Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

✝️ Yesus Kurban Pendamai


 Ibrani 9:1–14

“Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar … Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus … dan telah mendapatkan penebusan yang kekal.”
(Ibrani 9:11-12)


🕊️ Pendamaian yang Sempurna

Dalam Perjanjian Lama, Kemah Suci dibagi menjadi dua bagian: Tempat Kudus dan Tempat Mahakudus. Hanya imam besar yang boleh masuk ke Tempat Mahakudus, itupun hanya setahun sekali, membawa darah korban untuk menyucikan dirinya dan seluruh bangsa (ay. 7-10). Sistem ini menunjukkan bahwa dosa adalah pemisah antara manusia dan Allah—bahwa akses kepada Allah tidak bisa sembarangan, tetapi melalui darah dan pengudusan.


✝️ Kristus: Imam Besar Sekaligus Kurban

Yesus Kristus datang sebagai Imam Besar yang sejati, tetapi juga sekaligus kurban pendamaian itu sendiri. Ia tidak mempersembahkan darah binatang, tetapi mempersembahkan diri-Nya—satu kali untuk selamanya. Tirai pemisah yang dulu menghalangi umat memasuki hadirat Allah tersobek saat Yesus wafat di salib (lih. Mat. 27:51), menandakan bahwa akses kepada Allah kini terbuka bagi setiap orang percaya.

Kini, kita tidak lagi datang kepada Allah dengan rasa takut, tetapi dengan syukur, kasih, dan sukacita. Ibadah kita bukan sekadar mengikuti ritual, tetapi merupakan relasi langsung yang hidup bersama Allah yang kudus, karena Kristus telah membuka jalan.


🔄 Hidup Baru dalam Kristus

Jika Yesus telah menyerahkan hidup-Nya bagi kita, maka tanggapan kita seharusnya bukan kembali hidup dalam dosa. Kita dipanggil untuk hidup dalam pertobatan, meninggalkan cara hidup yang lama, dan menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah.

Karena itu, mari:

  • Jangan terikat hanya pada rutinitas agama atau formalitas ibadah,

  • Tapi bangunlah relasi yang sejati dan dalam dengan Allah.

Melalui Kristus, kita memperoleh pengampunan dan penebusan yang kekal. Hidup kita kini menjadi tempat ibadah sejati: tubuh, hati, dan jiwa yang mempersembahkan pujian kepada-Nya.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah menjadi Kurban Pendamaian bagi dosa kami.
Ampunilah kami bila selama ini kami menjalani ibadah hanya sebagai kewajiban.
Tolong kami untuk mengalami relasi yang hidup dan sejati dengan-Mu.
Pimpinlah kami agar hidup kami menjadi persembahan yang berkenan bagi Allah.
Biarlah hidup kami menyatakan kasih dan pengampunan-Mu di tengah dunia ini.
Amin.

Share:

💖 Hadirkan Kasih-Nya

"Hadirkan Kasih-Nya" mengajak kita melalui firman Tuhan untuk menjadi saluran kasih Allah dalam perkataan, tindakan, dan sikap kepada sesama setiap hari.

Ibrani 8:1–13


“Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.”
(Ibrani 8:10)


🌟 Perjanjian Baru: Kasih yang Hidup

Kitab Ibrani menegaskan bahwa Yesus Kristus membawa Perjanjian Baru yang jauh lebih sempurna dari yang lama. Ia bukan imam biasa yang melayani di tempat buatan tangan manusia, melainkan Imam Besar agung yang melayani di tempat kudus surgawi—kemah sejati yang dibuat oleh Allah sendiri (ay. 1-2).

Bukan hanya tempat pelayanan-Nya yang lebih mulia, tetapi korban yang dibawa-Nya juga sempurna. Ia tidak mempersembahkan darah binatang, melainkan mengorbankan diri-Nya sendiri—tindakan kasih yang tiada banding.


