hati manusia yang ingin menjerat-Nya. Ia menegaskan bahwa manusia tidak boleh mencampuradukkan apa yang menjadi milik dunia dengan apa yang menjadi milik Allah.

💡 Ilustrasi :
Bayangkan seseorang yang berdebat di media sosial tentang pajak, politik, atau keadilan. Banyak orang sibuk membuktikan siapa yang benar, siapa yang salah — tetapi sedikit yang benar-benar berani hidup jujur, adil, dan penuh kasih.
Yesus tidak mau terseret dalam permainan debat semu. Ia menunjukkan hikmat surgawi — bukan sekadar pintar berbicara, melainkan bijak dalam membaca hati manusia dan menolak manipulasi.

Yesus ingin pengikut-Nya memiliki hikmat yang lahir dari kebenaran dan kasih. Hikmat yang tidak membalas kelicikan dengan kelicikan, tetapi dengan kecerdasan yang penuh kasih.
Hikmat yang tahu kapan harus berbicara, kapan harus diam.
Hikmat yang berani menghadapi kejahatan, tetapi tetap berakar pada kebaikan.

  • Apakah kita menggunakan kecerdasan untuk menipu atau untuk melayani Tuhan?

  • Apakah kita bijak dalam menyikapi persoalan dunia, atau mudah terseret dalam permainan orang yang ingin menjatuhkan kita?

Mari kita belajar dari Yesus yang tidak membalas kejahatan dengan kelicikan, tetapi dengan hikmat yang kudus.
Cerdaslah, bukan hanya agar kita selamat dari jebakan manusia, tetapi supaya hidup kita memuliakan Tuhan.

Doa

Tuhan, berilah kami hikmat surgawi seperti yang Engkau miliki.
Ajarlah kami berpikir jernih, berbicara dengan kasih, dan bertindak dengan benar.
Jauhkan kami dari kelicikan dan tipu daya dunia ini.
Biarlah kecerdasan kami menjadi alat untuk menyatakan kebenaran dan kasih-Mu.
Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa.
Amin.

Share:

"Firman Tuhan" : Manusia Bukanlah Benda

Firman Tuhan: Dunia modern sering mereduksi manusia menjadi alat. Renungan ini mengingatkan: manusia bukan benda yang dihargai karena fungsi/manfaat, tapi ciptaan berharga yang layak dikasihi dan dihormati martabatnya.
Lukas 20:9–19
Di zaman modern ini, manusia sering dipandang bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai alat. Dunia kerja menilai seseorang dari seberapa besar “kontribusi” dan “produktivitas”-nya. Di media sosial, orang dihargai dari jumlah pengikut dan suka yang dimiliki. Bahkan dalam pertemanan, ada yang menjalin hubungan karena “ada maunya”. Tanpa sadar, kita hidup di tengah budaya yang memperlakukan sesama seperti benda — digunakan saat menguntungkan, lalu dilupakan ketika tak lagi bermanfaat.

Inilah realitas yang juga diungkap Yesus dalam perumpamaan tentang para penggarap kebun anggur. Para ahli Taurat dan imam kepala digambarkan seperti pekerja yang tidak tahu berterima kasih. Mereka menikmati hasil kebun, tetapi menolak memberi bagian kepada pemilik yang sah (ayat 10).

Sang tuan bersabar luar biasa — ia mengutus hambanya tiga kali untuk menagih haknya. Tetapi, para penggarap malah menganiaya dan membunuh mereka (ayat 12). Bahkan ketika anak sang tuan sendiri diutus, mereka tetap tega membunuhnya demi menguasai kebun itu (ayat 15).

Yesus menyampaikan kisah ini sebagai peringatan keras bagi para pemimpin agama yang telah kehilangan kasih dan nurani. Mereka sibuk mempertahankan posisi dan pengaruh, sampai rela meniadakan kebenaran dan mengorbankan orang lain.

Pesan Yesus tetap relevan hingga kini. Dunia modern memuja efisiensi dan hasil — tetapi Tuhan mengingatkan kita: manusia bukanlah mesin, melainkan makhluk yang memiliki martabat dan kasih.

💡 Ilustrasi Modern:
Bayangkan seorang pegawai yang bekerja keras, memberi yang terbaik, tetapi begitu usianya menua, ia “dipensiunkan” tanpa penghargaan. Atau seorang teman yang hanya dicari saat butuh bantuan, lalu dilupakan setelahnya.
Budaya seperti ini membuat manusia hanya dihargai karena fungsinya, bukan karena keberadaannya. Padahal, Allah tidak memandang manusia dari seberapa bergunanya dia, melainkan karena setiap manusia adalah ciptaan-Nya yang berharga.

Renungan ini mengajak kita bertanya dengan jujur:

  • Apakah saya menghargai orang lain karena mereka berharga di mata Tuhan, atau karena mereka berguna bagi saya?

  • Apakah saya memandang sesama dengan kasih, atau dengan kacamata kepentingan pribadi?

Mari kita belajar dari Yesus yang tidak memperlakukan siapa pun sebagai alat, melainkan sebagai pribadi yang dikasihi.
Manusia bukanlah benda, bukan sumber daya, bukan objek.
Manusia adalah ciptaan Allah — yang pantas dikasihi, dihormati, dan dijaga martabatnya.

Doa

Tuhan yang penuh kasih, ampunilah kami jika kami pernah memperlakukan sesama sebagai alat untuk kepentingan kami sendiri.
Ajarlah kami melihat setiap orang sebagai pribadi yang Engkau ciptakan dengan kasih dan tujuan ilahi.
Bentuklah hati kami agar selalu menghargai, mengasihi, dan melayani sesama sebagaimana Engkau mengasihi kami.
Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa.
Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.