Gereja Kristen Kalam Kudus Tepas Kesamben Blitar

✨ Teguhkanlah Hatimu untuk Bersaksi

"Teguhkanlah Hatimu untuk Bersaksi" mengajak kita lewat firman Tuhan untuk berani menyatakan iman, meski tantangan dan penolakan harus dihadap

Kesaksian tentang Kristus tidak selalu diterima dengan hangat. Bahkan, kerap dibalas dengan penolakan dan ancaman. Namun, Tuhan meneguhkan hati hamba-Nya.


🔍 1. Kesaksian yang Dibalas Tamparan

Paulus dihadapkan pada Mahkamah Agama yang terdiri dari orang Farisi dan Saduki. Di situ, ia menyatakan bahwa hidupnya tetap dijalani dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah (23:1). Tetapi justru pernyataan ini dibalas dengan tamparan dan hinaan (23:2).

Kebenaran seringkali menyakitkan bagi mereka yang tidak siap mendengarnya.


💡 2. Keteguhan yang Tidak Goyah

Meski dalam tekanan, Paulus tetap teguh. Ia menjawab dengan keberanian, bahkan menggunakan hikmat untuk membedakan dan mengarahkan situasi (23:6). Dalam perdebatan, ia tahu kapan berbicara, kapan diam, dan kepada siapa berseru.

Keteguhan hati bukan berarti keras kepala, tetapi keberanian untuk berdiri pada kebenaran.


🕊️ 3. Tuhan yang Meneguhkan

Di tengah kekacauan dan bahaya, Tuhan sendiri berdiri di sisi Paulus dan berkata, "Teguhkan hatimu" (23:11). Itu bukan sekadar kata penghiburan, tetapi panggilan untuk melanjutkan misi — dari Yerusalem sampai Roma.

Saat semua orang menolak, Tuhan tetap menyertai dan meneguhkan.


🔔 Refleksi Kita Hari Ini

  • Mungkin kita juga berada dalam situasi yang sulit untuk bersaksi.

  • Mungkin kita merasa ditolak karena kebenaran yang kita sampaikan.

  • Namun, seperti Paulus, Tuhan juga berkata kepada kita hari ini:

    "Teguhkan hatimu!"


🙏 Doa Berkat

Terpujilah Engkau, Bapa di Surga.
Kami bersyukur atas penyertaan-Mu malam yang telah berlalu dan pagi yang baru ini. Kami memohonkan berkat-Mu:

✨ Berkat kesehatan,
✨ Berkat sukacita dan damai sejahtera,
✨ Berkat atas keluarga, anak-anak, cucu-cucu,
✨ Berkat atas pekerjaan, sawah-ladang, usaha, studi, kantor, dan relasi,
✨ Berkat atas pelayanan, gereja, majikan, dan calon pendamping hidup.

Tuhan, curahkan hikmat dan kekuatan atas setiap langkah hidup kami. Biarlah berkat-Mu mengalir melimpah, dan kami tetap teguh berdiri dalam terang kebenaran-Mu.

Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa. Amin.
Tuhan Yesus memberkati!

Share:

🛡️ Identitas yang Menyelamatkan

"Identitas yang Menyelamatkan" menegaskan lewat firman Tuhan bahwa jati diri dalam Kristus membawa keselamatan, makna hidup, dan pengharapan kekal.

Identitas bukan sekadar label, tetapi jati diri yang menyelamatkan. Kadang kala, identitas yang dimiliki seseorang bisa menjadi pembeda antara bebas atau terhukum.


🔍 1. Paulus Menyadari Identitasnya

Ketika hendak dicambuk tanpa pengadilan, Paulus mengungkapkan bahwa dirinya adalah warga negara Roma (ay. 25). Tiba-tiba, tindakan para serdadu berhenti. Mereka takut, karena menyiksa seorang Civis Romanus tanpa proses hukum bisa berakibat fatal bagi mereka sendiri (ay. 26–29).

Kesadaran akan identitas menyelamatkan Paulus dari penderitaan yang tidak perlu.


⚖️ 2. Hukum Roma vs. Anugerah Allah

Menurut hukum Romawi, warga negara memiliki hak istimewa. Namun, menurut hukum kasih karunia Allah, mereka yang percaya kepada Kristus memiliki identitas kekal sebagai anak Allah—jauh lebih tinggi dan berharga dari status duniawi mana pun.

“Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan” (Markus 16:16).
Identitas sebagai warga Kerajaan Allah dibayar dengan darah Kristus!


💡 3. Sadarkah Kita Siapa Kita?

Banyak orang Kristen tahu bahwa mereka "orang percaya", namun tidak menyadari hak dan tanggung jawab rohaninya. Kita dipanggil bukan hanya untuk tahu, tapi juga untuk hidup sebagai anak-anak terang:

  • Menolak hidup dalam dosa

  • Taat pada kehendak Allah

  • Menjadi saksi Kristus dalam perkataan dan perbuatan

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku” (Mat. 7:21).