Allah Menulis Hukum-Nya dalam Hati

Melalui Kristus, Allah tidak lagi hanya berbicara kepada manusia melalui hukum yang tertulis di loh batu, tetapi kini Ia menaruh hukum-Nya langsung dalam hati dan pikiran umat-Nya (ay. 10). Ini adalah relasi yang mendalam—hubungan antara Allah dan umat yang tidak hanya berdasar aturan, tetapi berakar pada kasih.


🔥 Persembahan Hidup bagi-Nya

Karena Kristus telah memberikan segalanya, hidup kita pun sepatutnya menjadi persembahan yang hidup. Kita telah ditebus dari dosa bukan untuk hidup bagi diri sendiri, melainkan untuk menyatakan kasih dan kemuliaan-Nya dalam segala sesuatu yang kita lakukan.

Tantangan bagi kita adalah:

  • Apakah kasih Kristus tercermin dalam hidup kita sehari-hari?

  • Sudahkah kita memberikan waktu, tenaga, dan hati untuk mengasihi dan membantu sesama?


🌿 Menghadirkan Kasih Kristus

Ketika kita bersedia mengorbankan kenyamanan demi menolong yang lemah, ketika kita memberi tanpa pamrih, mengampuni, mendoakan, dan menyemangati orang lain—saat itulah kasih Kristus hadir lewat hidup kita.

Dunia membutuhkan terang kasih-Nya. Jangan tunggu keadaan sempurna untuk menjadi berkat. Dalam keterbatasan pun, kasih bisa dihadirkan. Biarlah hidup kita menjadi alat yang Allah pakai untuk menyatakan kasih-Nya.


🙏 Doa Penutup

Tuhan Yesus,
Terima kasih karena Engkau telah mengikat Perjanjian Baru dengan kasih yang kekal.
Tulis hukum-Mu dalam hatiku, supaya aku hidup menyenangkan-Mu.
Pakailah hidupku untuk menyatakan kasih-Mu di tengah dunia ini.
Ajarku untuk rela berkorban, mengasihi dengan tulus, dan melayani dengan sukacita.
Biarlah hidupku menjadi persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan bagi-Mu.
Amin.

Share:

🙌 Ada yang Lebih Tinggi

 

Ibrani 7:11–28


“Ia sanggup menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah, sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.”
(Ibrani 7:25)


⚖️ Ketidaksempurnaan Sistem Lama

Kitab Ibrani menunjukkan dengan jelas: keimaman Lewi tidak mampu membawa manusia kepada kesempurnaan. Sekuat apa pun usaha mereka dalam menjalankan aturan dan persembahan korban, semuanya masih berada dalam batas-batas manusia. Imam-imam itu sendiri adalah orang-orang berdosa yang juga membutuhkan pengampunan. Maka muncul pertanyaan penting: adakah jalan yang lebih tinggi menuju kesempurnaan dan keselamatan?

Jawabannya adalah: Yesus Kristus. Ia hadir bukan mengikuti jejak keimaman Lewi, tetapi menurut peraturan Melkisedek—keimaman yang tidak berbasis garis keturunan, melainkan berdasarkan hidup yang kekal dan tak terbinasakan (ay. 16).


👑 Yesus: Imam Besar yang Kekal dan Kudus

Yesus bukan hanya pengantara yang lebih tinggi. Ia sempurna, tidak bercela, kudus, kekal, dan senantiasa hidup. Ia bukan imam yang perlu mempersembahkan korban berulang kali, sebab Ia telah mempersembahkan diri-Nya sendiri satu kali untuk selama-lamanya. Di dalam Dia, kita memiliki Imam Besar yang benar-benar bisa menyelamatkan kita secara sempurna (ay. 25).

Kita semua memiliki keterbatasan—baik dalam pelayanan, pekerjaan, maupun kehidupan rohani. Bahkan orang paling terampil pun tak luput dari kelemahan. Tanpa Kristus, kita hanya debu yang diberi napas. Maka jangan pernah menyandarkan hidup pada kehebatan diri sendiri.


