Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

🌍 Dunia Fana, Allah Kekal

Ibrani 11:32–40


“Dunia ini tidak layak bagi mereka...”
(Ibrani 11:38)


🌿 Iman yang Tidak Terikat Dunia

Pernahkah kita menyanyikan lagu: “Dunia yang fana bukanlah rumahku…”? Lagu ini mengingatkan bahwa hidup kita tidak berakhir di dunia ini. Kitab Ibrani pasal 11 menutup daftar panjang para saksi iman dengan satu kesimpulan: mereka hidup dalam dunia, namun hatinya terikat pada kekekalan.

Gideon, Daud, Samuel, dan nabi-nabi lainnya berjuang dengan iman—mengalahkan musuh, menghadapi penderitaan, bahkan kematian. Tapi mereka tetap setia karena yakin: Allah yang hidup menyediakan yang lebih baik (ay. 40).


🔥 Iman yang Menyala di Tengah Penderitaan

Iman sejati tidak selalu menjanjikan kenyamanan hidup. Iman seperti mereka:

  • Menerima luka dan penderitaan tanpa menyerah (ay. 36–37)

  • Tetap percaya meskipun tidak melihat janji digenapi (ay. 39)

  • Membuat dunia ini tak layak menampung mereka (ay. 38)

Apa yang membuat mereka bertahan? Mereka percaya Allah punya rencana lebih besar, dan dunia ini bukan akhir segalanya.


🧭 Refleksi Pribadi

  • Apakah aku lebih fokus membangun hidup di dunia ini daripada hidup dalam kekekalan?

  • Bagaimana responku saat doa belum dijawab atau janji Tuhan terasa belum nyata?

  • Apakah aku berani tetap setia walau hidup tak mudah?

Kita dipanggil bukan hanya untuk percaya, tapi juga untuk setia sampai akhir. Seperti mereka, kita diajak menjadi saksi iman yang tidak bergantung pada apa yang terlihat, tapi yakin akan apa yang dijanjikan.


Hidup dalam Kekekalan

Kesaksian para tokoh iman ini mengajarkan:

Iman bukan soal apa yang kita terima sekarang, tapi kepada siapa kita percaya selamanya.

Mereka berjalan dalam dunia yang fana, tapi mengarah ke Allah yang kekal. Hari ini, Allah pun memanggil kita untuk mengikuti jejak yang sama—setia di dunia yang sementara, sambil memandang rumah sejati di kekekalan.


🙏 Doa

Tuhan yang kekal,
ajar aku untuk tidak melekat pada dunia yang sementara ini.
Bentuk aku menjadi pribadi yang hidup oleh iman,
yang teguh walau janji-Mu belum kulihat dengan mata.
Tolong aku setia dalam penderitaan,
dan percaya bahwa rencana-Mu jauh lebih baik.
Dalam Yesus Kristus, harapanku.
Amin.

Share:

Pujian SAL 2025 | GKKK Wilayah Utara

Share:

📚 Pelajaran Sejarah

 

"Pelajaran Sejarah" mengajak kita merenungkan firman Tuhan melalui kisah umat-Nya, agar kita belajar taat, setia, dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Ibrani 11:23–31


“Karena iman, Musa … lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah daripada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa.”
(Ibrani 11:24-25)


🔎 Jejak Iman yang Menginspirasi

Apa yang bisa kita pelajari dari sejarah iman para tokoh dalam Kitab Ibrani? Bukan hanya kisah keberhasilan atau keberanian, tetapi juga keteladanan dalam memilih percaya kepada Allah di tengah tekanan dan resiko. Mereka menjalani pilihan-pilihan yang sulit, bukan karena tidak takut, tetapi karena mereka mempercayakan hidup kepada Allah yang hidup.

  • Orang tua Musa menyembunyikan bayinya, melawan perintah raja Mesir (ay. 23).

  • Musa menolak kenyamanan istana dan memilih derita bersama umat Allah (ay. 24–27).

  • Ia memimpin bangsa menyeberangi Laut Teberau dan mengelilingi Yerikho (ay. 28–30).

  • Rahab, seorang perempuan dengan latar belakang kelam, memilih berdiri di pihak Allah (ay. 31).

Mereka semua bertindak, bukan hanya percaya secara pasif.


Iman yang Memberi Identitas Baru

Keputusan mereka bukan hanya didorong oleh prinsip moral atau keberanian pribadi. Iman yang hidup mengubah identitas—dari budak menjadi pemimpin, dari orang asing menjadi umat Allah, dari pelacur menjadi penyelamat bangsanya.

"Namun, semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya hak supaya menjadi anak-anak Allah."
(Yohanes 1:12)

Iman kepada Kristus menjadikan kita anak-anak Allah—identitas yang memberi keberanian untuk memilih jalan Allah, walau itu tidak populer.