✨ Refleksi

Jika Paulus saja diselamatkan oleh identitas dunianya, berapa besar kuasa identitas kita di dalam Kristus? Jangan abaikan. Jangan sembunyikan. Hidupkan identitas itu setiap hari.


🙏 Doa

Tuhan, terima kasih karena aku memiliki identitas baru sebagai anak-Mu. Ingatkan aku untuk hidup sesuai dengan panggilanku—menjadi terang, menjadi garam, dan menaati kehendak-Mu. Jangan biarkan aku hanya memakai label Kristen, tetapi hiduplah dalamku, agar dunia melihat Engkau melalui kehidupanku. Dalam nama Yesus. Amin.

Share:

🎙️ Menyaksikan yang Dialami

"Menyaksikan yang Dialami" mengajak kita memberitakan firman Tuhan melalui pengalaman hidup nyata sebagai kesaksian akan kuasa dan kasih Allah.

Kesaksian paling kuat bukan berasal dari cerita orang lain, melainkan dari pengalaman pribadi. Rasul Paulus menunjukkan hal ini ketika ia diberi kesempatan berbicara di hadapan orang-orang yang baru saja menganiayanya.


🔍 1. Kesaksian Dimulai dari Diri Sendiri

Paulus membuka kesaksiannya dengan mengenalkan latar belakangnya:

  • Ia adalah orang Yahudi dari Tarsus,

  • dididik dalam Hukum Taurat oleh Gamaliel,

  • giat membela Allah dengan menganiaya orang Kristen (ay. 3–5).

Kesaksian dimulai dengan kejujuran tentang masa lalu.


🔄 2. Titik Balik: Bertemu Kristus

Paulus menceritakan bagaimana Tuhan Yesus sendiri menyatakan diri-Nya dalam perjalanannya ke Damsyik (ay. 6–10).
Ia buta secara jasmani—sebuah lambang bahwa ia juga buta secara rohani—lalu dipulihkan, dibaptis, dan disucikan dalam nama Tuhan (ay. 12–16).

Titik balik dalam hidup kita adalah ketika kita menyadari kasih Tuhan dan bertobat.


🌍 3. Panggilan untuk Bersaksi kepada Semua Bangsa

Saat berdoa di Bait Allah, Paulus mendapatkan panggilan kedua: Tuhan mengutusnya keluar, kepada bangsa-bangsa lain (ay. 17–21). Meski berat dan penuh risiko, ia tetap taat.

Kesaksian bukan hanya untuk kalangan sendiri, tetapi untuk semua orang, termasuk mereka yang belum mengenal Kristus.


🛑 4. Risiko Tetap Ada, Tapi Misi Tetap Jalan

Setelah kesaksiannya, Paulus tetap ditolak dan dicerca (ay. 22). Namun, penolakan tidak membatalkan panggilan. Paulus tetap setia karena apa yang ia alami adalah cara Tuhan memperlengkapi pelayanannya.


✨ Refleksi

Mungkin kamu juga mengalami pergumulan, luka, atau masa lalu yang kelam. Namun jangan lupakan ini:

Apa yang kita alami bersama Tuhan bukan untuk disimpan, tetapi untuk dibagikan.
Kesaksianmu bisa menjadi penghiburan, kekuatan, bahkan titik balik bagi orang lain.


🙏 Doa

Tuhan, ajarku untuk tidak malu atas masa laluku, tetapi menjadikannya sebagai kesaksian atas kasih dan kuasa-Mu. Mampukan aku bersaksi bukan dari kata-kata orang lain, melainkan dari pengalaman nyata bersama-Mu. Bentuk hidupku menjadi cerita tentang anugerah-Mu yang mengubahkan. Dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin.

Share:

❓Kok Bisa Sih?

 

"Kok Bisa Sih?" mengajak kita merenung lewat firman Tuhan bahwa rencana-Nya sering di luar logika manusia, namun penuh hikmat dan kasih yang sempurna.

Banyak kejadian dalam hidup membuat kita spontan berkata, “Kok bisa sih?”—ungkapan keheranan karena sesuatu yang terjadi di luar nalar. Perikop hari ini juga membuat kita bertanya-tanya tentang ketenangan dan kesabaran seorang Rasul Paulus dalam situasi genting.

Berikut tiga hal yang mengherankan dari sikap Paulus:


1️⃣ Tetap Tenang Saat Disalahpahami

Paulus ditangkap karena hoaks bahwa ia membawa orang non-Yahudi masuk ke dalam Bait Allah. Bahkan, komandan pasukan mengira dia pemberontak Mesir! Namun, bukannya marah atau membela diri, Paulus tenang menjelaskan identitasnya sebagai warga negara Tarsus (ay. 37–39a).

Kok bisa sih? Dalam ketidakadilan, dia tetap bersikap dewasa.


2️⃣ Tetap Sabar Saat Dianiaya

Setelah dipukul, diseret, dan difitnah, Paulus tetap meminta izin secara sopan untuk berbicara kepada massa (ay. 39b). Padahal, sebagai warga negara Romawi, ia punya hak bicara. Namun, ia tetap memilih jalur damai.