🌿 Karya Kita, Namun Allah yang Mengerjakan

Ketika Allah memberi kita talenta dan tugas, Ia juga memberi kasih karunia untuk menyelesaikannya. Maka setiap pelayanan, pekerjaan, dan pengabdian bukanlah demi kebanggaan pribadi, melainkan sebagai bentuk penyembahan kepada Allah yang lebih tinggi dari segalanya.

Yesus, Sang Imam Kekal, menjadi Pengantara yang tak pernah berhenti memperjuangkan kita di hadapan Bapa. Dia tak hanya menjadi penghubung, tapi juga teladan, sumber kekuatan, dan jaminan pengharapan.


🔍 Refleksi: Siapa yang Kita Andalkan?

  • Apakah aku masih menyombongkan pencapaian dan kemampuan diri sendiri?

  • Sudahkah aku melihat bahwa semua hal baik yang aku lakukan hanya mungkin karena Kristus menopangku?

  • Apakah aku sudah meletakkan kepercayaanku sepenuhnya pada Imam Besar yang hidup kekal?


🙏 Doa 

Tuhan Yesus, Imam Besar yang kekal,
Engkaulah yang lebih tinggi dari semua kekuatan dan kemuliaan manusia.
Ajarku untuk selalu mengandalkan-Mu dan bukan kekuatanku sendiri.
Ketika aku melayani, bekerja, dan hidup, biarlah semua yang kulakukan bersumber dari kasih karunia-Mu.
Bimbing aku agar tetap rendah hati, tetap taat, dan tetap bergantung pada-Mu.
Karena hanya di dalam Engkau ada keselamatan yang sempurna.
Amin.

Share:

Respons dari Sebuah Berkat

Ibrani 7:1-10

Ketika seseorang menerima sesuatu yang tak pernah diharapkan sebelumnya, hal itu patut disyukuri sepenuh hati. Abraham tidak hanya memperoleh kemenangan dalam peperangan yang menguntungkan secara materi, tetapi juga menerima berkat rohani yang jauh lebih berharga. Berkat ini diberikan oleh Melkisedek, raja Salem yang juga menjabat sebagai imam Allah Yang Mahatinggi (1-2).  

Sikap Abraham dalam merespons berkat ini layak diteladani. Ia tidak merasa direndahkan, melainkan justru menunjukkan rasa syukur dengan memberikan persepuluhan dari hasil rampasan perangnya yang terbaik kepada Melkisedek (4). Tindakan ini membuktikan bahwa Abraham adalah pribadi yang tahu menghargai anugerah. Dengan mempersembahkan yang terbaik, ia mengakui bahwa Melkisedek, sebagai pemberi berkat, memiliki kedudukan lebih tinggi darinya (7).  

Kedudukan imam besar sangat dihormati dalam tradisi Yahudi. Imam besar dipilih secara khusus oleh Allah dari suku Lewi dan memiliki hak istimewa untuk masuk ke Tempat Mahakudus guna memohon pengampunan dosa. Keistimewaan Melkisedek terletak pada fakta bahwa ia menjadi imam meski bukan berasal dari keturunan Lewi.  

Karena Yesus Kristus adalah Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr. 7:17; bandingkan Mzm. 110:4), sudah sepatutnya kita menghormati-Nya dengan penuh syukur. Memberikan persepuluhan adalah bentuk respons kita atas berkat yang telah Allah berikan. Kisah Abraham dan Melkisedek mengajarkan pentingnya memberikan yang terbaik kepada Allah dan menghargai pemimpin rohani. Dalam kehidupan sehari-hari, memberi dengan tulus dan sukarela adalah wujud syukur dan kepercayaan kita kepada Allah. Oleh karena itu, marilah senantiasa bersyukur atas pengampunan, penyertaan, dan berkat-Nya yang tak terhingga.