⚔️ Iman = Tindakan Berani

Kita hidup di dunia yang sering menekan kita untuk mengikuti arus:

  • arus kenyamanan,

  • arus kompromi,

  • arus popularitas.

Namun, sejarah para pelaku iman dalam Kitab Ibrani menunjukkan bahwa iman sejati menuntun pada tindakan nyata, bahkan saat harus menantang sistem, budaya, atau ketakutan pribadi.


🧭 Refleksi dan Aplikasi

  • Dalam hal apa saya masih takut mengambil keputusan iman?

  • Apakah saya lebih memilih kenyamanan atau kesetiaan kepada Kristus?

  • Di mana saya perlu berdiri teguh hari ini karena identitas saya sebagai anak Allah?

Iman bukan hanya percaya di hati, tetapi juga berani melangkah dan berkata,
"Tuhan, aku ikut Engkau, walau itu sulit."


🙏 Doa Penutup

Tuhan Allah,
Ajar aku dari sejarah para pelaku iman-Mu.
Bentuk aku menjadi pribadi yang tidak hanya percaya dalam hati,
tapi juga berani bertindak di dunia.
Beriku kekuatan untuk berkata “ya” kepada-Mu,
dan “tidak” kepada hal-hal yang menjauhkan aku dari-Mu.
Biarlah hidupku menjadi pelajaran sejarah iman yang hidup di hadapan-Mu.
Amin.

Share:

Pujian Ibadah Minggu 29 Juni 2025 GKKK Tepas

Share:

🙏 Iman yang Hidup = Bergumul

 

Ibrani 11:8–22


"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
(Ibrani 11:1)


🌱 Menabur dalam Ketidakpastian

Seorang petani tidak pernah sepenuhnya tahu bagaimana benih yang ia tabur akan tumbuh. Namun, ia tetap menabur, menyirami, dan merawat dengan tekun. Itulah gambaran iman yang hidup—bukan keyakinan buta, tetapi kepercayaan penuh pada karakter Allah yang setia.

Penulis Ibrani menguraikan kisah Abraham, Sara, Ishak, Yakub, dan Yusuf sebagai model iman yang bergumul dalam kehidupan nyata—bukan iman yang steril dari tantangan.


👣 Melangkah Meski Tak Melihat

  • Abraham meninggalkan tanah kelahirannya menuju negeri yang tidak ia ketahui—semata karena percaya pada janji Allah (ay. 8).

  • Ia diminta mempersembahkan Ishak, anak yang dijanjikan—dan ia taat karena yakin Allah sanggup membangkitkan dari kematian (ay. 17-19).

  • Sara, meskipun mandul dan lanjut usia, tetap percaya bahwa Allah sanggup menepati janji-Nya (ay. 11-12).

  • Ishak memberkati kedua anaknya—bahkan dalam ketidaksempurnaan urutannya (ay. 20).

  • Yakub, di tanah asing, memberkati anak-anak Yusuf dan menyembah Allah sambil bersandar pada tongkatnya (ay. 21).

  • Yusuf mengingatkan bangsanya akan Tanah Perjanjian—meskipun ia hidup nyaman di Mesir (ay. 22).

Apa kesamaan mereka? Mereka semua bergumul! Namun mereka memilih percaya kepada Allah yang hidup.


🛤️ Iman yang Melangkah dan Bertindak

Iman bukanlah sekadar keyakinan di dalam hati—tetapi keberanian untuk melangkah bahkan ketika jalan tidak terlihat. Mereka tidak melihat janji Allah digenapi sepenuhnya, namun mereka hidup dengan harapan dan mempercayakan hidup mereka kepada-Nya.

Iman yang hidup berarti:

  • Berani bertindak sesuai kehendak Allah, walau belum tahu hasilnya.

  • Tetap berharap meski belum melihat janji digenapi.

  • Mengakui bahwa Allah sanggup menepati janji-Nya—tepat pada waktu-Nya.


🔍 Refleksi dan Aplikasi

  • Apakah saya hanya percaya jika sudah ada bukti?

  • Bagaimana saya tetap melangkah saat masa depan belum terlihat jelas?

  • Di mana saya bisa menunjukkan iman saya lewat tindakan nyata minggu ini?

Iman yang sejati tidak steril dari pergumulan, tapi dalam pergumulan itulah iman dibuktikan.


🙏 Doa Penutup

Ya Allah yang setia,
Ajar aku untuk berjalan bersamamu,
meski langkahku penuh pertanyaan.
Tolong aku menabur benih iman,
percaya pada janji-Mu,
dan tetap berharap meski belum melihat hasilnya.
Aku mau mempercayai-Mu, bukan hanya karena janji-Mu,
tapi karena Engkaulah Pribadi yang setia.
Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.