Kok bisa sih? Dalam tekanan, dia tetap rendah hati.


3️⃣ Tetap Setia Memberitakan Injil

Ketika diizinkan bicara, Paulus tidak membela diri, melainkan langsung menceritakan karya Kristus dalam hidupnya (ay. 40, lih. Kis. 22). Dia menjadikan mimbar itu sebagai peluang untuk memberi kesaksian.

Kok bisa sih? Dalam penderitaan, dia tetap fokus kepada misi Tuhan.


🔑 Kuncinya: Hati yang Siap dan Roh yang Menguatkan

Mengapa Paulus bisa seperti itu? Karena ia sudah siap sejak awal untuk menghadapi penderitaan demi Kristus (lih. Kis. 20:24). Ia tidak hidup berdasarkan kenyamanan, tapi berdasarkan ketaatan kepada Allah.


🔍 Refleksi

Ketika kita disalahpahami, diperlakukan tidak adil, atau mengalami tekanan karena iman kita, apakah kita akan tetap tenang, sabar, dan setia seperti Paulus?

Maukah kita mempersiapkan hati untuk taat, bahkan ketika hal itu menuntut pengorbanan besar?


🙏 Doa

Tuhan, ajarlah aku untuk bersikap tenang saat disalahpahami, sabar saat disakiti, dan setia saat diminta bersaksi. Tuntun aku dengan Roh-Mu agar aku tidak bereaksi secara daging, tetapi merespons dengan kasih dan hikmat. Bentuk hatiku seperti hati Paulus, yang siap menghadapi penderitaan demi kemuliaan-Mu. Dalam nama Yesus aku berdoa. Amin.

Share:

🔥 Fanatisme: Garang atau Teduh?

 
"Fanatisme: Garang atau Teduh?" mengajak kita menilai sikap iman lewat firman Tuhan—apakah mencerminkan kasih atau justru menjauhkan dari kebenaran.

Orang yang fanatik sering kali mudah tersulut emosi. Mereka bisa langsung bertindak anarkis tanpa melakukan klarifikasi, hanya karena merasa "membela Tuhan". Inilah yang dialami oleh Rasul Paulus. Ia dianiaya secara brutal bukan karena kesalahan yang nyata, tetapi karena kesalahpahaman dan hasutan massa (ay. 27–29).

Orang-orang menyangka bahwa Paulus telah membawa Trofimus, seorang bukan Yahudi, ke dalam Bait Allah—padahal tidak! Namun, karena informasi setengah benar ini, Paulus diseret, dipukul, dan dirantai (ay. 30–33). Ironisnya, massa yang menyerangnya pun tidak tahu pasti alasan mereka marah (ay. 34).


🔁 Paulus: Dulu Pelaku, Kini Korban

Sebelum mengalami kekerasan ini, Paulus sendiri pernah menjadi pelaku fanatisme. Dia adalah orang yang paling bersemangat menganiaya jemaat mula-mula, karena dia pikir sedang berbakti kepada Allah (bdk. Kis. 9:4-5). Tapi kemudian, ia disadarkan oleh kasih Kristus dan berbalik arah.


👥 Dua Wajah Umat Beragama

Dari kisah ini kita belajar bahwa umat Tuhan bisa memiliki dua wajah:

  1. Wajah Garang

    • Mudah tersinggung atas nama Tuhan.

    • Cepat menghakimi tanpa cinta kasih.

    • Cenderung keras dalam menyikapi perbedaan.

    • Menyalahgunakan semangat agama untuk membenarkan kekerasan.

  2. Wajah Teduh

    • Lembut dan rendah hati, sekaligus tegas dalam iman.

    • Mampu membedakan antara kebenaran dan emosi pribadi.

    • Menghadirkan damai karena sadar bahwa Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:8).

    • Mewujudkan iman melalui sikap pengampunan dan pelayanan.


🧠 Fanatisme vs Iman Sejati

Fanatisme sering lahir karena agama dijadikan arena persaingan kesalehan, bukan ruang penerimaan anugerah. Ketika fokus iman bergeser dari Kristus yang penuh kasih kepada ego pembuktian diri, maka kekerasan menjadi hal yang "suci". Padahal, iman sejati menuntun kepada kasih, bukan keributan (lih. Gal. 5:22–23).


💬 Refleksi

Dalam kehidupan beriman kita,
Apakah kita lebih cepat menuduh atau lebih cepat mengasihi?
Apakah kita mendengar suara kasih Allah atau justru amarah dari dalam diri sendiri?

Ingat, Allah tidak memanggil kita untuk menjadi tentara fanatik, tapi menjadi duta kasih-Nya di tengah dunia yang penuh luka.


🙏 Doa

Tuhan, jauhkanlah aku dari semangat fanatisme yang membabi buta. Bentuklah hatiku untuk mencintai-Mu dengan benar, dan mencintai sesama dengan kasih yang sejati. Beri aku hikmat agar tidak menjadi hakim atas orang lain, melainkan pembawa damai dan terang Kristus di mana pun aku berada. Amin.

Share:

Categories

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.