Doa Penutup

Ya Allah, Bapa yang penuh kasih,
Kami bersyukur atas setiap berkat yang Engkau berikan, baik yang kami harapkan maupun yang datang sebagai anugerah tak terduga. Ajarlah kami seperti Abraham, yang dengan rendah hati dan penuh syukur mempersembahkan yang terbaik sebagai tanda hormat kepada-Mu. 
Tolong kami untuk selalu menghargai pemimpin rohani yang Engkau tempatkan dalam hidup kami. Mampukan kami memberi dengan tulus, bukan karena paksaan, tetapi sebagai respons atas kebaikan-Mu yang tak berkesudahan.
Yesus, Imam Besar kami menurut peraturan Melkisedek, terima kasih untuk pengampunan dan penyertaan-Mu. Bentuklah hati kami menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur, mengandalkan-Mu dalam segala hal.
Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
Share:

⚓ Pengharapan Adalah Sauh yang Kuat


"Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir."
(Ibrani 6:19)


Jangkar Harapan dalam Badai Hidup

Bayangkan sebuah kapal besar di tengah lautan yang diterpa badai. Dalam situasi seperti itu, sauh atau jangkar menjadi alat vital untuk menjaga agar kapal tetap stabil. Tanpa sauh, kapal dapat terombang-ambing atau bahkan karam. Seperti kapal, hidup kita juga membutuhkan “sauh” — dan sauh itu adalah pengharapan di dalam Kristus.

Penulis Surat Ibrani tahu betul bahwa para jemaat sedang menghadapi penderitaan dan tekanan berat. Sebelumnya mereka ditegur keras, namun kini mereka didorong untuk berpegang pada pengharapan yang pasti dan tidak mengecewakan (ay. 11).


🧡 Teladan Abraham dan Kepastian Janji Allah

Abraham dijadikan teladan karena ia berharap pada janji Allah dan menantinya dengan sabar, bahkan ketika kenyataan tampak mustahil (ay. 13-15). Mengapa Abraham bisa tetap berharap? Karena ia tahu Tuhan tidak mungkin berdusta (ay. 18). Janji-Nya dapat dipercaya.

Allah menguatkan janji-Nya dengan sumpah, supaya kita yang berlindung kepada-Nya memiliki kepastian dan penghiburan yang kuat. Pengharapan itu bukan angan-angan kosong, tetapi jaminan kokoh dari Allah yang setia.


🛐 Berpegang Teguh Saat Diterpa Badai

Dalam hidup ini, kita tidak luput dari badai: penderitaan, kehilangan, kekecewaan, atau pergumulan batin. Dalam keadaan seperti itu, pengharapan bisa menjadi penguat atau malah hilang. Namun firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk melabuhkan sauh iman kita kepada Kristus, yang telah masuk ke belakang tabir sebagai perantara kita di hadapan Allah (ay. 20).

Kristus adalah jangkar yang tak tergoyahkan—Dialah dasar dari pengharapan kita, bukan situasi, bukan manusia, bukan kekuatan kita sendiri.


🔍 Refleksi Diri: Di Mana Aku Melabuhkan Pengharapanku?

  • Apakah aku sungguh berharap kepada Tuhan, atau hanya saat semuanya baik-baik saja?

  • Apakah pengharapanku goyah saat doaku belum dijawab?

  • Apakah aku berserah pada janji-Nya meski belum melihat hasilnya?


🙌 Jangan Pernah Berhenti Berharap

Apapun yang sedang kamu alami, jangan lepaskan pengharapanmu. Sekalipun badai hidup menghantam, air mata belum berhenti mengalir, dan jawaban belum datang—tetaplah percaya, karena Allah kita setia. Ia tidak pernah berdusta dan janji-Nya pasti digenapi.

"Berharaplah kepada Tuhan, kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu!"
(Mazmur 27:14)


🙏 Doa Penutup

Tuhan yang setia,
Dalam badai kehidupan, aku mau tetap berpegang pada pengharapan di dalam Engkau.
Terkadang aku lelah, imanku melemah, dan aku mulai ragu. Tapi hari ini aku diingatkan bahwa pengharapan kepada-Mu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwaku.
Kuatkan aku untuk tetap percaya dan setia menantikan janji-Mu digenapi dalam waktumu yang sempurna.
Dalam nama Yesus aku berdoa.
Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.